MADIUN, beritalima.com- Mediasi kedua gugatan perbuatan melawan hukum dengan pengggugat Wilis Setia Budi dan Yusuf Anwari, warga Jalan Margo Bawero, Kota Madiun selaku penggugat, melawan pimpinan Bank Bukopin Cabang Madiun selaku tergugat serta BPN Kabupaten Madiun dan notaris Muhamad Ali Fauzi, selaku turut tergugat I dan II, yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Madiun, Jawa Timur, kembali deadlock, Kamis 17 September 2020.
Karena deadlock atau tidak ada Dading (persetujuan atau perjanjian tertulis secara damai untuk menyelesaikan atau menghentikan sengketa atau perkara-red) antara penggugat dengan tergugat, gugatan berlanjut ke meja hijau.
Gugatan ini muncul, berkaitan dengan polemik pinjaman penggugat sebesar Rp.6.828.800.000 kepada tergugat dengan jaminan enam sertifikat hak milik.
Menurut kuasa hukum penggugat, Usmanbaraja, SH, sebenarnya sudah ada itikad baik dari kliennya dengan menyerahkan semua aset yang menjadi agunan melalui surat kuasa menjual Nomor 410 tanggal 31 Mei 2018. Termasuk akta penyerahan, kuasa pengosongan dan lain lain di hadapan notaris Muhamad Ali Fauzi.
Memang sebelumnya, pinjaman para penggugat sejak tanggal 3 April 2018, sudah dikategorikan macet oleh PT Bank Bukopin Tbk Cabang Madiun.
Namun meski tahun 2018 sudah ada surat kuasa menjual dari penggugat, pada tahun 2019, Bank Bukopin masih melakukan penagihan, merekam dengan video dalam rumah penggugat dan melakukan pemasangan papan nama atau plang dengan tulisan “Bahwa Tanah dan Bangunan Ini Dalam Penguasaan PT Bank Bukopin, Tbk Cabang Madiun”.
“Atas perbuatan tersebut, klien saya merasa keberatan dan merasa tertekan secara psikis karena dibuat malu kepada tetangga, keluarga dan rekan mereka. Padahal penggugat sudah menandatangani surat kuasa menjual tanggal 31 Mei 2018. Terus apa artinya surat kuasa menjual di hadapan notaris, kalau pihak Bank Bukopin masih melakukan itu,” ucap Usmanbaraja SH, usai sidang.
Menurutnya lagi, atas perbuatan pihak Bank Bukopin melakukan genagihan, kliennya merasa seperti diteror secara psikologis.
“Tidak boleh pihak kreditur (PT Bank Bukopin) melakukan penagihan dengan sewenang wenang kepada debitur,” tandasnya.
Untuk itu, dalam petitumnya, penggugat memohon kepada pengadilan untuk menyatakan perbuatan tergugat adalah melawan Hukum (onrechtmatige daad) yang diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Selain itu, penggugat mohon agar menghukum tergugat membayar uang inmaterial secara tunai sebesar Rp.15 miilyar kepada penggugat setelah putusan perkara aquo mempunyai kekuatan kukum tetap (inkracht van gewijsde) dan menetapkan uang paksa (dwangsom) sebesar satu juta rupiah per hari jika tergugat lalai melaksanakan isi putusan sejak perkara mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurutnya lagi, gugatan ini dilakukan agar menjadi pembelajaran antara kreditur dan debitur akan hak dan kewajiban masing masing.
“Sekali lagi, tidak boleh pihak kreditur sewenang wenang cara menagih kepada debitur. Apa lagi klien saya ini sudah ada itikat baik dengan menyerahkan aset agunan kepada pihak Bank Bukopin. Bahkan sudah memberikan kuasa menjual aset tersebut guna pelunasan kewajiban klien saya,” tutur pengacara kondang di Madiun ini.
Terkait gugatan ini, legal officer Bank Bukopin yang hadir dalam persidangan, tidak mau memberikan komentar kepada wartawan.
Sedangkan turut tergugat dari BPN dan notaris Ali Fauzi, akan mengikuti proses persidangan, karena hanya sebagai turut tergugat. (Dibyo).