Agar pertumbuhan ekonomi di Jatim tetap stabil dan terus bisa berjalan dengan baik di tengah ketidakpastian ekonomi pada tahun 2017 nanti. Maka pemprov. Jatim dalam Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo membuat kebijakan untuk terus menggenjot penjual produk daerah (UKM) ke pasar dalam negeri atau pasar antar daerah ( provinsi), dengan begitu pertumbuhan ekonomi Jatim tetap bisa dipertahankan pada 5,6 persen.
Pernyataan tersebut disampaikan Pakde Karwo, saat memberikan paparan pada acara Diskusi Masa Depan ( Out Look 2017 dengan tema “ Meningkatkan Peran daerah, menjaga Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di tengah Ketidakpastian Global” di Ruang isyana Ballroom, Bumi Hotel Surabaya, kamis ( 1/12) siang.
Menurut Pakde Karwo, mengapa kebijakan Jatim memilih cara dengan menggenjot penjualan hasil produk daerah (UKM) ke daerah lain atauprovinsi lain yakni pasar dalam negeri? Semua itu dilakukan karena pasar luar negeri ( eksport) kita turun drastis jadi sudah tidak mungkin lagi Jatim melakukan eksport lagi. Eksport Jatim ke Asean dalam 6 bulan ( bahan pupuk) totalnya Rp 1 milyar 30 juta minus laos. “ Sebab, dengan situasi yang tidak menentu seperti sekarang ini semua negara sudah memprotek (menutup) Negara masing-masing baik untuk eksport maupun import. Jadi yang bisa kita lakukan hanyalah dengan menggenjot penjualan ke pasar dalam negeri yakni pasar antara provinsi saja,” tegasnya.
Dijelaskan, bagaimana caranya agar Jatim tetap eksis pasarnya dalam negeri yakni perdagangan antar provinsi. Caranya hanya satu yaitu harga barang yang dijual harus lebih murah dengan produk dari daerah lain,seperti produk dari Jateng, Jabar atau dari Bali. “Agar Jatim bisa menjual dengan harga murah, maka ongkos pembiayaan bunganya harus lebih rendah,” tambahnya.
Selain biaya ongkos yang ditekan bunganya, lanjut Pakde Karwo, agar mampu bersaing dengan pasar adalah mutu produk UKM Jatim juga harus terus diperhatikan dan ditingkatkan. Untuk bisa memenuhi permintaan pasar, maka industry manufactur pertama harus memperhatikan kondisi mesinnya, kedua Sumber daya manusianya harus professional ( Vocasional/ menggunakan tenaga terampil) dan yang ketiga adalah pembungkusnya. Ketiga hal ini benar- benar harus diperhatikan oleh semua pihak tidak hanya pemilik usaha saja melainkan pemerintahpun harus ikut turun tangan dengan memberikan bantuan pelatihan khusus packaging yang dilaksanakan di kabupaten/.Kota.
Selanjutnya Pakde Karwo mengatakan, pengaruh yang sangat mendominasi terhadap turun- naiknya harga barang di pasar salah satunya adalah kebijakan yang dibuat pemerintah. Contohnya, kebijakan harga beras di pasaran terus naik dan tidak pernah stabil. Ini semua karena pemerintah ikut –ikutan dengan mengeluarkan kebijakan tentang harga beras. Sementara harga minyak dan terigu cenderung stabil karena pemerintah tidak ikut ambil tentang kebijakan harga barang- barang tersebut.
Untuk itu, lanjutnya, agar harga barang di pasar tetap stabil dan tidak turun – naik, maka pemerintah kalau mengeluarkan kebijakan hendaknya sedikit memperhatikan dan berkompromi dengan masyarakat kecil. Sebagai contoh, ongkos distribusi barang ke Singapore lebih murah disbanding ongkos barang ke Makasar. Yakni ongkos barang dari Surabaya ke Singapore hanya sebesar Rp 2.000.000,-, sementara ongkos kirim barang dari Surabaya ke makasar biayanya jauh lebih mahal yaknmi mencapai Rp 11.000.000,-
Kebijakan seperti itu, seharus dirombak total agar kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah khususnya untuk logistic dan coneksity itu benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat. Sehingga ongkos pengiriman barang antar provinsi tidak mahal dan harga jual barang di tempat/daerah penerima barangpun bisa ditekan dan murah.
“Jadi, tambah Pakde, inflasi itu terjadi karena banyak keputusan pemerintah yang menjadikan harga barang- barang naik,” jelas Pakde Karwo. (Humas Pemprov Jatim/Dil/Bram, Rizal)