JAKARTA, Beritalima.com– Usaha Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberantas mafia tanah diberbagai daerah di tanah air belum membuahkan hasil seperti harapan masyarakat.
Masih banyak mafia tanah berkeliaran diberbagai daerah mencari mangsa, salah satunya apa yang terjadi di Bangkinang, Provinsi Riau. Politisi muda yang menjadi wakil rakyat dari Dapil II Provinsi Lancang Kuning, Syahrul Aidi Maazat menyebut, mafia tanah masih berkeliaran di Indonesia.
Imbasnya, ungkap Syahrul, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) di Ruang Rapat Komisi V Gedung Nusantara Komplek Parlemen Senayan, Jalarta, Selasa (2/5), kegaduhan terjadi saat pelaksanaan ganti rugi lahan tol Pekanbaru-Padang ruas Pekanbaru-Bangkinang.
Karena itu, pria kelahiran Kampar, 21 September 1977 tersebut meminta Presiden Jokowi segera memutus mata rantai mafia tanah mulai dari level nasional sampai ke jajaran paling bawah.
“Kebetulan Presiden Jokowi bersama Menteri PUPR ke Riau guna meninjau perkembangan jalan tol Pekanbaru-Padang. Sebagai wakil rakyat, Syahrul diminta bantuan oleh masyarakat setempat terkait pengadaan lahan untuk jalan tol.
“Masalahnya, status lahan setelah penetapan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berubah statusnya dari Hak Penggunaan Lahan (HPL) menjadi HPK Hutan Produksi Konversi,” kata Syahrul Aidi menjawab Beritalima.com, Rabu (27/5) malam.
Dalam keterangan dia, jebolan Al-Bayt University of Jordan tersebut, dia mendengar kabar ada mafia yang bermain pada saat penetapan RTRW itu, di mana kebun-kebun perusahaan diinklaf (dikeluarkan) dari HPK menjadi HPL.
Untuk mengganti itu, diambil lahan masyarakat yang awalnya HPL menjadi HPK. Masyarakat tidak tahu. Masalahnya, ada tanah masyarakat yang saat ini berstatus HPK dan terkena jalur pembangunan jalan tol, masyarakat tidak mendapatkan ganti rugi.
Syahrul minta Kementerian PUPR menyelesaikan persoalan ini. Jangan melakukan pendekatan hukum saja tetapi juga perlu pendekatan sosial. “Kalau hanya melakukan pendekatan hukum semata, masyarakat bakal terzalimi. Orang hukum hanya akan membaca dasar hukumnya saja,” tegas Syahrul Aidi lagi.
Dikatakan Syahrul yang sebelum berkantor di Senayan merupakan wakil rakyat untuk Kabupaten Kampar ini dirinya berbicara mewakili masyarakat dimana daerah itu masuk Dapil dia pada pemilu legislatif 2019.
Selain meminta Kementerian PUPR menyelesaikan amsalah ini, Syahrul mengatakan, juga bakal melakukan koordinasi dengan Kementerian Lingkuan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai status lahan masyarakat ini. “Jangan melalui pendekatan hukum semata karena status HPK lahan masyarakat ini baru di 2018,” tegas Syahrul.
Status lahan yang dipolemikkan masyarakat tersebut berada di Desa Kualu Nenas Kabupaten Kampar. Herman merupakan salah satu warga terkena imbas.
Herman menyebut, lahan warga yang terkena HPK sekitar 50 hektar dengan pemiliknya sekitar 50 Kepala Keluarga (KK). Warga telah mengelola lahan tersebut sejak 1965 dan letaknya tidak jauh dari wilayah perkampungan. (akhir)