Magelang, beritalima.com| – Komunitas yang menamakan dirinya Forum Masyarakat Borobudur Bangkit (FMBB), memberikan pernyataan kritisnya, terkait rasa keprihatinan dan kepekaaan melihat situasi dan kondisi masyarakat di sekitar kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
FMBB menyoroti, masyarakat sekitar Candi Borobudur, saat ini menderita dikarenakan dampak sosial, ekonomi dan budaya atas kebijakan yang diambil para pemangku kepentingan Candi Borobudur yang abai dengan situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya.
Karena terjadi dikotomi dalam pelestarian Candi Borobudur antara Pengelola pada sektor Konservasi dan sektor pariwisata yang terlihat tidak padu dan cenderung mengorbankan kepentingan masyarakat demi ego sektoral dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian Candi Borobudur.
Beberapa hal yang dinilai FMBB bertentangan, seperti pembatasan pengunjung ke struktur Candi sejumlah 150 orang per jam/sesi, merefer pada penghitungan Phsical Carrying Capacity yang terlihat tidak faktual, sekedar mendasarkan pada opini nilai keausan Candi yang tidak obyektif sehingga secara tidak langsung menjauhkan dan mencabut hak masyarakat lokal dari budayanya untuk turut merawat, menjaga, dan melestarikan (nguri-uri) Candi.
Penerapan Heritage Impact Assessments (HIA), dinilai tak sesuai dengan panduan dasar Heritage Convention Unesco terkait keseimbangan antara Pelestarian dan Pembangunan yang hanya bertumpu pada kegiatan Konservasi namun mengabaikan tiga hal lain, yaitu kesejahteraan masyarakat, pengembangan wilayah dan kepuasan wisatawan.
Lalu soal pemindahan ribuan pedagang Asongan, Mikro atau UKM dari Zona 2, merefer pada Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dibawah 4 persen digantikan oleh Usaha besar (Prana Borobudur) yang menjual makanan, oleh-oleh dan cendera mata lainnya adalah kebijakan tak memihak pada masyarakat kecil yang tinggal di sekitar kawasan Borobudur.
Berangkat dari beberapa keresahan dan keprihatinan tersebut, FMBB menyampaikan tujuh (Sapta) Dharma tuntutan yaitu:
- Pembukaan penutupan pintu 1, 2 dst Candi Borobudur untuk pengunjung agar perputaran ekonomi di kawasan Ngaran 1, 2 Jl Medang Kamulan, Jl. Badrawati, Jl. Balaputradewa dan sekitarna hidup kembali.
- Tidak lakunya dagangan yang dijual Pedagang Pasar Kujon sehingga menimbulkan; pemiskinan, konflik antar pedagang, dan problem sosial lainnya memerlukan dukungan Voucer Pembelanjaan yang di blended/include dengan penjualan Tiket Candi Borobudur.
- Penolakan Pembukaan restoran Prana Borobudur di zona 2 yang menjual, makanan, souvenir, dan oleh-oleh yang mengingkari Kesepakatan Bersama dan menjadikan Pasar Seni Kujon Sepi dan semakin tidak laku.
- Pemenuhan hak pedagang Sentra Kerajinan dan Makanan Borobudur (SKMB) yang sampai saat ini belum mendapat kios untuk berdagang di Kawasan Candi Borobudur.
- Pembatasan pengunjung dengan jumlah diatas 10.000 orang per hari dan menolak pembatasan pengunjung 1200 orang per hari atau 150 orang persesi yang menjadikan Kawasan Borobudur sepi.
- Mendukung Revisi Perpres No.88 tahun 2024 tentang Rencana Induk Pariwisata Nasional (RIPDN) dan Perpres No 101 tahun 2024 tentang Tata Kelola Kompleks Candi Borobudur.
- Mendukung masyarakat lokal untuk berperan aktif sebagai pengelola Candi Borobudur.







