SURABAYA – beritalima.com, Nasib miris dialami Eka Suci Rusdianingrum SH,.Mkn. Berniat mempertahankan Hak Retensinya sebagai seorang Notaris malahan di polisikan oleh Achmad Miftach Kurniawan dengan tuduhan penipuan dan penggelapan bahkan sempat empat hari ditahan.
Untungnya pada 11 Februari 2020 Polresta Sidoarjo berdasarkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) No SPPP/44.E/V/RES.1.11/2021/Satreskrim telah menghentikan perkaranya. Sekarang giliran Notaris Eka Suci Rusdianingrim menggugat Achmad Miftach Kurniawan dan PT Sabrina Laksana Abadi. Gugatan itu teregister dengan Nomor perkara 193/Pdt.G/2023/PN.Sda tanggal 26 Juni 2023 dan akan mulai disidangkan pada 16 Juli 2023.
Hal ini diungkapkan Notaris Eka Suci Rusdianingrum kepada beritalima.com, sebagai hak jawab atas pemberitaan yang dilempar kubu Achmad Miftach Kurniawan. Jum’at (30/6/2023).
“Saya merasa dirugikan, awalnya saya dengan Achmad Miftach berhubungan baik. Saya yang mengajari dia untuk mendirikan PT. Saya yang menguruskan REInya, saya yang menguruskan bisnis dia untuk rumah-rumah bekas, Pajak dan PBBnya saya yang bayari dari awal,” kata Notaris Eka Suci.
Kemudian sekitar Agustus tahun 2017 Achmad Miftach bersama istrinya naik haji. Saat sebelum naik haji istrinya menitipi Cek kepada Notaris Eka Suci Cek untuk membayar apa yang sudah dia kerjakan selama ini.
“Dari pembayaran Rp 300 juta berupa Cek di 2017 itu, tanggungannya dia selama 2016 hingga 2017 kepada saya totalnya Rp 405 juta termasuk bayar tiket pesawat untuk ketemu pendana. Jadi masih kurang Rp 105 juta untuk rumah-rumah bekasnya. Dia itu setiap mau memberikan pekerjaan Perijinan kepada saya selalu memasang tarif, jadi saya tidak pernah membuat bujuk rayu sedikitpun ke dia. Dia sendri yang bilang ‘bu Eka kerjakan’,” lanjut Eka Suci.
Tahun 2018 Notaris Eka Suci diserahi oleh Achmad Miftach Kurniawan dalam kapasitasnya sebagai direktur PT Sabrina Laksana Abadi untuk mengurusi perijinan dengan kesepakatan harga total untuk AV Plan, Risalah Pertimbangan Teknis, Izin Lokasi, Peil Banjir, Garis Sempadan Saluran untuk 21 hektar senilai Rp 3.145.000.000, namun hanya dibayar Rp 575.000.000 adapun cara bayarnya dicicil baik secara tunai maupun transfer,” lanjutnya lagi.
Tanggal 16 Oktober 2019, Notaris Eka Suci menagih Achmad Miftach dengan surat somasi tagihan resmi, akan tetapi dibalas oleh Achmad Miftach surat somasi penarikan sertifikat pada bulan Nopember 2019 dengan tanpa membahas upaya penebusan asli perijinan yang ada pada Notaris Eka Suci yang telah dia kerjakan.
“Dugaan saya Achmad Miftach tidak membahas hal tersebut dikarenakan dia telah meminta copy-copy perijinan dari dinas terkait. Hal tersebut terbukti dari copy perijinan yang sudah dishare di group WA, terkecuali untuk permintaan copy/salinan risalah pertimbangan teknis, yang merupakan produk BPN. Saya dipanggil oleh Pejabat BPN guna mengkonfirmasi mengapa PT Sabrina Laksana Abadi mengajukan permohonan tersebut,?Sedangkan sepengetahuan BPN Risalah Pertimbangan Teknis saya yang kerjakan. Dan saya jawab sambil memperlihatkan bahwa asli perijinannya masih saya simpan, karena pembayaran feenya belum dilunasi,” tandas Notaris Eka Suci.
Notaris Eka Suci juga menampik tuduhan tidak mengerjakan balik nama sertifikat PT Sabrina Laksana Abadi yang diviralkan oleh Achmad Miftach di media sosial dan online.
“Jadi saya bukan diserahi kerjaan balik nama sertifikat PT Sabrina Laksana Abadi sebagaimana diviralkan. Melainkan karena bayar jasa Achmad Miftach yang belum lunas. Saya juga tidak diserahi Achmad Miftach pembayaran uang untuk bayar pajak balik nama (SSBPHTB). Bagaimana sertifikat bisa selesai balik nama, kalau jasa penurunan hak dan pajak-pajaknya saja tidak dibayar. Tidak mungkin sertifikat selesai,” pungkas Notaris Eka Suci Rusdianingrum SH,.Mkn.
Sebelumnya DR. Anner Mangatur Sianipar SH,.MH,.CTA kuasa hukum dari Notaris Eka Suci mengatakan, gugatan itu dilayangkan bukan hanya karena Polresta Sidoarjo pada 11 Februari 2020 telah menghentikan penyidikan perkara terhadap kliennya. Namun karena kantor hukumnya yakni AMS Law Firm sudah dua kali mengirimkan somasi terhadap Achmad Miftach Kurniawan tidak di indahkan.
“Kami juga sudah mengirimkan somasi pertama No. 63/AMS/Som./V/2023 tanggal 8 Mei 2023 dan somasi kedua No. 77/AMS/Som./V/2023 tanggal 17 Mei 2023 kepada Achmad Miftach Kurniawan dan PT Sabrina Laksana Abadi namun tidak di indahkan,” katanya di Premier Inn Hotel Jalan Ir.H.Juanda Sidoarjo. Senin (26/6/2023).
DR. Anner menceritakan sedikit ikhwal hubungan kerja antara Notaris Eka Suci Rusdianingrum dengan Achmad Miftach Kurniawan. Termasuk surat pernyataan tertanggal 2 Maret 2019 dengan Hak Retensi.
Juli tahun 2018 Eka Suci yang berprofesi sebagai seorang Notaris pernah didatangi Achmad Miftach Kurniawan untuk diberikan pekerjaan Pembuatan Akta Pendirian Perseroan Terbatas (PT) Sabrina Laksana Abadi. Termasuk diberikan juga pekerjaan untuk mengurusi perijinan yang diperlukan oleh PT Sabrina Laksana Abadi, sebagai developer untuk membangun perumahan maupun melakukan jual beli tanah kavling.
“Terhadap beberapa item pekerjaan itu Notaris Eka Suci telah mengeluarkan uang sekitar Rp 3 Miliar,” katanya.
Untuk beberapa item pekerjaan yang sudah dikerjakan tersebut, Notaris Eka Suci telah mengeluarkan uang sekitar Rp 3 Miliar yang dituangkan dalam surat pernyataan tertanggal 2 Maret 2019 dengan Hak Retensi yang berbunyi “dengan ini menyatakan bahwa atas pengajuan pinjaman/penjualan tanah dan/atau bangunan atas SHM atau SHGB Nomor berapapun yang saya transaksikan kepada siapapun dan memberikan Hak Retensi atas Sertifikat tersebut kepada Notaris Eka Suci Rusdianingrum SH.MKn, maka saya memerintahkan kepada siapapun bahwa segala uang hasil penjualan tanah/bangunan tersebut ataupun saya memerintahkan bahwa segala bentuk pencairan pinjaman wajib dibayarkan sebesar 50 persen dari total pencairan pada rekening Eka Suci Rusdianingrum SH.Mkn, guna pembayaran perijinan PT Sabrina Laksana Abadi”
“Hak Retensi artinya menurut hukum perdata adalah hak menahan barang pihak lain manakala orang itu belum menyelesaikan kewajibannya. Notaris itu seperti advokat berhak menahan dokumen milik Klien kalau belum dilunasi. Tapi ketika sudah dilunasi semua dan si pemberi kuasa menarik haknya tidak diberikan maka itu baru terjadi penipuan atau penggelapan,” ungkap DR. Anner.
Ketika ditagih haknya, pihak Achmad Miftach malahan membuat ulah hingga terjadi putus hubungan kerja karena Notaris Eka Suci ini tidak mau menyerahkan dokumen-dokumennya.
‘Kan kesepakatan disini tertuang dengan catatan bahwa seluruh asli maupun copy dokumen Perijinan yang telah selesai diurus akan diserahkan, jika dinyatakan pembayaran telah lunas oleh Notaris, untuk setiap item Perijinan yang telah selesai diurus. Berarti ini secara hukum sesuai Pasal 1320 KUHPerdata ada kesepakatan dan kesepakatan yang dibuat secara sah itu berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata mengikat sebagai undang-undang sehingga harusnya tidak boleh dibatalkan sepihak namun harus persetujuan dua belah pihak,” lanjut DR. Anner lagi.
Lalu Notaris Eka Suci diteror dan ditekan. Salah satu caranya untuk menekan adalah dengan jalan melaporkannya ke Polresta Sidoarjo dan kemudian Notaris Eka Suci ditetapkan sebagai tersangka bahkan pernah mengalami penahanan.
Akibatnya, psikis, modal dan ekonomi Notaris Eka Suci yang jatuh tidak ada lagi Kliennya yang percaya mengurusi urusannya melalui dia. Bahkan Kliennya dia yang ada dulu juga menarik berkas-berkasnya karena dianggap sebagai Notaris yang bermasalah.
Stigma negatif itu diperkuat lagi dengan statemen-statemen Achmad Miftach Kurniawan sampai tahun 2022 diberbagai media seakan-akan Notaris Eka Suci ini sebagai seorang penipu.
“Dengan cara ini Achmad Miftach Kurniawan berhasil, sehingga Ibu Notaris ini menyerah hingga akhirnya dokumen-dokumen itupun diserahkan. Kita khawatir kedepannya para penegak hukum ini dimanfaatkan semacam menjadi penagih. Dokumen-dokumen itu sudah diserahkan oleh Polres kepada Achmad Miftach Kurniawan,” sambung DR. Anner. (Han)