Sukamta: Pemerintahan Jokowi Baiknya Tidak Bisnis Vaksin Dengan Rakyat Indonesia

  • Whatsapp
Anggota DPR Sukamta pada diskusi Reformasi Partai Politik: Melanjutkan Agenda Reformasi dan Menyelamatkan Demokrasi, Jakarta, Kamis (12/12). Foto: Ricardo/JPNN.com

JAKARTA, Beritalima.com– Anggota Komisi I DPR RI membidangi luar negeri dan pertahanan, Sukamta mengingatkan Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak melakukan bisnis vaksin dengan rakyat Indonesia.

Menurut wakil rakyat dari Dapil Provinsi Yogjakarta tersebut, wacana pemerintah membagi dua skema pemberian vaksin yaitu ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) bagi masyarakat kurang mampu dan yang mampu membayar nantinya akan menimbulkan banyak polemik dan masalah baru.

Alasan pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran, kata Sukamta, sangat masuk akal. Namun, Pemerintah dilarang membisniskan vaksin dan membiarkan vaksin liar di pasaran. Belajar dari pengalaman rapid test dan PCR yang batasan harganya tidak diatur Pemerintah membuat penyedia layanan bebas menentukan harga. “Masyarakat kemudian jadi korban,” papar Sukamta kepada awak media di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/9).

Sukamta menduga, sejak awal Pemerintahan Jokowi memang hanya mau mengalokasikan anggaran untuk rakyat miskin. Buktinya menurut perhitungan yang dilakukan doktor lulusan Inggris ini, besaran alokasi vaksin hanya Rp 55 trilliun.

“Anggaran ini sesuai dengan kebutuhan bagi lebih dari 180 juta jiwa penduduk Indonesia yang terdiri dari kategori BPJS kelas tiga 132,6 juta jiwa ditambah 44,5 juta jiwa yang belum terdaftar BPJS,” kata laki-laki kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 6 April 1967 tersebut.

Lebih detail, Sukamta menjabarkan, berdasarkan kesepakatan pembelian bulk vaksin dengan Sinovac 8 dollar Amerika Serikat (AS) kemudian ditambahkan perkiraan biaya fill and packing 2 dollar AS, harga per dosis vaksin 10 dollar AS.

Menggunakan perhitungan kurs Rp15.000,-/ dollar maka per vaksin dijual seharga Rp150.000,- sehingga dibutuhkan anggaran untuk 2 kali vaksin sebesar 53 trilliun.

Peserta BPJS kelas Satu dan Dua 91,4 juta jiwa bila membeli vaksin mandiri dari negara dengan harga per vaksin 25 dollar AS.

Sesuai info awal dari Pemerintah, diperoleh hasil penjualan vaksin Rp 68,5 trilliun. “Perhitungan ini bisa membuat pemerintah mendapatkan untung besar dari bisnis jual beli vaksin,” papar Sukamta.

Karena itu, Sukamta memberikan peringatan kepada pemerintah jika tetap menggunakan skema menjual vaksin bagi masyarakat yang mampu harus membuat regulasi yang jelas. Potensi bisnis vaksin Covid-19 bagi Indonesia luar biasa mencapai 68,5 trilliun. Tepat jika produksi dan distribusi diserahkan kepada Bio Farma.

Kemampuan Bio Farma sudah teruji dalam memproduksi vaksin dan antisera serta pengalaman mendistribusikan vaksin dari pemerintah ke seluruh wilayah Indonesia. Namun, apabila vaksin di jual bebas, bisa dipastikan Bio Farma akan bersaing dengan banyak perusahaan yang akan terjun untuk mengimpor dan menjual vaksin secara mandiri. “Akibatnya, jika tidak ada regulasi maka pasar bebas harga vaksin akan terjadi.”

Perputaran uang di bisnis vaksin 2020 diprediksi Zion Market Research mencapai USD 59,2 miliar atau setara dengan Rp858,4 Triliun (kurs Rp 14.500 per USD). Akibat pandemi virus Corona, tiga tahun ke depan menurut Fortune Business Insight nilai bisnis vaksin dunia akan menjadi UD 65,1 miliar dan 2027 melonjak lagi menjadi USD 104,87 miliar. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait