JAKARTA, Beritalima.com– Partai Golkar harus kembali kepada filsafat demokrasi. Dengan begitu, partai berlambang Pohon Beringin tersebut bakal menjadi partai besar dan modern karena mendapat dukungan, kepercayaan serta dipilih oleh rakyat.
Hal tersebut diungkapkan politisi senior Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa menanggapi merosotnya raihan kursi partai yang saat ini diketuai Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto itu dalam beberapa pemilu legislatif pada era reformasi.
Pada pemilu 1999, Partai Golkar yang banyak mendapat hujatan dari masyarakat berada pada posisi kedua raihan kursi untuk DPR RI. Posisi teratas ditempati PDIP dengan 153 kursi. Golkar berada pada posisi kedua dengan 120 kursi dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 58 kursi.
Lima tahun kemudian, Partai Golkar mampu menyodok PDIP ke posisi teratas perolehan kursi DPR RI. Partai Golkar yang kala itu dinakhodai Akbar Tandjung meraih 129 kursi, meninggalkan jauh pesaing utamanya, PDIP yang hanya mendapatkan 109 kursi. Sedangkan, PPP tetap tertahan pada posisi ketiga dengan 58 kursi.
Setelah sukses pada pemilu legislatif 2004, raihan kursi Partai Golkar pada pesta demokrasi berikutnya terus melorot. Pada pemilu 2009, posisi Partai Golkar disodok Partai Demokrat dengan 148 kursi. Partai Golkar berada pada posisi kedua dengan 108 kursi dan menyusul PDIP 93 kursi.
Pada pemilu 2014, Partai Golkar tetap berada pada posisi kedua. Namun, raihan kursi Partai Golkar berkurang, menjadi 91 kursi. PDIP masih tetap sebagai pemenang pemilu legislatif dengan meraih 109 kursi.
Demikian pula pada pemilu serentak 17 April lalu, Partai Golar berada pada posisi kedua dengan 85 kursi. PDIP pada posisi teratas dengan 128 kursi dan posisi ketiga disodok Gerindra dengan 78 kursi, meninggalkan jauh PPP. “Jadi, kalau Partai Golkar ingin didukung, dipercaya dan dipilih rakyat, Partai Golkar harus kembali kepada filsafat demokrasi,” kata Agun.
Agun mengaku, menjelang pelaksanaan Munas yang tinggal menunggu hitungan hari banyak Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I dan II sebagai pemegang hak suara dikumpulkan, diarahkan dan diintimidasi
Konyolnya, ada kandidat atau tim sukses dari kandidat yang begitu berambisi memenangkan kursi ketua umum Partai Golkar pada Munas nanti yang melakukan praktek disumpah pakai Al Qur’an. “Itu kan konyol. Kalau pernyataan rilis yang begitu keras, ya saya memaklumi,”kata Agun.
Dia berharap, hal tersebut tidak benar-benar terjadi. Ia yakin semua akan kembali membangun semangat demokrasi. Dalam kubu Airlangga, diyakini masih banyak orang yang berpikir tentang demokrasi.
“Banyak kader muda di sana, banyak calon pemimpin 2024, yang harus leading maju ke depan dari pada terjebak pada suatu situasi yang akhirnya tak konsisten demokrasi. Saya mikir, mereka akan bergeser kembali ke demokrasi yang sejatinya,” kata Agun.
Terkait dengan ada wacana dari salah satu kubu menggelar Munas tandingan seperti yang terjadi 2015, Agun menyebutkan, itu merupakan bentuk peringatan agar ke depan Partai Golkar jangan lagi terpecah.
“Kalau menurut saya, ini bentuk peringatan. Jadi, harus kita terima kan dengan lapang dada. Buat kita semualah bukan hanya untuk timnya Pak Airlangga maupun Pak Bambang Soesatyo. Buat kita semua, termasuk buat diri saya,” demikian Agun Gunandjar Sudarsa. (akhir)