JAKARTA, Beritalima.com– Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyayangkan pernyataan Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostik, Adil Fadhilah Bulqini yang menolak meminta maaf setelah lima karyawan perusahaan itu kedapatan menjual rapid test Covid-19 bekas di Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara.
Padahal tindakan sangat berbahaya, karena bisa meningkatkan ancaman lonjakan kasus positif selanjutnya dan menyangkut kepercayaan publik kepada sistem testing Covid-19. Karena itu, Polda Sumut menetapkan lima tersangka yang mendaur ulang stik swab test antigen untuk digunakan lagi dengan cara mencuci.
Mereka PM selaku Branch Manajer Laboratorium Kimia Farma, berperan sebagai penanggungjawab laboratorium dan menyuruh melakukan penggunaan cutton buds swab antigen bekas. Tersangka SR; DJ; M dan R dengan peran masing-masing.
“Pernyataan menolak meminta maaf menunjukkan, yang bersangkutan kurang tanggap betapa merusaknya kejadian ini pada tingkat kepercayaan publik terhadap fasilitas testing yang ada,” kata Ketua bidang Pelayanan Masyarakat DPN Partai Gelora Indonesia, Styandari Hakim, Sabtu (1/4).
Menurut Tyan, sapaan Styandari Hakim, pimpinan dan pembuat kebijakan harus paham, penanganan Covid-19 ini urusan hidup dan penghidupan.
“Bayangkan berapa banyak nyawa yang terdampak akibat ulah orang tak bertanggungjawab ini, belum lagi kerugian ekonomi jika terjadi lonjakan kasus positif akibat kegagalan screening.”
Karena itu, partai Gelora meminta agar pemerintah menegaskan kembali sense of urgency (keterdesakan) dalam penanganan pandemi Covid-19 terutama dalam menghadapi resiko kembali terjadinya surge atau lonjakan kasus positif Covid-19 pada masa libur Hari Raya Idul Fitri 1442 H ini.
Partai Gelora juga mengingatkan situasi lonjakan kasus positif di India yang tidak terkendali mencapai 18 juta lebih dengan kematian dua ratus ribu lebih sebagai sebuah peringatan bagi Indonesia agar tidak bernasib seperti India.
“Rabu lalu kasus positif di India bertambah 379 ribu orang, menunjukkan betapa ganasnya Covid-19 jika tak ditangani dengan baik. Apalagi dengan adanya varian-varian baru dari virus tersebut yang semakin memudahkan penularan dan mempersulit testing,” tandas Tyan.
Singapura , kata Tyan, baru mengumumkan terjadi pertambahan kasus positif di komunitas melonjak seminggu terakhir ini sehingga pemerintah tengah mempertimbangkan memberlakukan kembali pembatasan aktivitas dan karantina wilayah. “Ini menunjukkan, kita tidak bisa menganggap remeh potensi lonjakan positif yang mungkin terjadi.”
Upaya vaksinasi yang dijalankan Pemerintah sangat baik. Sayang jika upaya itu tak dibarengi disiplin. Juga diperlukan tindakan tegas terhadap pihak yang tidak bertanggungjawab berusaha mencari keuntungan pribadi di tengah pandemi, termasuk pimpinan dan pengambil keputusan yang tidak punya sense of urgency dalam menangani pandemi ini.
Gelora mengusulkan Pemerintah mempertimbangkan untuk memfokuskan vaksinasi pada wilayah zona merah tanpa memandang kategori agar dapat mengejar target penurunan tingkat infeksi di sana. “Penduduk wilayah itu berpotensi menularkan Covid-19 ke daerah lain sehingga perlu dijadikan prioritas vaksinasi,” kata dia.
Tyan mengajak disiplin menjalankan protokol kesehatan dan melakukan vaksinasi agar pandemi Covid-19 dapat cepat diatasi. “Masyarakat harus punya sense of urgency dalam mendukung dan melaksanakan program penanganan pandemi Covid-19 ini jika ngin melindungi orang yang kita cintai dan kembali beraktivitas seperti biasa,” demikian Styandari Hakim. (akhir)