JAKARTA, Beritalima.com– Ketua Umum Forum Anti Korupsi&Advokasi Pertanahan (FAKTA), Anhar Nasution SE MM melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Surat tertanggal 16 Juli 2019 tersebut berkaitan dengan masalah pembebasan lahan untuk relokasi korban bencana gempa dan tsunami yang melanda Palu, Donggala dan Sigi, Sulawesi Tengah, Oktober tahun lalu.
Dalam surat tertanggal 16 Juli 2019 itu Anhar mengucapkan selamat kepada Jokowi yang terpilih untuk kedua kalinya memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan. Bahkan Anhar mendoakan semoga Allah Tuhan Yang Masa Kuasa menjaga dan melindungi beliau dalam menjalankan tugasnya.
Anhar juga mengapresiasi kinerja Presiden Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla 2014-2019. Sebagai elemen masyarakat yang peduli kepada penegakan hukum khususnya di bidang pertanahan, informasi yang didapat FAKTA, sekitar 146 hektar tanah untuk rekolasi korban bencana alam akhir Oktober tahun lalu di Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala).
Bahkan proses pembangunan rumah di atas lahan yang direlokasi itu sedang berjalan terutama di daerah Donggala. Hampir seluruh lahan yang dilokasikan milik masyarakat setempat dan juga sudah dilakukan pembayaran.
Begitu juga lahan di daerah Sigi, tepatnya di Desa Pombawe yang kebetulan lahannya merupakan Hak Guna Usaha (HGU) sehingga tinggal diserahkan saja oleh pengguna HGU.
Lain halnya di Palu yang berada di Desa Duyu, Tondo dan Talise yang merupakan lahan milik beberapa perusahaan swasta. Mengacu kepada UU No: 2/2012 Tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Dalam UU itu disebutkan, setiap tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum, pemerintah wajib membayar ganti rugi. Ganti rugi harus harus appresial (penilaian ekonomi-red) dan disepakti pihak pembangun dengan perusahaan pemilik tanah.
Namun, untuk rekolasi korban bencana di Palu ada kecendrungan terjadi negosiasi antara pemerintah yang diwakili Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan pihak swasta tersebut.
Malah ada kesan pihak BPN menghendaki lahan perusahaan itu diserahkan/dihibahkan begitu saja untuk pembangunan rumah bagi korban bencana Palu.
Kehendak BPN agar perusahaan swasta menghibahkan tanahnya untuk relokasi korban bencana selain menyalahi aturan juga menimbulkan ketidak harmonisan BPN dengan perusahaan swasta tersebut.
Ketidak harmonisan dan sengketa berkepanjangan antara Pemerintah dalam hal ini oknum BPN dengan pihak perusahaan pemilik lahan sangat patut diduga telah terjadi negosiasi tawar menawar dan bahkan dugaan pemaksaan sepihak oleh oknum BPN untuk mengambil lahan dengan tidak membayar ganti rugi.
“Ada kesan oknum BPN bermain dan mencari keuntungan pribadi serta kelompok dengan cara meminta perusahaan menghibahkan tanah mereka untuk korban bencana. Sedangkan anggaran untuk ganti rugi masuk ke kantong pribadi dan kelompok oknum BPN tersebut,” kata Anhar.
Jika hal ini terjadi, patut diduga kuat ada niat jahat menyelewengkan dana Pemerintah atau dana yang bersumber dari sumbangan pihak ketiga (donatur) untuk pengadaan keseluruhan lahan untuk relokasi tersebut yang berjumlah sekitar 146 hektar.
“Untuk itulah dengan segala kerendahan hati, kami memberanikan diri bersurat kepada Bapak Presiden yang kami sangat yakin setelah mendengar, membaca dan menyaksikan langsung pidato Bapak melalui media bahwa ketuklusan dan tekad Bapak untuk membangun dan memperbaiki birokrasi dan tatanan pemerintahan menjadi lebih baik lagi pada periode kedua ini,” demikian Anhar Nasution. (akhir)