JAKARTA, beritalima.com – Atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 564/Pdt.G/2015 PN-Jkt.Utr, yang telah memenangkan Tan Heng Lok, yang mengklaim sebagai pemilik tanah objek sengketa berdasarkan Perjanjian Pelepasan Hak dengan ahli waris Kiman bin Riban tertanggal 28 Oktober 2014, sebagaimana telah dilegalisir oleh Notaris Jimmy Tanah, SH.,M.Kn di Jakarta Selatan.
Tan Heng Lok sebagai penggugat melawan Perum Bulog sebagai tergugat I dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara sebagai tergugat II. Dalam amar putusan PN Jakarta Utara menyatakan sah dan berkekuatan hukum Girik C Nomor 661 Persil 783 Blok S II seluas 21.470 m2. Dan Girik C 752 Persil 781 Blok S II sekuas 22.405 m2. Dan menyatakan Sertifikat Hak Pakai No.5/Kelurahan Kelapa Gading Barat dan Sertifikat Hak Pakai No.6/Kelurahan Kelapa Gading Barat tidak sah dan tidak mempunyai hukum mengikat sebatas seluas sebagaimana Girik C Nomor 661 Persil 783 Blok S II seluas 21.470 m2. Dan Girik C 752 Persil 781 Blok S II seluas 22.405 m2.
“Tan Heng Lok sering saya temui di pengadilan tapi tidak pernah bertemu dengan orangnya. Ia hadir di pengadilan hanya diwakilkan oleh kuasa hukumnya. Dia sepertinya mapia. Dengan upaya hukum Banding berarti terhadap obyek sengketa belum ada putusan yang berkekuatan bukum tetap (inkracht van gewijsde),” ungkap Yusril Ihza Mahendra, Kuasa Hukum Perum Bulog, Senin (25/9/2017) di kantor pusat Perum Bulog.
Upaya hukum Banding ini dikatakan Yusril, dimaksudkan untuk mempertahankan dan menyelamatkan asset Perum Bulog berupa tanah seluas 502.315 m2 dengan Sertifikat Hak Pakai No.5/Kelurahan Kelapa Gading Barat tertanggal 30 Desember 1993 dan tanah seluas 3.765 m2 dengan Sertifikat Hak Pakai No.6/Kelurahan Kelapa Gading Barat tertanggal 11 Oktober 1994.
“Riwayat perolehan tanahnya telah dikuasai dan ditempati Perum Bulog sejak tahun 1973 berdasarkan penyerahan oleh Departemen Keuangan sebagai Tim Sembilan,” jelasnya.
Lebih lanjut ditegaskan Kuasa Hukum Perum Bulog didampingi Direktur SDM dan Umum Perum Bulog Wahyu Suparyono, setelah menelaah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 564/Pdt.G/2015 PN-Jkt.Utr tertanggak 24 Januari 2017, ditemukan adanya “Akrobatik Pertimbangan Hukum” terkait bukti surat – surat, keterangan saksi – saksi dan ahli yang terungkap dalam sidang sebagai fakta persidangan dan fakta hukum namun diabaikan oleh Majelis Hakim tingkat Pertama. Sehingga Majelis Hakim tingkat Pertama tidak cukup pertimbangan hukumnya dan salah menerapkan hukum dalam putusannya.
“Berdasarkan ketentuan Pasal 199 ayat (1) RBG maupun Pasal 11 ayat (3) UU No.20 tahun 1947, kami dalam Memori Banding mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam tingkat Banding untuk menerima bukti sebagai tambahan, melakukan pemeriksaan terhadap saksi atau ahli baru dari pembanding, melakukan pemeriksaan setempat ulang, dan melakukan pemeriksaan ulang oleh Pengadilan Tinggi terhadap saksi atau ahli yang sudah pernah diperiksa,” tegasnya.
Namun diakui Direktur SDM dan Umum Perum Bulog Wahyu Suparyono bahwa masalah yang menimpa perusahaan menjadi bahan evaluasi di manajemen. Saat ini memang Perum Bulog tengah melakukan penataan aset. dedy mulyadi