Strategi K.T. Poesponegoro Bupai Gresik Pertama Dalam Membangun Kota Gresik

  • Whatsapp

Giri Kedaton dan Gresik
Apabila posisi Gresik dipandang sebagai sebuah kota, maka akan dihadapkan pada dua persoalan utama, yaitu aspek kronologis dan aspek terminologis. Berdasarkan sumber tertulis yang ada, ternyata perjalanan kota ini menunjukkan suatu dinamika perkembangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya secara terus menerus. Bahkan juga aspek geografisnya, apabila dilihat pada posisinya sekarang, kota Gresik terletak pada titik 7, 9, 45 Lintang Selatan dan 112 38, 43 Bujur Timur.
Dalam rentang waktu yang cukup lama, tampaknya beberapa faktor telah membawa perubahan posisi. Ditinjau dari faktor ekonomi, sosial, dan budaya telah menyebabkan pergeseran lokasi dari Leran ke Roomo, kemudian ke Gresik (sekarang). Sedangkan dari aspek politik telah menggeser pusat kota dari Giri, ataupun Tandes, kemudian ke Gresik.

Pergeseran tersebut di atas juga mempengaruhi posisi geografis kota meskipun masih berada dalam wilayah sekarang yang bernama Kabupaten Gresik. Pergeseran juga dapat terjadi karena proses sedimentasi laut yang berlangsung selama berabad-abad.
Gresik mulai menjadi sebuah kabupaten pada akhir abad ke-17 M, dengan nama Kabupaten Tandes, dimana Sidayu yang sekarang masuk dalam wilayah kabupaten Gresik pada waktu itu juga berdiri sebagai Kabupaten. Status Gresik sebagai kabupaten itu berakhir pada tahun 1934, ketika Gresik secara resmi menjadi bagian dari kabupaten Surabaya. Sedangkan Gresik selanjutnya hanya dijadikan pusat pemerintahan dengan status kawedanan. (setingkat pembantu bupati).

Apabila Gresik dipandang sebagai sebuah kota, maka intinya adalah wilayah Kelurahan Kauman, Bedilan, Pulopancikan, dan Gapuro Sukolilo. Keempat kelurahan ini tepatnya mengitari alun-alun. Kilometer nol berada di sudut pertemuan Jl. K.H. Wachid Hasyim Utara dan Barat yang Selatan. Hal ini tidak mengingkari kenyataan bahwa pada masa silam titik pusat kegiatan kota Gersik selalu berpindah, seperti di Karang Kiring / Sidorukun, yang ditandai dengan adanya benteng Belanda, juga Roomo yang menjadi kegiatan masa-masa awal Maulana Malik Ibrahim, dan di Giri pada masa pemerintahan Dinasti Giri.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa titik nol berada di sudut alon-alon Gresik, tetapi saat ini titik nolnya bergeser ke terminal Sidomoro, yaitu pada saat jalan propinsi di “sheet” sekitar pada tahun 1985, serta sebagai akibat dari pemekaran kota Gresik. Berdasarkan Master Plan Gresik, Kecamatan Manyar (Roomo, Sukomulyo, Pongangan, Suci, dan Yosowilangun).

Dari ulasan perubahan pusat kota tersebut diatas menandakan bahwa Gresik adalah sebuah kota yang dinamis. Dinamisnya kota Gresik tidak terlepas dari latar belakang sejarahnya bahwa sejak kuno kota ini posisinya sebagai titik pertemuan antar pedagang dari luar daerah khususnya lewat perairan, disamping kota pelabuhan lain di Jawa Timur. Gresik sebagai kota bandar dagang memang sangat strategis karena merupakan semenanjung yang cocok untuk berlabuh, juga posisinya yang strategis berada pada posisi silang dalam jalur perdagangan antara
Malaka dan Maluku.

Apabila kota Gresik dipandang sebagai daerah kabupaten, Adapun batasbatas wilayah Kabupaten Gresik sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Selat Madura dan Kota Madya Surabaya
Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo dan Mojokerto
Sebelah Barat : Kabupaten Lamongan
Pemerintahan Kabupaten Gresik terbagi menjadi 18 kecamatan yang terdiri dari 357 desa/kelurahan, di Kabupaten Gresik mengalir dua sungai besar, yaitu Bangawan Solo di sebelah Utara dan sungai Brantas di sebelah Selatan, masing-masing dengan anak cabangnya, seperti Kali Lamong, Kali Corong, dan kali Manyar.
Dilihat dari keadaan tanahnya, Kabupaten Gresik merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 0 sampai 12 meter di atas permukaan air laut. Dengan wilayah yang memiliki permukaan diatas 12 meter sampai dengan 25 meter sangat sedikit.
Sebagai bagian bangsa Indonesia yang sedang berproses secara dinamis dalam membangun daerahnya dengan semangat otonomi daerah, masyarakat dan pemerintah Kabupaten Gresik dituntut oleh keharusan fundamental untuk menyadari keadaan masa sekarang guna merencanakan pembangunan masa depan. Tanpa memahami masa sekarang, semua rencana perhitungan untuk membangun masa depan akan meleset jauh dari sasaran yang dituju.
Sementara untuk benar-benar memahami masa sekarang, yang harus difahami oleh keadaan masa lalu, karena masa lalu adalah penyebab masa kini. Dengan demikian, pembangunan kabupaten Gresik di masa sekarang dan masa depan tidak mungkin dilakukan dengan seksama tanpa mengetahui sejarah pemerintah di Gresik pada masa lalu.
Sampai saat ini, banyak diantara masyarakat yang ditinggal di Kabupaten Gresik belum memahami sejarah pasang dan surutnya pemerintahan Gresik, khususnya yang menyangkut bupati-bupati yang pernah berkuasa di Gresik.
Sumber lain yaitu Serat Sejarah Gresik yang ditulis oleh Kyayi Ngabehi Mangoenadirdjo, yang masih keturunan Pusponegoro I, bahwa Pusponegoro I memerintah pada tahun 1688 sampai dengan 1696.
Untuk bisa menguasai Gresik VOC berkoalisi dengan Mataram. Dengan menggunakan dalih bahwa Giri Kedaton ikut mendalangi pemberontakan Trunojoyo, maka Amangkurat II dari Mataram dan Kapten Jongker dari VOC mengerahkan pasukannya guna menguasai Giri sebagai penanda dominasi koalisi tersebut diangkatlah penguasa baru di Gresik dengan Ibukota Tandes (sekarang wilayah Kecamatan Gresik). Kyayi Naladika seorang pembesar kerajaan keturunan Adipati Sengguruh ditugasi untuk babat alas pemerintahan di Tandes. Penguasa Tandes ini menguasai wilayah Kadipaten dengan jabatannya adalah Bupati. Sebagai Bupati Tandes atau Gresik di Tandes yang pertama adalah Kyayi Tumenggung Pusponegoro I.
Di dalam konsep kekuasaan Jawa terdapat ciri-ciri utama yang meliputi tiga hal pokok, yaitu: (1) kekuasaan adalah sesuatu yang konkrit, yakni kekuasaan merupakan suatu bentuk realitas seperti kekuasaan yang ada pada batu, kayu, api dan sebagainya. Kekuasaan adalah “daya” yang merupakan kaitan faham animisme desa dengan faham pantheisme metafisik perkotaan, (2) kekuasaan itu homogen, kekuasaan itu sama dengan sumbernya; (3) jumlah kekuasaan di alam semesta selalu tetap. Alam semesta tidak bertambah luas dan tidak pula semakin sempit.
Berbeda dengan pengangkatan para penguasa Gresik sebelumnya, dalam proses pengangkatan Kyayi Tumenggung Poesponegoro sebagai Bupati Gresik oleh Sunan Amangkurat II pada tahun 1686 – menggantikan Raden Tumenggung Harya Naladika yang terbunuh di Pasuruan – menunjukkan adanya upaya-upaya membangkitkan kembali konsep kekuasaan Jawa yang tidak memisahkan unsur lahir dan unsur batin. Hal itu memungkinkan dapat dilakukan, mengingat pengangkatan Kyayi Tumenggung Poesponegoro sebagai Bupati Gresik, selain tidak serta merta disetujui oleh Kompeni sesuai perjanjian pengangkatan penguasa-penguasa pesisir yang harus mendapat persetujuan Kompeni, terutama Surabaya, Pasuruan dan Gresik yang sudah diserahkan oleh Amangkurat II kepada Kompeni sebagai kompensasi bantuan VOC terhadap penumpasan Trunajaya, juga tidak terlalu intensifnya pejabat Mataram mengawasi Gresik akibat ketidak-stabilan kekuasaan di ibukota.
Atas dasar situasi yang begitu rawan, waktu menduduki jabatan Bupati Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro dituntut keharusan mendasar untuk mampu mandiri mengatasi berbagai masalah di tengah situasi yang sarat konflik dan ketidakstabilan, karena baik Mataram maupun Kompeni tidak terlibat langung dalam memberikan dukungan terhadap pemerintahan Gresik, akibat masing-masing menghadapi masalah yang membingungkan karena berkepanjangannya konflik internal dan kekacauan yang berlarut-larut. Di tengah situasi seperti itulah, tampaknya Kyayi Tumenggung Poesponegoro mengambil langkah kebijakan sendiri, yaitu memanfaatkan pelantikan dirinya sebagai Bupati Gresik dengan mengikuti tatacara yang berdasar pada konsep kekuasaan Jawa, yaitu kekuasaan yang ditunjang anasir-anasir adiduniawi di dalam menegakkan pemerintahan, dengan harapan mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat yang masih terpengaruh kuat alam pemikirannya oleh konsep-konsep kekuasaan tradisional Jawa.
Melalui tangan Pusponegoro, pemerintahan Kabupaten Gresik yang bergaya Mataram-Belanda dirintis. Pusponegoro yang berdarah biru selanjutnya membangun imperium kekuasaan secara turun temurun di Kabupaten Gresik, namun tetap dalam kendali Mataram dan Belanda. Artinya Bupati yang memerintah Gresik waktu itu, diangkat oleh Mataram atau Belanda. Gaya pemerintahan kerajaan sangat kental dengan adanya dua jabatan Bupati, yakni Bupati Kasepuhan dan Bupati Kanoman.
Kabupaten Gresik dilebur menjadi satu dengan Kabupaten Surabaya dibawah seorang Residen. Peleburan ini tentu saja membawa konsekwensi pindahnya ibukota pemerintahan dari Gresik ke Surabaya. Dalam perkembangan selanjutnya, Gresik hanya dijadikan sebagai pusat pemerintahan yang berstatus Kawedanan.
Sebelum Kyayi Tumenggung Poesponegoro menjadi bupati Gresik pertama, pemerintahan yang ada di Gresik kurang diketahui secara baik Babad sangkala, hanya mencatat bahwa pada tahun Jimawal 1557 Jawa atau 1635 Masehi Giri yang dipimpin panembahan Agung diserang pangeran Pekik dari Surabaya atas perintah Sultan Agung Mataram. Setelah Giri jatuh, panembahan Agung digantikan oleh puteranya yang bernama panembahan Mas Witana. Ketika panembahan Mas Witana wafat, digantikan puteranya yang bernama Pangeran Mas Witana. Saat itu Giri sudah menjadi bagian dari wilayah Mataram. Sejak di bawah Panembahan Mas Witana, Giri sudah menjadi bagian dari wilayah Mataram, itu sebabnya Pangeran Mas Witana hanya melanjutkan kedudukan ayahandanya sebagai penguasa bawahan Mataram.
Pada waktu itu Kota Gresik dipimpin oleh seorang umbul bernama Kertilakasono, seorang Cina muslim. Selama memerintah, Kertilaksana dibantu oleh Bekel Gresik kepercayaan Panembahan Mas Witana yaitu Kyayi Ageng Gulu. Menurut catatan Tedhak Poespanegaran, Bekel Gresik Kyayi Gulu menikah dengan Nyai Ageng Gulu Puteri Kyayi Ngegot Subaya. Ketika Kyayi Ageng Gulu wafat Sunan Amangkurat I mengangkat putera Kyayi Ageng Gulu yang bernama Bagus Sateter menjadi pejabat umbul Gresik bergelar Kyayi Tumenggung Naladika. Sewaktu Kyayi T. Naladika wafat, digantikan puteranya yang bergelar Raden Tumenggung Harya Naladika. Di dalam memerintah, Raden T. Harya Naladika dibantu oleh Mantri Nayaka Gresik bernama Bagus Puspadiwongso, puteri Kyayi Ageng Setra III kakak iparnya.
Selama Raden Tumenggung. Harya Naladika menjadi Umbul, kehidupan penduduk Gresik sangat menderita, karena terjadi krisis pangan di seluruh Jawa. Keadaan itu mengakibatkan orang-orang Jawa yang miskin harus makan umbiumbian. Warga Gresik tak terkecuali mengalami kekurangan beras karena para pedagang dari daerah sebelah timur Gresik menjual beras ke luar daerah. Di tengah kelangkaan beras yang mencekam, penduduk Gresik yang umumnya penduduk pesisir utara Jawa dikejutkan oleh meletusnya kerusuhan yang disulut oleh Trunajaya dam Karaeng Galesong. Pelabuhan-pelabuhan dibakar, kota dijajah, penduduk disiksa dan dibunuh, kerusuhan-kerusuhan meletus di kotakota pelabuhan yang dilakukan oleh pengikut Trunojoyo dan Karaeng Galesong. Menurut Cat, VOC; tahun 1675 Karaeng Galesong dengan 25 perahu bersenjata lengkap muncul di perairan Gresik yang ketakutan lari ke pegunungan. Menurut laporan seorang nahkoda Melayu tertanggal 10 Maret 1676, kota Gresik benarbenar musnah setelah diserang dan dibakar oleh laskar Makasar yang dipimpin oleh Karaeng Galesong, Karaeng Bonto Meranu, Karaeng Panaragan, Daeng Mammagung, Daeng Manggapa, Daeng Lomo Tibon, dan putera Arung Wasya.
Dengan kekalahan Trunojoyo, ternyata kehidupan di Gresik tidak serta merta berubah baik, malah tidak lama kemudian disaat penduduk memulai kembali pembangunan kotanya yang luluh lantak akibat perang, terjadi kemalangan yang sangat mengejutkan Sunan Amangkurat II tiba-tiba mengirim pasukan besar Mataram ke Giri.
Sejarah mencatat, pada 27 April 1680 pasukan besar Mataram datang ke Gresik dan kemudian menghancurleburkan Giri.
Di tengah reruntuhan kota yang nyaris rata dengan tanah, Raden Tumenggung Harya Naladika bersama sisa-sisa pengikut berusaha membangun kembali pemukiman. Namun belum pulih benar keamanan sudah pecah kerusuhan yang disulut pemberontak Surapati yang mengangkat dirinya Raja di Pasuruan dengan gelar Mas Tumenggung Wiranegoro Raden Tumenggung Harya Naladika diminta membantu Mataram untuk menumpas pemberontak Surapati, tetapi Raden Tumenggung Harya Naladika terbunuh dalam pertempuran di Pasuruan pada 1686.
Sepeninggal Raden Tumenggung Harya Naladika, kompeni Belanda tidak serta merta menunjuk penggantinya. Sebab Bagus Puspadiwangsa yang sudah dikenal sebagai “orang kuat” kedua di Gresik setelah Umbul Gresik, dalam catatan kompeni Belanda terindikasi berkomplot dengan pemberontak Madura dan Makasar yang diperkuat oleh fakta yang menunjuk bahwa isteri kedua Bagus Puspadiwangsa (Kyayi Tumenggung Poesponegoro) yang bernama Nyai Podi adalah puteri seorang pemberontak Makasar asal Bugis. Sementara istri ketiganya Nyai Uju adalah puteri bungsu pangeran Kertanegara putera pangeran Mas Winata yang dianggap musuh oleh sunan Amangkurat II.
Hanya atas pertimbangan kekeluargaan dan terbatasnya informasi tentang Gresik, Sunan Amangkurat II kemudian menunjuk Bagus Puspadiwangsa menjadi Umbul Gresik menggantikan kedudukan Raden Tumenggung Harya Naladika. Bagus Poespadiwangsa dianugerahi gelar Kyayi Tumenggung Poesponegoro. Kyayi Tumenggung Poesponegoro diperintahkan untuk melindungi warga Gresik dari musuh, menegakkan keamanan wilayah, meneguhkan tertib hukum, membawa kemakmuran bagi seluruh warga Gresik dan tentu saja memperkukuh kesetiaan kepada Sunan Amangkurat II.
Dalam upaya menjalankan amanat Sunan Amangkurat II, Kyayi Tumenggung Poesponegoro sadar bahwa langkah utama yang harus ditempuhnya adalah memanfaatkan tali kekerabatan dengan tokoh-tokoh yang memiliki pengikut besar dan kuat. Melalui Nyai Uju, puteri bungsu Pangeran Kertanegara (putera Pangeran Mas Winata (Panembahan Giri)). Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari sentana Giri Gajah. Melalui pernikahan dengan Nyai Padi (putri Arung Wasya (tokoh asal Bugis)) Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari para pelaut Bugis dan Makasar yang menguasai jalur perniagaan laut. Melalui pernikahan dengan puteri Tumenggung Yudanegara Madura, Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari bangsawan-bangsawan Madura. Sementara dari permaisurinya, Rara Teleng (puteri Tumenggung Naladika), Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari keluarga Umbul Naladika. Dengan dukungan dari kerabat Giri Gajah, Bugis, Madura dan Umbul Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro dalam waktu singkat berhasil menciptakan keamanan di Gresik.
Kyayi Tumenggung Poesponegoro menciptakan keamanan dan membangun kembali kota Gresik dari reruntuhan melalui kebijakan yang memprioritaskan pembangunan pelabuhan, pasar, masjid, dan gedung pengadilan, Kyayi Tumenggung Poesponegoro dapat menarik kembali penduduk untuk mau tinggal di daerah yang sudah aman dan menjanjikan kemakmuran.
Dalam tempo dua tahun memerintah kota Gresik dan wilayah sekitarnya telah dikenal menjadi daerah yang aman dan makmur.
Semua perusuh yang ingin mengacau Gresik dapat dihalau sebelum melakukan aksinya. Demikianlah suasana aman yang tercipta itu berangsurangsur menghidupkan kembali kehidupan rakyat Gresik yang sudah porak poranda akibat kerusuhan-kerusuhan dan perang yang berlarut-larut. Kesengsaraan rakyat Gresik selama bertahun-tahun berangsur berubah menjadi kemakmuran. Karena dianggap berhasil memimpin Gresik dan menjalankan amanat Sunan Amangkurat II, pada tahun 1688, Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs, pemimpin tertinggi kompeni di Batavia mengeluarkan peluit pengangkatan Kyayi Tumenggung Poesponegoro sebagai kepala daerah dengan jabatan Bupati.
Segera setelah dilantik menjadi bupati Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro memprioritaskan pembangunan masjid agung, kantor kejaksaan, pasar, pelabuhan dan membangun kembali pabrik meriam yang hancur akibat perang. Langkah itu diambil sebagai kelanjutan kebijakannya dalam menjalankan amanat dari Sunan Amangkurat II. Sebab telah terbukti, bahwa melalui perikat dengan keluarga Giri Gajah, Bugis, Madura dan Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro dapat menciptakan ketertiban dan keamanan sebagai syarat utama sebuah pembangunan. Demikianlah melalui masjid agung, Kyayi Tumenggung Poesponegoro tidak saja dapat membangun kompleks kabupaten Gresik sesuai tatanan baku pemerintahan Jawa, tetapi dapat pula mempersatukan warga muslim Gresik yang berasal dari beragam etnis dan bangsa. Melalui kejaksaan (pengadilan), Kyayi Tumenggung Poesponegoro tidak saja dapat membangun tertib hukum di Gresik melainkan dapat pula menegakkan lambang keadilan dan pengayoman bagi penduduk. Melalui pasar dan pelabuhan, Kyayi Tumenggung Poesponegoro tidak saja dapat membuka jalur distribusi barang, jasa dan uang melainkan dapat pula memberikan iklim berusaha yang sehat bagi dunia usaha yang akan membawa kemakmuran bagi rakyat.
Sementara melalui pabrik Meriam, Kyayi Tumenggung Poesponegoro tidak saja dapat membawa Kabupaten Gresik ke dalam perniagaan senjata yang sangat dibutuhkan sehingga meraup keuntungan besar karena harga meriam yang sangat mahal melainkan dapat menimbulkan rasa takut kepada siapa saja yang ingin membuat kerusuhan di Gresik. Sebab di bawah Kyayi Tumenggung Poesponegoro kabupaten Gresik memiliki satu detasemen pasukan meriam Sarageni yang menggunakan meriam-meriam bikinan sendiri. Yang paling besar ukurannya, ditempatkan di alun-alun kota menghadap ke pantai. Meriam raksasa itu dikenal dengan nama Kyayi Kalantaka (waktu kematian). Di samping pasukan meriam, Kabupaten Gresik juga dilengkapi pasukan penembak senapan. Ngabehi Jayanegara, putera Kyayi Tumenggung Poesponegoro dikenal sebagai seorang sniper termasyhur yang ditakuti lawan. Sejarah Gresik mencatat, dengan saudara-saudara dan beberapa belas orang pasukan senapan. Ngabehi Jaya negara dengan kemahirannya sebagai penembak sniper pernah menghalau serangan lebih dari 10.000 orang pasukan Madura yang dipimpin oleh Demang Jewaraga.
Sejak saat itu bupati-bupati Gresik sampai tahun 1926 adalah berasal dari keturunan Kyayi Tumenggung Poesponegoro. Selain menurunkan bupati-bupati Gresik, Kyayi Tumenggung Poesponegoro juga menurunkan bupati-bupati Surabaya, Lamongan, Bangil, Pasuruan, Mojokerto, Malang, Trenggalek, Jepara, Demak, Semarang dan Pati.
Pada abad 18 situasi Gresik belum menentu, meski secara politik Giri sudah hancur pada tahun 1680 (ketika Amangkurat II menghabisi Wangsa Giri) sampai menjelang pertengahan abad ke 18 Giri masih disegani oleh kawan dan lawan pada perkembangannya intrik-intrik intern di dalam kadipaten Gresik. Juga mulai muncul pada tahun 1740-an, berupa kemelut segitiga antara Joyonegoro (Bupati Kasepuhan), Poesponegoro II (Bupati Kanoman), dan Pangeran Singasari (penguasa spiritual di Giri) yang berakhir dengan penyatuan Giri ke dalam Kadipaten Gresik, dan hancurnya posisi Poesponegoro II, karena setelah diketahui ternyata ia berada di balik kemelut segitiga itu. Namun Gresik selalu berada pada posisi yang berjarak dengan lingkaran kekisruhan perang. Hal itu terjadi karna kecerdikan Kyayi Tumenggung Poesponegoro dalam menyiasati semua permasalahan sehingga menjauhkan Gresik dari pusaran politik kekuasaan, baik dari kepentingan pihak Belanda maupun Mataram. Kyayi Tumenggung Poesponegoro dikenal sebagai tokoh yang cerdas, cerdik, berpengetahuan luas, arif, dan selalu dapat memecahkan persoalan dengan caracara yang sering tak terpikirkan orang lain. Sunan Amangkurat II dan penggantinya, diketahui sering meminta pandangan dan pendapat Kyayi Tumenggung Poesponegoro dalam memecahkan masalah yang terkait dalam pemerintahan. Bahkan satu ketika Sunan Amangkurat II terkejut sewaktu mendapati Kyayi Tumenggung Poesponegoro berhasil memecahkan masalah rumit tanpa bergeser dari tempat duduknya. Demikianlah dengan kecerdikan, keadilan, dan kebijaksanaannya Kyayi Tumengung Poesponegoro dapat menciptakan tatanan baru kehidupan di Gresik yang sebelumnya kacau balau menjadi adil dan makmur.
Pangeran Mas Witana yang sudah tua dibawa ke Mataram dan tak lama kemudian di hukum mati (seda kalawe). Setelah Giri jatuh, Amangkurat II mengangkat Pangeran Sedha Kemlathen, seorang bangsawan asal Jipang menjadi penguasa Giri. Sementara itu pangeran Kertawegara, putera Pangeran Mas Witana, beserta keempat orang puteranya, yaitu Raden Mas Kedaton, Raden Mas Tumpang. Raden Mas Kendayu, dan Nyai Uju bersembunyi di bawah lindungan mantri Nayaka Gresik, Bagus Puspadiwangsa, kakak ipar Umbul Gresik Raden Tumenggung Harya Naladika. Belakangan diketahui, Nyai Uju diperistri sebagai selir ketiga oleh Bagus Puspadiwangsa. Gresik juga berusaha bangkit dari reruntuhan akibat perang, ternyata harus menghadapi kemalangan lanjutan. Sebab di tengah usaha membangun kembali kota dan mengembangkan perniagaan, pada pertengahan 1686 terjadi kerusuhan besar akibat pecahnya pemberontakan Surapati yang mengangkat diri menjadi raja di Pasuruan, Malang, dan Lumajang dengan gelar Mas Tumenggung Wiranagara. Umbul Gresik Raden Tumenggung Harya Naladika pun berangkat ke Pasuruan memimpin pasukan Gresik. Namun dalam sebuah pertempuran sengit di barat kota Pasuruan, Raden Tumenggung Harya Naladika terbunuh dalam pertempuran melawan pasukan Tumenggung Wiranagaran.Sepeninggal Raden Tumenggung Harya Naladiko, Belanda tidak serta merta menunjuk penggantinya. Sebab Bagus Puspadiwangsa yang sudah dikenal sebagai “orang kuat” kedua di Gresik setelah umbul Gresik.
Atas pertimbangan kekeluargaan dan terbatasnya informasi tentang Gresik Sunan Amangkurat II kemudian menunjuk Bagus Puspadiwangsa menjadi Umbul Gresik menggantikan kedudukan Raden Tumenggung Harya Naladika. Bagus puspadiwangsa dianugerahi gelar Kyayi Tumenggung Poesponegoro. Kyayi Tumenggung Poesponegoro diperintahkan untuk melindungi warga Gresik dari musuh, menegakkan keamanan wilayah, meneguhkan tertib hukum,membawa kemakmurqan bagi seluruh warga Gresik, dan tentu saja memperkukuh kesetiaan kepada Sunan Amangkurat II. Dalam upaya menjalankan amanat Sunan Amangkurat II, Kyayi Tumenggung Poesponegoro sadar bahwa langkah utama yang harus ditempuhnya adalah memanfaatkan tali kekerabatan dengan tokohtokoh yang memiliki pengikut besar dan kuat. Melalui Nyai Uju puteri bungsu Pangeran Mas Witana Panembahan Giri,Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari sentana Giri Gajah. Melalui pernikahan dari Nyai Podi putri Arung Wasya tokoh asal Bugis,Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari para pelaut Bugis dan Makasar yang menguasai jalur perniagaan laut. Melalui pernikahan dengan putri Tumenggung Yudanegara Madura Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari bangsawanbangsawan Madura. Sementara dari permaisurinya,Rara Teleng,Putri Tumenggung Naladika,Kyayi Tumenggung Poesponegoro mendapat dukungan dari keluarga umbul Naladika. Dengan dukungan dari kerabat Giri Gajah,Bugis,Madura,dan Umbul Gresik Kyayi Tumenggung Poesponegoro dalam waktu singkat berhasil menciptakan keamanan di Gresik. Semua perusuh yang ingin mengacau Gresik dapat dihalau sebelum melakukan aksinya. Kesimpulannya

Nama Gresik sudah digunakan untuk menyebut kota pelabuhan yang terletak di delta Bengawan Solo yang bermuara ke Selat Madura. Hal ini diketahui dari Piagam Karang Bogem berbahasa Jawa Kuno yang berangka tahun 1309 Saka atau 1387 Masehi. Dan Atlas walisongo Karya K.Ng.Agus Sunyoto juga salah satu Putro Wayah dari K.T.Poesponegoro, menurut buku Atlas Walisongo Pada 1405 saat armada Cina yang dipimpin laksamana Cheng Ho singgah ke Gresik, dicatat bahwa ke kota pelabuhan tersebut terdapat seribu orang keluarga Cina muslim. Menurut berita Cina pada 1411 yang menjadi penguasa Gresik seorang Cina muslim yang mengirim surat dan hadiah-hadiah kepada Kaisar Cina. Pengaruh Cina Muslim di Gresik yang kuat, dibenarkan oleh sumber-sumber historiografi dan cerita tutur masyarakat. Menurut Atlas Walisogo imam Gresik yang pertama diangkat oleh pejabat Majapahit bernama Lembusora adalah Raden Santri Ali yang menduduki jabatan Raja Pendhita bergelar Ali Murtadha. Raden Ali Murtadha adalah seorang muslim asal negeri Campa di Indocina. Tokoh ini adalah kakak kandung Raden Rahmat ( Sunan Ampel ) imam Surabaya, dikenal sebagai juru dakwah Islam sampai ke Maluku. Hal itu bermakna bahwa Gresik bukan sekedar dikenal sebagai bandar perniagaan yang ramai, melainkan dikenal pula sebagai pusat dakwah Islam yang dirintis oleh pemukim muslim Cina dan Indocina. Dari sekian data dapat ditarik fakta bahwa pada tahun 1387 M nama Gresik memang telah ada, meskipun masih merupakan kampung tambak atau nelayan yang mungkin sangat miskin dan terhimpit oleh utang dari warga tetangganya, yaitu Sidayu. Dari beberapa sebutan nama Gresik dimungkinkan berasal dari perbedaan cara pengucapan lidah manusia. Sebagaimana diketahui bahwa orang-orang asing menyebut nama Gresik disesuaikan dengan oleh kata mereka, seperti Gressee, Gesih, Geresih, Gerwarase, Qarra-syaik. Penulis Portugis menamakannya Agazi yang diucapkan agacime.

Pada abad ke 17 tercatat Ki Kemis yang bergelar Kyayi Ageng Setra II dan menjabat sebagai Lurah Gresik, ia merupakan keturunan ke sembilan dari Prabu Brawijaya V Raja majapahit dari galur dari Damar Adipati Palembang. Kayai Ageng Setra II menikah dengan Nyimas Ayu binti Kyayi Ageng Gulu Mantri Gresik, Nyimas Ayu adik kandung Kyayi Tumenggung Naladika yang menjabat Umbul Gresik dewasa itu.
Perkawinan Kyayi Ageng Setra II dan Nyimas Ayu dikaruniai dua orang anak, yaitu Bagus Puspadiwangsa yang lahir pada tahun 1635 dan Nyai Ayu. Setelah Bagus Puspadiwangsa dewasa, ia menggantikan kedudukan ayahnya menjadi lurah Gresik dan kemudian menikah dengan Raja Teleng putri dari K.T. Naladika pejabat Umbul yang juga pamannya sendiri.
Pada tahun 1686 terjadi kerusuhan di alun-alun Surakarta yang disulut oleh Untung Surapati. Peperangan berkecamuk dan Surapati menguasai Kediri dan Pasuruan serta menjadi Penguasa Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara. Umbul Gresik Kyayi Tumenggung Naladika memperoleh tugas dari Mataram untuk turut memadamkan pemberontakan Surapati. Namun beliau meninggal dalam pertempuran dan dimakamkan di Pasuruan.
Sejarah mencatat, pada 27 April 1680 pasukan besar Mataram datang beramai-ramai ke Gresik dan kemudian menghancurleburkan Giri. Tedhak Poespanegara, bahwa Kyayi Tumenggung Poesponegoro masih merupakan keturunan kesepuluh Prabu Kertawijaya Wijaya para Kramawardhama. Maharaja ketujuh yang berkuasa tahun 1448-1452, dari Galur Aria Damar, Adipati Palembang.

Sepeninggalan Kyayi Tumenggung Naladika, kedudukan umbul digantikan oleh menantunya Kyayi Ngabehi Bagus Puspadiwangsa. Pada tahun itu pula, bulan Maret 1686, Sunan Amangkurat II mengangkat Bagus Puspadiwangso sebagai Bupati Pertama di Gresik dengan gelar Kyayi Tumenggung Poesponegoro.
Kerusuhan yang juga melanda Gresik dan melumpuhkan ekonomi dewasa itu dapat di atasi oleh Kyayi Tumenggung Poesponegoro dan Gresik dibangun kembali sebagai wilayah kabupaten baru. Kesuksesan Kyayi Tumenggung Poesponegoro membangun Gresik dilatari 8 strategi, yaitu:
Pertama, pendekatan magis-religius, dimana Kyayi Tumenggung Poesponegoro memiliki koleksi kitab suci al-Qur’an tulisan tangan dan kitabkitab para ulama abad ke-13 yang berhaluan Ahli Sunnah Wal Jama’ah, serta memiliki puluhan benda-benda pusaka yang memiliki historis dan berkekuatan magis-religius. Kedua, menggalang dukungan dari keluarga berpengaruh. Ketiga, swasembada pemerintahan, melalui konsep dasar njaga tatatentreming praja (menjaga ketentraman dan ketertiban negara), Kyayi Tumenggung Poesponegoro mengembangkan konsep: (1) Gawe Desa, berisi tentang kewajiban dan tanggungjawab setiap warga desa untuk mengabdi pada desanya, dan (2) Gawe Aji (kewajiban membangun negara dan sistem pemerintahan yang baik). Keempat, membangun etika pemerintahan. Kelima, menegakkan pilar masyarakat Kyayi Tumenggung Poeponegoro mengevaluasi kekacauan Gresik karena ketidakjelasan peran masyarakat dan pemerintah. Keenam, penyeraban agama. Ketujuh, penegakan hukum dan sumber hukum. Kedelapan, kekuasaan untuk semua.
Melalui delapan strategi ini, Gresik di bawah kepemimpinan Kyayi Tumenggung Poesponegoro menjadi daerah yang makmur, aman, sejahtera, dan agamis. Masa jabatan Kyayi Tumenggung Poesponegoro sampai tahun 1699, tetapi karena kekacauan di wilayah Mataram tetap berkecamuk dan VOC juga tidak mampu mengatasi, maka beliau tetap menjabat Bupati sampai tahun 1713, yang kemudian digantikan putranya Kyayi Tumenggung Joyonegoro (Bupati Kesepuhan Gresik, 1713-1748). Masa Tua Kyayi Tumenggung Poesponegoro dihabiskan dengan menjadi penasehat putra putranya yang menjabat bupati menulis buku, dan mendalami spiritual Islam/Tasawuf, Pengamal Thoriqah Syattariyyah mulai dari urutan Rasulullah Muhammad SAW, berikut urutan Yang di urut dari serat Jati Murti

1. Nabi Muhammad SAW
2. Sayyidina Ali Bin Abi Thalib
3.Sayyidina Husain Bin Ali Asy syahid
4. Imam Ali Zainal abidin
5.Imam Muhammad Baqir
6. Imam Ja’far Shaddiq
7. Abu Yazid Thaifur Bin Isa Bin Adam Al Busthami
8.Syekh Muhammad Maghrib
9. Syekh Arabi Al Syiqi
10.Quth Maulana Rumi Ath Thusi
11.Qutb Abil Hasan Ali Bin Abi Ja’far Al Kharaqani
12. Syekh Hud Qaliyyu Marawan Nahar
13.Syekh Muhammad Asyiq
14.Syekh Muhammad Arif
15. Syekh Abdullah Asy Syattar
16.Sayyid Abdullah Amir Khan
17.Sayyid Ahmadsyah Jalaluddin
18.Sayyid Jamaluddin Husain
19.Sayyid Ibrahim As Samarqandy
20.Syekh Maulana Iskak
21.Raden Paku Susuhunan Gresik
22.Pangeran Zainal Abidin ( Sunan Dalem )
23.Pangeran Pratikha ( Sunan Prapen )
24.Penembahan Kawis Guwa
25. Penembahan Agung
26.Penembahan Mas Witono
27.Pangeran Kertonegoro
28.Raden Mas Kedhaton
29.Kyayi Tumenggung Poesponegoro

Menurut Prasasti Candrasengkala tertanggal
11 Nopember 1721 Masehi / 20 Muharram 1141H / 20 Suro 1654 Tahun Jawa. Kyayi Tumenggung Poesponegoro wafat dan dimakamkan di Pusoro Katumenggungan Gresik dalam usia 70 tahun, dengan meninggalkan 4 istri, 12 orang putra, 3 orang putri, 42 cucu dan 2 cicit. Kyayi Tumenggung Poesponegoro I bukanlah seorang ulama, penyebutan Kyayi adalah sebagai simbol penghormatan pada masa kerajaan. Peranannya dalam penyiaran Islam terlihat dengan keikutsertaannya dalam pembangunan masjid Jamik Gresik, serta dibangunnya KUA atas inisiatif Kyayi Tumenggung Poesponegoro. Buktibukti sejarah Gresik tidak banyak ditemukan, aktifitas Kyayi Tumenggung Poesponegoro yang berhubungan dengan penyebaran agama Islam, penyebaran Islam lebih banyak dilakukan oleh Giri dan Kyayi Tumenggung Poesponegoro lebih menonjol pada aktifitas pemerintahan. Fakta mencatat sepanjang pemerintahan Kyayi Tumenggung Poesponegoro yang ditandai kuatnya pertahanan militer dan tegaknya keadilan, suasana kehidupan di Gresik sangat aman, tentram, damai, dan limpahi kemakmuran. Meski dewasa itu berbagai tenpat di Jawa digoncang peperangan besar akibat pemberontakan Mas Tumenggung Wiranegara.

Sejarah lokal mempunyai arti yang sangat penting. Dengan membaca sejarah, kita akan memahami perjuangan Poesponegoro dalam berbagai kemasyarakatan. Hal utama yang menjadi acuan dalam karya ini bahwa sejarah layak berperan menyampaikan pesan moral. Sejarah lokal yang diuraikan bukan untuk menumbuhkan rasa kedaerahan tetapi sebagai upaya penyadaran bahwa masyarakat merupakan bagian terpenting dalam pembentukan suatu bangsa dan memunculkan kesadaran bahwa setiap individu merupakan bagian dari pelaku sejarah dan dapat memposisikan diri untuk membuat sejarah bukan hanya larut dalam sejarah.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca, sehingga dapat menjadi bagi penulis untuk jenjang berikutnya.
( Anak Agung Ratnani, Pemerhati Budaya Nusantara )

DAFTAR PUSTAKA

Serat Kekancingan Ngrewat Silsilah Putra wayah Tedhak Turunipun K.T.Poesponegoro, karya K.Ng.Agus Sunyoto

B. Kinloch, Graham. Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi. Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Craib, Ian. Teori-teori Sosial Modern. Jakarta: CV. Rajawali, 1986. de Graaf, H.J. Disintegrasi Mataram di bawah Mangkurat I. Jakarta: Pustaka Gofiti Pers, 1987
Puncak Kekuasaan Mataram. Jakarta: Pustaka Utomo Grafis, 1990
Gresik Tempo Doeloe
Kartodirjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium sampai Imperium. Jakarta: Gramedia, 1992
Kasdi, Aminuddin. Pahlawan Penguasa Masura Atas Hegemoni Jawa. Yogyakarta: Jendela, 2003.
Kuntowujoyo. Metodologi Sejarah. Jogyakarta: Tiara Wacana, 1884
Marwati, Djonoed, Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Depdikbud, 1981
Munif, Moh. Hasjim. Pioner dan Pendekar Syiar Islam Tanah Jawa & Tapak Tilas Kota Gresik. Gresik: Abdi Putra Al-Mustakhimi, 1995
Mustakim. Babad Gresik “Historiografi” Tradisional Tentang Gresik 1374-1880. Gresik: 2005
Gresik dalam Panggung Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Bureka, 2007
Kemelut Segitiga: Perang antara Tandes dengan Giri tahun 1745 M. naskah Kesejahteraan Dinas P&K Propinsi Jatim, 2005
Mengenal Sejarah dan budaya Masyarakat Gresik. Gresik: Dinas P dan K Kabupaten Gresik. 2005.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait