JAKARTA, Beritalima.com– Belakangan wacana amandemen terbatas UUD 1945 terus bergema. Sebagian elit politik ingin memasukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945 dengan melakukan amandemen.
Keinginan elit tersebut, ungkap pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com, Jumat (3/9) petang, memasukan PPHN ke dalam UUD 1945 selayaknya ditolak elemen bangsa pro demokrasi.
Sebab, bapak dua putra yang akrab disapa Jamil tersebut, PPHN pada substansinya tidak harus diatur melalui UUD 1945.
“Ya, PPHN memang penting buat suatu bangsa dan negara. Dengan adanya PPHN, suatu bangsa dan negara memiliki pedoman atau arah dalam membangun. Tidak seperti saat ini,” kata Jamil.
Hanya saja, PPHN tersebut cuma memuat petuntujuk dari perencanaan pembangunan. Karena itu, PPHN selayaknya cukup diatur melalui Ketetapan MPR (TAP MPR).
Memasukan PPHN di TAP MPR, selain secara hukum tetap kuat juga dapat mengunci semua agenda tersembunyi (hiden agenda).
Para ‘penumpang gelap politik’ yang mau memdompleng agenda mereka melalui amandemen UUD 1945 dengan sendirinya menjadi tertutup. Mereka yang ingin presiden tiga periode atau menambah waktu masa presiden hingga 2027 juga bakal gigit jari.
“Semua itu perlu dilakukan, karena pilitik itu dinamis. Celah sekecil apa pun akan dimanfaatkan para petualang politik memasukan agendanya. Karena itu, harus ada upaya kanal politik yang dapat menyalurkan PPHN tapi sekaligus mengunci para bromocora politik untuk melampiaskan nafsu politik dia,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga
. (akhir)