JAKARTA, Beritalima.com– DPD RI tidak menerima dikatakan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menyebutkan opini dari Komite III DPD RI yang menolak dan meminta DPR menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja sebagai pemikiran yang prematur.
Senator perempuan dari Provinsi Jawa Timur yang juga anggota Komite III DPD RI, Evi Zainal Aibidin sangat keberatan dengan penilaian pimpinan Baleg DPR RI tersebut. Bahkan senator kelahiran Pasuruan, 11 Nopember 1976 itu menyebut, statemen yang dilontarkan DPD RI bukan prematur. Malah hal ini menunjukkan kesiapan Komite III DPD RI secara materi terhadap pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja inisiatif Pemerintah tersebut.
“Komite III DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI. Dan, kami sangat berkepentingan untuk memberi pandangan dan pendapat terhadap RUU Cipta Kerja tersebut. Hal ini didasarkan kepada fakta yuridis, terdapat 16 (enam belas) undang-undang yang mencakup bidang tugas Komite III DPD RI yang menjadi muatan RUU Cipta Kerja yang diubah, direvisi atau dinyatakan tidak berlaku sebagian norma-normanya,” tegas Evi.
Senator yang anggota DPR RI 2014-2019 tersebut mengatakan, pandangan Komite III DPD RI terhadap RUU Cipta Kerja berdasarkan hasil temuan dari kegiatan penyerapan aspirasi daerah dan masyarakat ketika reses Februari lalu. Selama reses tersebut, pihaknya mendapatkan beragam aspirasi dari beberapa komponen daerah, masyarakat dan kalangan akademisi.
Saat membahas pasal-pasal yang berkenaan dengan tenaga kerja dan serikat pekerja, kami undang Disnaker Jatim. Saat membahas pasal-pasal yang berkaitan dengan jaminan produk halal, kami libatkan kalangan akademisi Universitas Brawijaya (Unibra), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Islam Negeri (UIN) serta Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Jatim.
“Begitu pula ketika pada membahas pasal-pasal yang terkait dengan perguruan tinggi, kami beraudensi dengan para rektor dari berbagai universitas swasta yang ada di kota Surabaya,” tegas perempuan lulusan Curtin University of Technology, Western Australia tersebut.
Hasil penyerapan aspirasi itu, kata Evi, ditemukan beberapa permasalahan yang sangat mendasar karena bertentangan dengan asas Otonomi Daerah (Otda). Secara subtansi RUU Omnibus Law Cipta Kerja mengembalikan asas sentralistik dalam bernegara.
“Hal itu, tentu saja memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan DPD RI sebagai presentasi daerah, dimana urusan tentang otonomi daerah adalah salah satu kewenangan DPD RI yang diamanatkan oleh konstitusi. Jangan sampai RUU ini hanya dominan dalam peningkatan investasi saja tanpa mempertimbangkan aspek perlindungan lingkungan hidup, hak-hak pekerja, asas desentralisasi dan aspek lain sebagai pertimbangan filosofi dari undang-undang yang akan terkena dampak pencabutan nantinya.”
Evi mencontohkan, RUU Cipta Kerja memang tidak menghapuskan izin Amdal tetapi ketentuan RUU itu mengingkari asas desentralisasi kembali menjadi sentraliasi, dimana izin amdal dan pembuangan limbah yang semula menjadi kewenangan daerah ditarik ke Pusat,” kata dia.
Tidak hanya itu, kata Evi, secara substansi isi RUU Cipta Kerja sangat bertentangan dengan pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 28D Ayat (2) UUD 1945, karena menghilangkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Pandangan dan pendapat Anggota DPD RI dijamin UU bahkan konstitusi, sehingga seharusnya siapapun dapat menghormati pendapat anggota DPD RI baik secara pribadi maupun Lembaga termasuk DPR RI.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, sebagai Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Timur dan pernah juga menjadi Anggota DPR Periode 2014-2019, saya menyatakan siap beradu subtansi dan diskursus RUU Cipta Kerja dengan DPR,” demikian Evi Zainal Aibidin. (akhir)