JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin memberikan dukungan kepada Badan Legislasi DPR RI atas pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
“Upaya terhadap tindakan pidana harus dikuatkan melalui pembentukan regulasi yang tepat. Pola kejahatan semakin berubah. Karena itu, kita harus menyesuaikan dengan dinamika yang ada melalui UU. Dan, saya yakin kedua RUU itu tak hanya memberikan efek jera kepada koruptor dan pelaku tindak pidana lainnya, tapi juga berorientasi kepada pencegahan transaksi keuangan yang berpotensi melanggar hukum,” kata Sultan dalam keterangan pers yang diterima awak media, Jumat (2/4).
Senator muda itu menjelaskan, korupsi merupakan kejahatan yang telah mengakar dalam kehidupan berbangsa di Indonesia, mulai dari pemerintah, wakil rakyat, hingga para penegak hukum. Korupsi adalah kejahatan yang harus diberantas dengan cara luar biasa, karena telah menyengsarakan rakyat, menghambat pembangunan, baik fisik dan non fisik.
“Pada dasarnya, faktor pemicu seseorang melakukan tindak korupsi salah satunya ialah keserakahan, dan yang dikejar pelaku kejahatan bermotif ekonomi adalah kekayaan. Dan, sesungguhnya para pelaku tersebut takut akan kemiskinan,” ungkap Sultan.
Karena itu, kata Sultan, kita wajib mendukung kedua RUU tersebut, sebab negara memang sudah semestinya punya kewenangan (khusus) formil dalam mengeksekusi pengembalian kerugian yang berasal dari tindak korupsi, narkoba, perpajakan, kepabeanan, cukai dan tindak pidana dengan motif ekonomi lainnya.
Saat ini, benar apa yang dikemukakan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tambah Sultan, tanpa RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Indonesia punya kekosongan UU yang dapat dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk menyamarkan hasil tindak pidana.
Semua yang melawan hukum berkaitan korupsi atau tindak pidana lainnya mendapat hukuman bukan hanya dipenjara, tetapi juga dimiskinkan. Ini agar setelah pelaku melewati masa hukuman, tidak melakukan lagi kejahatan bahkan tidak dapat menikmati kembali harta yang dimilikinya dari hasil perbuatan melawan hukum. “Dan, ini dapat menghindari orang untuk berbuat kejahatan,” Sultan.
Kedua RUU itu merupakan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Nawacita 2014-2019 dan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kedua RUU itu telah di tingkat pemerintah. “Dalam pertemuan beberapa waktu lalu dengan Presiden, Menko Polhukam, Mensesneg, dan Menkumham sudah disetuhui RUU itu dibahas,” tutur Dian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III dengan PPATK, Rabu (24/3).
Mantan wakil Gubernur Bengkulu juga menyampaikan, yang diharapkan dari kedua RUU itu untuk meningkatkan efektifitas pemberantasan tindak pidana ekonomi, memperkuat kinerja sistem keuangan dan perekonomian nasional bisa terwujud asalkan komitmen dan integritas penegak hukum berada pada cita-cita yang sama.
“Selain kita mendorong regulasi kepada kedua RUU ini dapat disahkan, juga menginginkan aparat penegak hukum punya komitmen kuat untuk menjalankan aturan itu nanti. Selama ini upaya hadirnya sebuah regulasi seringkali bertolak belakang dengan fakta di lapangan,” beber Sultan.
Keterangan Menko Polhukam, Pemerintah melanjutkan pembahasan RUU tentang Perampasan Aset. Kendati begitu, dia mengungkapkan, ada pihak yang takut apabila RUU Perampasan Aset itu disahkan. RUU Perampasan Aset sebetulnya pernah diusulkan masuk Proglenas). Namun, DPR tidak menetapkan RUU itu sebagai prolegnas prioritas. (akhir)