SURABAYA – beritalima.com, Setelah menjalani persidangan secara marathon di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Akhirnya Huang Renyi, seorang warga Negara Tiongkok yang menjadi terdakwa pada kasus tabrakan yang menyebabkan dua korbannya meninggal dunia, dijatuhi hukuman penjara selama 10 bulan. Selasa (17/12/2024).
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Surabaya yang menuntut Huang Renyi dengan penjara 1 tahun
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Toniwidjaya Hilly menyatakan Huang Renyi terbukti bersalah melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sehingga dijatuhi vonis 1 tahun penjara.
Atas vonis tersebut, JPU maupun terdakwa menyatakan pikir-pikir.
Kasus tabrakan yang menyebabkan dua gadis asal Manggarai Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut meninggal dunia terjadi pada Minggu 01 September 2024 sekitar pukul 18.41 WIB di Jalan ROW 30 Tahap II Grand Pakuwon Surabaya, tepat di depan Cluster Brisbane Blok JD-17 Nomer 30.
Saat itu Huang Renyi dalam kondisi tak mampu melakukan pengereman laju mobilnya, tetapi malah menginjak pedal gas sehingga menabrak sepeda motor listrik yang dikendarai kakak beradik Dionisia Mbelong dan Kristiani Kasi secara berboncengan.
Tak hanya menabrak, mobil Pajero yang dikendarai Huang Renyi juga menyeret tubuh kedua korbannya sejauh 20 meter.
Akibatnya, korban Dionisia Mbelong meninggal dunia hari itu juga setelah 10 menit dibawah kerumah sakit Bhakti Dharma Husada. Sementars korban Kristiani Kasi menyusul meninggal dunia pada Selasa 03 September 2024.
Menyikapi putusan itu, Robert Mantini selaku kuasa hukum dari Huang Renyi mengatakan kalau putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim sangatlah obyektif dengan mempertimbangkan fakta hukum yang sebenarnya.
“Terkait kelaian, itu bukan hanya menjadi tanggung jawab sopir, tetapi korban juga lalai karena sesuai Permenhub Nomer 45 Tahun 2020. Sepeda listrik tidak boleh dipakai di jalan raya,” katanya.
Selanjutnya tambah Robert, fakta yang meringankan lagi adalah adanya permintaan maaf dan ada santunan kepada keluarga korban yang diwakili ahli warisnya.
“Juga ada perjanjian kesepakatan di point 6 yang menyatakan keluarga atau ahli waris tidak keberatan apabila Jaksa sekali penuntut umum menuntut ringan dan majelis hakim memvonis ringan,” tambahnya.
Sementara itu, H. Edy Wijaya yang adalah majikan dari kedua korban merasa kecewa. Dia berharap putusan dari hakim tersebut dibawah ke tingkat banding. Sebab Edy menilai putusan itu terlalu ringan. (firman)