Catatan: Yousri Nur Raja Agam MH
HARI Rabu, 21 September 2922, Perguruan Sumatera Thawalib Parabek di Parabek di Ladang Laweh, Kecamatan Banuhampu, Bukittinggi Agam, merayakan Ulang Tahun ke 112.
Perguruan agama Islam tertua dan terbesar di Pulau Sumatera ini, telah melahirkan ratusan ribu alumni. Tidak hanya dari berbagai wilayah di Indonesia, tetapi juga berasal dari Singapura, Malaysia, Brunei dan Patani Thailand.
Sekokah agama yang kini disebut “Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek Bukittinggi Agam” ini, memang sudah tua. Mendahului kehadiran Pondok Pesantren (Ponpes) lain di Indonesia. Ponpes besar di Sumatera Barat ini sudah melahirkan ulama dan negarawan.
Sekolah ini, didirikan oleh sang mahaguru dari Mekah, Arab Saudi, yang juga berasal dari Minangkabau, yakni Syekh Ahmad Chatib al Minangkabawi. Waktu itu, pada 1910, Luthan bin Musa pulang membawa ke Indonesia. Sang mahaguru pada ijazahnya, nama Luthan bin Musa diubah menjadi Ibrahim Musa.
Akhirnya kehebatan Ibrahim Musa memang luar biasa, beliau mendapat julukan terhormat menjadi Syekh Ibrahim Musa. Tetapi selain menjadi Syekh Ibrahim Musa Parabek, nama popularnya adalah Inyiak Parabek.
Kisahnya, setelah pulang ke tanah air, tahun 1910, Ibrahim Musa mendirikan sebuah surau yang dibangun dengan tangan sendiri. Pada tahun 1918 atau delapan tahun kemudian ia mengajak Inyiak Deer, atau Haji Karim Amrullah, ayah Hamka, membangun lembaga pendidikan bernama Sumatera Thawalib.
Inyiak Parabek merupakan ulama kharismatik Minangkabau. Bersana dia ada Syekh Tajir Jalaluddin, Syekh Karim Amrullah, Inyiak Canduang, Inyiak Jambek, Syekh Abdul Latif Syakur, Syekh Abbas Qdi Ladang Laweh, Inyiak Canduang, Syekh Abbad Padang Japang, Syekh Saad Mungka, Syekh Jamil Jah, Sykeh Thaib Umar serta sederatan panjang nama ulama Minang yang hingga kini tak tertirukan.
Keberhasilan Inyiak Parabek sebagai murid dari Syech Ahmad Chatib ak Minangkabawi, juga menjadi perhatian beberapa guru agama dari Pulau Jawa. Mereka juga berguru kepada guru yang sama di Mekah. Di.antaranya KH Ahmad Dahlan yang mendirikan Perkumpulan Muhammadiyah tahun 1912 dan KH Hasjim Asyari yang mendirikan NU (Nahdlatul Ulama) tahun 1926.
Secara kebetulan, saat Ibrahim Musa mendirikan Thawalib Parabek, Pemerintah Kolonial Belanda, juga mendirikan pabrik semen di Indarung Padang. Sehingga saat ayah Buya Hamka bergabung mendirikan Mesjid Parabek tahun 1918, langsung pula memanfaatkan produksi Semen Padang, pabrik Indarung. Dalam proses pengembangan Sumatera Thawalib Parabek ini, di tahun 1942, ada seorang insinyur sipil bangsa Indonesia, bernama Sukarno ikut melakukan penelitian. Orang yang kemudian akrab disapa sebagai Bung Karno itu, menjamin bahwa bangunan Masjid Jami’ Parabek ajang tahan lama.
Pada hari Rabu, 21 September Ini berlangsung resepsi puncak Milad atau HUT ke 112. Ada kenaikan dalam penyebutan nama Perguruan Sumatera Thawalib Parabek ini. Kendati terletak di Kabupaten Agam namun dalam akta dusebut Bukittinggi. Maka jadilah Sumatera Thawalib Parabek Bukittinggi Agam.
Dengan kenaikan itu, maka setiap ada acara serimonial di Ponpes Sumatera Thawalib ini, kedua kepala daerah yakni Walikota Bukittinggi dan Bupati Agam selalu hadir. Bahkan, yang cukup menggembirakan, selain lokasi kampus berada di Kabupaten Agam, Walikota Bukittinggi Ernan Safar, di tengah puluhan ribu orang santri dan masyarakat yang hadir, berjanji akan menyiapkan lahan untuk tambahan kampus di Kota Bukittinggi. (*)