Sultan: Amandemen Kelima Jawaban Kebutuhan Tata Negara Kita

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Hadir sebagai panelis dalam rilis hasil survei opini publik nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dengan tema ‘Sikap Publik Nasional Terhadap Amandemen Presidensialisme dan DPD’, Minggu, (20/6), Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin memberikan beberapa poin masukan.

Dikatakan, bicara amandemen UUD 1945 harus murni dari kepentingan masa depan bangsa. Tak boleh ada dari sudut kepentingan lain. “Konstitusi itu dinamis, sesuai kondisi, sehingga living constitution, konstitusi yang hidup. Tentu sangat terbuka dilakukan amandemen, selama dasar dan tujuan tidak berubah,” ujar Sultan.

Dari landasan itu, kata Sultan, amandemen kelima semestinya dilakukan. Tentu dengan semangat dalam menyempurnakan amandemen sebelumnya (1 sampai 4). Persoalan kebangsaan bukan terletak di hilir (pemangku kebijakan), tetapi justru akarnya terletak disektor hulu, yaitu dimana konstitusi kita mesti disempurnakan.

“Sebenarnya masalah ada di hulu. Kita tidak bisa meminta Pemerintah berbuat lebih. Kita tidak bisa menyalahkan Pemerintah. Karena pemerintah hanya menjalankan Konstitusi dan UU. Karena itu, kalau membenahi di sektor hilir, pekerjaan itu tak akan menyelesaikan substansi dari masalah yang ada secara fundamental.

“Jadi, amandemen ke-5 harus kita songsong dengan menggelorakan semangat melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa dan negara ini”, tegas senator muda dari Dapil Provinsi Bengkulu tersebut.

Sultan juga menyampaikan, penting secara konstitusional melihat DPD RI sebagai lembaga representatif yang merupakan perwakilan masyarakat di daerah. Penataan fungsi kelembagaan DPD RI harus menjadi salah satu poin utama yang mesti didorong dalam wacana amandemen UUD 1945.

Dikatakan, fakta menunjukan restrukturisasi parlemen atas kehendak UUD menciptakan tiga pilar dalam kamar legislasi Indonesia yakni MPR-DPR-DPD. Secara konstitusional MPR bersifat incidental, DPR bersifat legislatif, sedangkan DPD bersifat co-legislatif.

Pelaksanaan peran ketiga lembaga parlemen itu menimbulkan dinamika yang tak seimbang. Diskriminasi peran, fungsi dan kewenangan dirasakan sangat mempengaruhi kualitas legislatif secara umum. DPR mendapat mandat penuh dari konstitusi sebagai lembaga legislatif, MPR secara fungsional lebih bersifat ad hock, sedangkan DPD tidak memiliki keistimewaan berarti selain hak saran dan usul.

“Keberadaan lembaga Negara yang setara secara eksistensial, dengan legitimasi yang kuat dan senjang secara fungsional itu merupakan anomali dalam praktik parlemen Indonesia sehari-hari,” jelas mantan Wakil Gubernur Bengkulu tersebut.

DPD RI sebagai kelembagaan sangat mendorong adanya keseimbangan dari fungsi dan wewenangnya. Penting melalui amandemen UUD 1945 ini dapat dijadikan momentum dalam merefleksikan beberapa permasalahan yang telah ditinggalkan oleh keputusan dimasa lalu.

“Kami (DPD RI-red) bersepakat amandemen kelima merupakan jawaban dari proses berlembaga dan menata ketatanegaraan kita, bukan hanya berpikir pada kepentingan sesaat. Tapi menjangkau seluruh kepentingan bangsa jauh dimasa yang akan datang,” tutur Sultan

Dalam kesempatan ini, Sultan juga menyoroti mengenai Presidential Threshold (PT) yang dapat memberikan beberapa dampak negatif terhadap kehidupan demokrasi Indonesia seperti terjadi beberapa tahun belakangan ini.

Pemberlakuan PT sangat menganggu kehidupan demokrasi Indonesia. Ada beberapa dampak yang mesti dikaji secara bersama untuk dijadikan bahan evaluasi. Seperti terbatasnya calon yang akan maju dalam kontestasi Pilpres, membatasi anak bangsa yang punya kapasitas kepemimpinan nasional, terbatasnya saluran pilihan konstituen terhadap sikap politiknya.

“Bahkan hilangnya peran partai kecil dihadapan partai besar terhadap keputusan mengenai calon bersama. Maka kita mendorong UU Kepemiluan juga dapat mempertimbangkan penghapusan ambang batas tersebut”, ungkap Sultan.

Jadi, amandemen kelima harus dijadikan momentum melalukan koreksi
menyeluruh. Atas kekurangan dari Amandemen 1999-2002. “Dan, kita mesti memastikan di dalam amandemen hanya ada semangat kolektif untuk membangun sebuah pedoman bersama dalam mencapai kehidupan bangsa Indonesia menjadi lebih baik.”

Sultan mengatakan, konstitusi Indonesia juga mendukung persiapan agar Indonesia bangkit menjadi bangsa yang berdaulat, besar dan mandiri. Apalagi 2045, bangsa ini akan memasuki bonus demografi, dimana usia produktif akan mendominasi populasi penduduk.

“Jika kita salah, bukan bonus demografi yang kita dapat, tapi bencana demografi berupa beban angkatan kerja yang akan kita hadapi. Karena usia produktif melimpah, sementara lapangan kerja untuk anak bangsa tidak ada, dipastikan pengangguran dan kemiskinan akan meningkat.

“Selain itu, yang terpenting amandemen harus tetap menjadi refleksi serta evaluasi kita bersama, khususnya sejauh mana telah berjalan sebagai perwujudan amanat reformasi. Jadi amandemen adalah bukan hal tabu yang mesti diwacanakan, justru merupakan keniscayaan dalam perjalanan dalam kehidupan berbangsa,” demikian Sultan Bachtiar Najamudin.

Acara Live Rilis Survei Opini Publik Nasional dan Webinar SMRC juga diikuti Panelis: Ade Armando (Direktur Komunikasi SMRC), Bivitri Susanti (Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), Ahmad Doli Kurnia Tanjung, Ahmad Basarah, Hidayat Nur Wahid, Lestari Moerdijat, Benny K Harman.
(akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait