LUMAJANG,beritalima.com- Banyaknya permasalahan yang ada di kabupaten Lumajang, ada salah satu yang sampai sekarang masih dalam tahap penyelesaian. Problematika yang harus dituntaskan di Lumajang adalah tidak pada posisi yang mudah dituntaskan, hal ini disampaikan bupati Lumajang saat menggelar jumpa pers, Senen (23/12/2019).
Dikatakan bupati Lumajang, Thoriqul Haq M ML (cak Thoriq), bahwa problem mendasar adalah yang seringkali menjadi persoalan yang runtutannya banyak, salah satunya adalah bertahun-tahun persoalan tentang timbangan pasir. Acara jumpa pers yang digelar di ruang Panti PKK kabupaten Lumajang tersebut, dihadiri oleh para awak media dari berbagai media yang mendapatkan undangan. Tak ketinggalan juga jajaran humas pemkab Lumajang juga hadir.
Menurut cak Thoriq, persoalan terkait timbangan pasir itu berefek pada persoalan lain yang berakibat atas stimulan problematika pasir yang ada. “problema yang terjadi misalnya, konflik sosial, ada persoalan di Uranggantung, di desa Jugosari, ada persoalan pembacokan di sumberwuluh, dan ada persoalan jalan tambang yang konfliknya tidak sekedar soal sosialnya, tetapi juga perebutan inkam ekonomi dari masing-masing pelaku pertambangan pasir”, ungkap cak Thoriq.
Masih ungkap cak Thoriq, “Kalau runtutan ini kemudian dipikir hanya satu pihak atau dipikir dalam satu hal saja, maka tidak bisa mengurai persoalan yang lainnya. Oleh karena itu dilakukan penutupan timbangan pasir. Penutupan timbangan pasir ini menyelesaikan runtutan banyak hal, maka berikutnya adalah menyelesaikan persoalan yang ada. Pertanyaannya, apakah menutup, menyelesaikan kontrak, atau menghentikan timbangan pasir itu menyelesaikan masalah, belum. Tetapi sudah mengurai masalah, iya “, tegas cak Thoriq.
“Solusi penyelesaiannya adalah membuat Stokpile Pasir Terpadu, yang dulu saya sebut Terminal Pasir Terpadu. Supaya semua ini bisa mengatasi ketentuan yang ada, kami harus melakukan langkah-langkah kebersamaan tidak satu pintu. Kami telah membuat kesepakatan antara pemkab Lumajang dengan pemerintah provinsi Jawa Timur melalui BUMD kabupaten Lumajang dengan BUMD provinsi Jawa Timur. MOUnya sudah selesai, MOUnya sudah tuntas”, tambah cak Thoriq.
Dengan langkah kebersamaan tersebut, menurut cak Thoriq bisa mengukur kapasitas Stokpile Pasir Terpadu dan dapat menyelesaikan problem tersebut. Misalnya, soal pajak daerah, tentang Stokpile yang hampir semua tidak berijin, apakah pemilik ijin tambang itu sudah selesai atau sudah habis, atau kurang beberapa waktu ijinnya. “Menyelesaikan problem ini satu kesatuan yang komprehensif yang disebut tadi itu Stokpile Pasir Terpadu”, pungkas cak Thoriq.
Dengan sistem seperti ini, tata kelola yang lainnya akan terkontrol. Pajak pasirnya bisa terkontrol, ijin yang dikeluarkan pemerintah provinsi juga bisa dipantau, dam area mana saja yang masih kosong. Sampai hari ini dari data yang ada, sudah ada 600 orang dari perusahaan atau pribadi yang sedang antri untuk menunggu ijin yang dikeluarkan oleh provinsi. (Jwo)