JAKARTA, Beritalima.com- Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Joko Widodo (Jokowi) yang berpasangan dengan Muhammad Jusuf Kalla (JK) berjanji, bila dirinya dipercaya rakyat sebagai Presiden, Pemerintah yang dia pimpin tidak bakal mengimpor beras.
Sebenarnya, apa yang disampaikan Jokowi itu bukanlah sesuatu yang luar biasa karena pada masa Orde Baru, Indonesia yang dipimpin Presiden Soeharto pernah swasembada beras. Bahkan, pendahulu Jokowi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia juga sempat swasembada beras.
Namun, janji Jokowi dalam kampanye itu hanya trik untuk meraih simpati dan suara dari rakyat. Janji bekas Walikota Solo tersebut hanya isapan jempol saja, karena sampai sekarang, Pemerintahan yang dipimpin Jokowi setiap tahun mengimpor beras dari negara produsen.
Itu diamini anggota Komisi IV DPR RI membidangi Pertanian, Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LH), drh Slamet. Kepada Beritalima.com, Kamis (14/1) pagi, wakil rakyat Dapil IV Provinsi Jawa Barat itu membuktikannya dengan impor beras 2019.
Kala itu, Pemerintahan Jokowi mengimpor beras 444,5 ribu ton dan pada tahun berikutnya 261,8 ribu ton. “Meski Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) sebelumnya mengatakan, 2018 Indonesia tidak perlu impor beras sampai 2020 karena cadangan beras melebihi batas aman. Namun, kenyataannya 2019 Indonesia masih impor beras 444,5 ribu ton dan tahun berikutnya 261,8 ribu ton,” kata Slamet.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini mengatakan, pernyataan Dirut Bulog tersebut ternyata tidak bisa menjadi pegangan dan itu hanya klaim sepihak serta tidak sejalan dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang hobi impor beras.
Lebih jauh Slamet mengatakan, menjelang Pilpres 2014, selain swasembada beras, Jokowi juga menjanjikan bakal berusaha untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri dari produksi petani kedelai lokal. “Janji tersebut juga jauh dari kenyataan.”
Saat harga kedelai meroket, Presiden Jokowi mengatakan kenapa kita tidak bisa menyetop impor kedelai seperti kita berhasil tidak impor beras selama 2 tahun (2019-2020). ”Itu adalah sebuah pernyataan yang keliru dari seorang kepala negara. Beliau berbicara tanpa data,” kata dia.
Malahan, ungkap Slamet, pada masa Pemerintahan Jokowi, impor bahan pangan terjadi besar-besaran. Yang paling besar adalah impor beras 2018 dimana sedikitnya 2,25 juta ton beras impor masuk ke Indonesia sehingga menyebabkan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) Bulog berlebih. Jadi, kelebihan stok CBP yang ada di Bulog itu bukan hasil dari produksi petani lokal, melainkan kelebihan impor.
“Jadi, kelebihan itu bukan karena produktifitas panen kita yang meningkat signifikan tetapi karena impor yang berlebihan. Wajar Bulog mengatakan tidak perlu impor. Namun, kenyataannya dalam kondisi begitu pemerintah tetap impor. Masalah kedaulatan pangan Indonesia seperti yang dijanjikan Jokowi masih jauh dari harapan,” demikian drh Slamet. (akhir)