JAKARTA, beritalima.com – Keputusan pemerintah Indonesia mengganti nama perairan di utara Pulau Natuna, Kepulauan Riau, terbukti berhasil menaikkan posisi tawar Indonesia di panggung regional dan global.
Penamaan Laut Natuna Utara menjadi salah satu topik yang dibicarakan Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis dalam kunjungannya ke Indonesia pekan lalu. Dalam kunjungan itu, Mattis bertemu Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Menurut Mattis perairan di utara Natuna adalah sebuah fulcrum atau titik strategis yang menentukan di kawasan yang mereka sebut Indo-Pasifik.
“Bagi Amerika Serikat, keberanian dan keteguhan hati Indonesia mengubah nama di perairan utara Pulau Natuna dari Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara dapat mereka gunakan sebagai pintu masuk untuk mengimbangi pengaruh Republik Rakyat China di kawasan ini,” ujar pengamat hubungan internasional dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Teguh Santosa, dalam keterangan yang diterima redaksi (Rabu, 31/1).
Teguh menambahkan, klaim China atas perairan di Laut China Selatan yang dikenal dengan istilah nine dashed lines telah memicu ketegangan di kawasan. Upaya China membangun pangkalan militer di sebuah pulau di wilayah yang mereka klaim itu pun telah meningkatkan kehati-hatian banyak negara, termasuk Amerika Serikat yang tidak ingin kehilangan kontrol.
“Indonesia kini berada persis di tengah dua kepentingan yang sedang berhadap-hadapan. Terlepas dari siapa yang merasa diuntungkan oleh keputusan Indonesia mengubah nama itu, pemerintah Indonesia harus tetap mengedepankan kepentingan nasional,” sambung Wakil Rektor Universitas Bung Karno (UBK) itu lagi.
Perubahan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara di perairan utara Pulau Natuna diumumkan Indonesia pertengahan tahun lalu bersamaan dengan peluncuran peta baru NKRI. Nama perairan itu diubah mengiringi penyelesaian sengketa batas wilayah antara Indonesia dengan Malaysia dan Vietnam.
Selain mengubah garis biru putus-putus menjadi garis biru utuh, Kemenko Kemaritiman juga menuliskan nama Laut Natuna Utara di utara Pulau Natuna yang masuk dalam wilayah perairan Indonesia.
Teguh sebelumnya mengatakan bahwa penggunaan nama Laut Natuna Utara itu sebuah tindakan yang brilian, yang juga menegasakan kedaulatan Indonesia, selain di saat bersamaan memperlihatkan penghormatan kepada perdamaian dan stabilitas kawasan.
Apresiasi juga disampaikan Teguh kepada mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli dan deputi Menko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno yang menginisiasi pembuatan peta baru NKRI dan penamaan Laut Natuna Utara.
“Strategi Pak Rizal Ramli terbukti berhasil menaikkan posisi tawar kita di hadapan Amerika Serikat dan China. Setelah ini, kita harus hati-hati mengelolanya. Jangan terjebak pada kepentingan sempit salah satu pihak, tetapi harus menjadikan kepentingan nasional sebagai pedoman,” kata Teguh lagi.
Keputusan Indonesia mengubah nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara sempat memancing kontroversi dan protes keras dari Republik rakyat China.
Pemerintah Indonesia pun sempat terlihat goyah, sebelum akhirnya memastikan tetap menggunakan nama baru itu. [***]