JAKARTA, Beritalima.com– Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengeluarkan Surat Keputusan No: 1524/KPTS/M/2020 tanggal 22 Oktober 2020 tentang Pengintegrasian Sistem Pengumpulan Tol, Penetapan Golongan Jenis Kendaraan Bermotor dan Besaran Tarif Tol Pada Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated.
Dalam surat ini diputuskan, pengoperasian Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated dilakukan secara terintegrasi dengan Jalan Tol Jakarta-Cikampek, sehingga dibutuhkan adanya penyesuaian tarif terhadap kedua ruas tol itu.
“Pengoperasian terintregasi kedua ruas jalan tol ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan karena adanya efisiensi transaksi dan distribusi beban lalu lintas antara Tol Jakarta-Cikampek dan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated. Strategi pengintegrasian ini patut mendapatkan dukungan,” kata anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama kepada Beritalima.com, Jumat (13/11) siang.
Soalnya, ungkap wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut, hal itu dapat meningkatkan kinerja lalu lintas, baik dari sisi kecepatan tempuh, waktu perjalanan maupun dari sisi kapasitas jalan tol.
Kecepatan rata-rata untuk arah Jakarta maupun sebaliknya mengalami perbaikan, yang semula dibawah 50 Km/Jam meningkat menjadi sekitar 57 km/Jam. Perbaikan kecepatan rata-rata dan waktu tempuh ini secara tidak langsung tentu menghebat biaya logistik.
Namun, kata Suryadi, dari sisi penyesuaian tarif ada sedikit catatan yang perlu diperhatikan, sebab distribusi kenaikan tarif yang ditetapkan belum memenuhi rasa keadilan. Ini memberikan kesan, kebijakan Pemerintah tampaknya belum berpihak kepada penurunan biaya logistik secara total.
Seperti diketahui bahwa prosentase kenaikan tarif ditetapkan secara merata untuk seluruh golongan kendaraan 30 persen untuk jarak terjauh, untuk jarak terdekat rata-rata kenaikannnya 300 persen. Padahal, dengan kondisi saat ini saja biaya logistik di Indonesia masih sangat tinggi.
Hasil penelitian Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia 2017, ongkos logistik Indonesia mencapai 23,5 persen. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan sejumlah negara ASEAN lainnya seperti Thailand (13,2 persen), Malaysia (13 persen) dan Singapura (8,1 persen).
Pada sisi lain, kata Suryadi, menurut hasil survei UP2M Universitas Indonesia, kenaikan tarif Golongan I untuk jarak terjauh masih lebih rendah dari hasil survei tentang kesanggupan pengguna tol jarak pendek untuk membayar (Willingness to Pay). Rata-rata WtP pengguna Golongan I untuk jarak terjauh Rp 29.500,- sedangkan tarif yang ditetapkan Pemerintah adalah Rp20.000,-
“Di sini seharusnya pemerintah bersikap arif, sebab sebagaimana kita ketahui pengendara Golongan I secara umum adalah mereka yang menggunakan jalan tol untuk keperluan pribadi. Baik itu untuk keperluan berangkat ke tempat kerja maupun untuk keperluan rekreasi,” jelas anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini.
Seharusnya, kenaikan tarif untuk Golongan I bisa ditetapkan lebih tinggi, sedangkan untuk Golongan lainnya yang merupakan kendaraan untuk distribusi barang seharusnya dikenakan kenaikan yang lebih kecil. Hal ini untuk menekan kenaikan biaya logistik yang saat ini sudah tinggi, sebab tentu kenaikan biaya logistik bakal berpengaruh terhadap harga barang, mereka adalah masyarakat luas yang saat ini sudah terpukul tingkat konsumsinya.
Penetapan tarif tol yang lebih tinggi untuk pengguna Golongan I akan mengarahkan pengguna mobil pribadi beralih ke angkutan massal yang saat ini sudah cukup tersedia dan akan diberikan alternatif baru berupa rencana adanya LRT Jabodebek lintas Bekasi Timur-Cawang.
Jadi, jangan sampai kenaikan tarif yang tidak pas ini menyebabkan ruas tol Jakarta Cikampek dan tol Jakarta Cikampek II Elevated kembali menjadi macet karena terus meningkatnya jumlah kendaraan pribadi.
Padahal Peraturan Presiden (Perpres) No: 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek 2018-2029 menekankan Pembangunan Berorientasi Angkutan Umum (Transit Oriented Development) yang salah satu sasarannya adalah pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan harus mencapai 60 persen dari total pergerakan orang.
Pemerintah juga jangan hanya berfokus melaksanakan Pasal 48 ayat (3) UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi. Pemerintah harus juga secara adil melaksanakan segera Pasal 53A dan Pasal 104 UU No: 11/2020 tentang Cipta Kerja bahwa rest area jalan tol dialokasikan paling sedikit 30 persen dari total luas lahan area komersial untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Karena itu, Fraksi PKS meminta Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau kembali kenaikan tarif tol Jakarta Cikampek dan tol Jakarta Cikampek II Elevated agar tidak memicu kenaikan biaya logistik karena ini berdampak kepada UMKM yang sekarang ini mengandalkan transaksi jual beli secara online dimana ada variabel ongkos pengiriman yang nenggunakan fasilitas jalan darat agar lebih hemat.
Fraksi PKS mendorong Pemerintah agar mengendalikan jumlah kendaraan yang melintas dengan menaikkan tarif secara proporsional terhadap Willingness to Pay dari pengguna dan lebih gencar mempromosikan penggunaan angkutan massal bagi pengendara mobil pribadi (Golongan I).
“Fraksi PKS juga mempertimbangkan volume kendaraan yang belum normal dengan segera menaikkan tarif jalan tol demi mendongkrak kinerja keuangan PT Jasa Marga Tbk yang rendah seperti sebelum wabah pandemi virus Corona (Covid-19), demikian Suryadi Jaya Purnama. (akhir)