Suara Dari Rimba Raih Adinegoro Kategori Televisi

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com – Setelah melalui diskusi yang ketat hingga malam hari, para juri Anugerah Jurnalistik Adinegoro Kategori Televisi – Nurjaman Mochtar, Immas Sunarya, Imam Wahyudi memutuskan features news televisi berjudul “Suara Dari Rimba” karya Anton Bachtiar Rifa’I yang ditayangkan Liputan 6 SCTV 13 Desember 2018 menjadi peraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2018 Kategori Televisi.

“Topik yang diangkat menarik dan unik. Ceritanya pendek, tapi berhasil menyampaikan pesannya. Kami sangat menghargai keberanian dari produser storyt iru untuk keluar dari hiruk-pikuk gambar kerumunan orang. Dia mengambil tema pinggiran yang jarang dipikirkan orang. ltulah bagian dari penilaian kami atas topik, pesan, bahasa visual, komposisi, dan kualitas gambar yang dikemasnya nienjadi karya yang layak mendapatkan urutan pertama,” jelas Nurjaman Mochtar, Ketua Dewan Juri Kategori Televisi.

Karya Anthon Bachtiar Rifa’I ini, jelas Nurjaman Mochtar, adalah hasil karya tim SCTV – Anton Bachtiar R, Frets Ferdinand. dan Iwan Setiawan – yang dikemas secara apik dan mampu menarik keingintahuan tentang Suku Anak Dalam, bagian dari rakyat Indonesia yang melakukan hak pilihnya.

“Kita jadi ingin tahu bagaimana Suku Anak Dalam sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih untuk menentukan nasib bangsa ini lima tahun ke depan. Apakah mereka sudah tahu 01 dan A2,” tandas Nurjaman yang banyak menjadi pembicara dan konsultan di bidang pertelevisian ini.

Menurut Immas Sunarya, juri lainnya. “Suara Dari Rimba” ini memilih topik yang sangat spesifik dengan lokasi yang cukup jauh dari hiruk-pikuk ibu kota. Menampilkan Suku Anak Dalam, suku terasing di Sorolangun Jambi.

“Topiknya memiliki keunikan tersendiri, ditambah bahasa daerah tersendiri pula. Dikemas dengan baik. Khusus menampilkan siaran radio lokal untuk memberikan edukasi terhadap Suku Anak Dalam tentang Pemilu agar mereka memahaminya. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang juga harus menikmati pesta demokrasi, menampilkan salah satu wakil dari Suku Anak Dalam sebagai penerjemah agar pesan dari siaran radio tersebut dapat dimengerti masyarakat suku tersebut. Tayangannya jadi menarik dan unik,” tutur Immas Sunarya.

Pesannya mudah dicerna semua pihak. “Sangat komunikatif. sangat sederhana dalam artian mudah dipahami. Visual, komposisi kualitas gambar cukup menarik. Tata editing cukup
bagus,” tambah Immas Sunarya.

Menurut Immas, produser betul-betul berusaha menampilkan sesuatu yang berbeda dari hiruk-pikuk pesta demokrasi. “Mungkin orang lain tidak terpikirkan kehidupan di pedalaman
yang tidak tersentuh kampanye. Namun, dengan mengangkat tema ini, pesta demokrasi diharapkan dapat menyentuh semua penduduk Indonesia tanpa kecuali. Sangat menggugah
penonton,” papar Immas Sunarya.

Berdurasi Pendek Sarat Informasi Senada dengan kedua juri. Imam Wahyudi menyatakan, tayangan ini berdurasi pendek tapi
sarat infbrmasi. “Suara dari Rimba” berisi hasil liputan inisiatif dari sebuah LSM di Jambi untuk menjangkau suku-suku rimba yang tersebar di rimba Bukit Dua Belas, Jambi, melalui siaran radio komunitas. Berbekal peralatan sederhana dan pemancar dengan daya jangkau 12 * 24 krn. Stasiun Radio Suara fumba menyebarkan berbagai informasi, termasuk informasi tentang pemilu dengan bahasa yang dipahami anak rimba. Dalam program wawancara, jika narasumber berbahasa Indonesia, penyiar akan menerjemahkannya ke dalam bahasa suku rimba. Begitu sebaliknya.

Story ini paket pendek. Bukan ‘long formaf’. Namun, dalam durasi yang pendek, tim mampu mengemas dan menyampaikan pesan inti dengan efektif dan impresif. Ini bisa terjadi karena mereka jeli dan tekun dalam mencari dan merekam shot shot dan natuyal sountl yang mampu “bercerita”.

Ketika dijahit dalam satuan-satuan sequence, natural sound dalam shot-shot itu tidak dihilangkan dan diganti dengan musik dan voice o,*er sebagaimana yang sering terjadi. Natural sound dalam shot-shot itu dibiarkan mengambang meskipun lambat. Beberapa di antaranya bahkan ditonjolkan (upsound) tanpa voice over sehingga memungkinkan penonton mendapatkan impresi utuh mengenai realitas yang diliput.

“Dari story ini, penonton antara lain bisa melihat dan mendengarkan bagaimana suasana yang terbangun saat penyiar
radio mewawancarai Ketua KPUD Jambi dan kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa suku rimba,” tutur Imam Wahyudi.

Persisnya, tambah Imam, penonton juga diajak bukan hanya menonton, tetapi juga mendengarkan bagaimana seorang pria suku rimba mengotak-atik radio mini miliknya untuk menangkap siaran Radio Suara Rimba dan mendengarkan siaran bersama keluarganya di dalam gubuk di hutan. Selain story telling, beberapa shot yang diambil untuk membangun
paket ini juga menarik. Enak dilihat.

“Jadi kami sepakat. isu yang diangkat dalam story ini adalah isu pinggiran. jauh dari hingar-bingar isu politik yang nyaris seragam di tingkat nasional. Namun, isu ini menarik dan secara substantif penting serta inspiratif,” ujar Imam Wahyudi. (rilis)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *