Tanah Dan Bangunan Trisila Dieksekusi, Sejak 1967 Tidak Ada Sewa Menyewa Maupun Pinjam Pakai

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Juru Sita Pengadilan Negeri Surabaya melaksanakan eksekusi pengosongan tanah dan bangunan Yayasan Pendidikan Trisila (YPT) yang terletak di Jalan Undaan Nomor 57-59 kota Surabaya. Proses tersebut berjalan lancar tanpa ada perlawanan setelah dikawal Polrestabes Surabaya, Kejaksaan Negeri Surabaya, Camat dan Koramil. Kamis (30/1/2025).

Eksekusi itu dilaksanakan sebagai kelanjutan putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 221/Pdt.G/2014/ PN.Sby tanggal 23 Oktober 2014 jo putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 03/Pdt/2016/PT.Sby tanggal 30 Mei 2016 jo putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2110 K / Pdt / 2017 tanggal 19 Oktober 2019 yang menghukum Tergugat YPT yang menempati bangunan yang berada di HGB Nomor 29/2007 Jalan Undaan Kulon 57 – 59 Surabaya untuk menyerahkan tanah dan bangunan kembali kepada Penggugat, PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dalam keadaan kosong dan sempurna dengan memperhatikan PP Nomor 223 Tahun 2021 dan PP Nomor 4 Tahun 1963.

Turman Panggabean SH,.MH, selaku kuasa hukum dari PT. RNI mengaku berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama berproses sehingga eksekusi berlangsung kondusif.

“Klien kami sudah memberikan tenggang waktu sejak 2019 hingga saat ini kepada termohon eksekusi. Ternyata mereka belum melakukan pengosongan sendiri. Bahkan kita sudah cukup kooperatif, tapi mereka tetap bertahan dan meminta nilai yang tidak mungkin dikabulkan oleh klien kami. Sempat tersiar Rp.30 miliar. Padahal putusan pengadilan jelas menyatakan bahwa termohon kasasi telah melakukan perbuatan melawan hukum,” katanya selesai pelaksanaan pengosongan.

Ditanya bagaimana YPT bisa menempati tanah ini?

“Sejak 1967, mereka tidak ada sewa menyewa maupun pinjam pakai. Tidak ada pembayaran sama sekali. Dengan putusan ini, maka aset ini akan dikembalikan kepada Negara melalui PT. RNI,” jawab Turman.

Sementara itu Anton Arifullah SH,.MH, Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung RI membantah pernyataan yang menyebutkan kalau Kepala PN Surabaya Nursyam di tahun 2019 memperbolehkan eksekusi namun harus disertai ganti rugi.

“Pilihannya waktu itu ada tiga, pertama RNI yang mencarikan lahan pengganti. Kedua Yayasan Trisila mencari lahan pengganti sendiri dengan dibiayai oleh RNI. Tapi waktu itu saya katakan harus ada penilaian lebih dahulu dari KJPP dan di audit oleh BPKP agar uang negara jangan sampai berlebih untuk melakukan sewa. Dan yang ketiga diberikan tenggang waktu beberapa tahun, sampai Trisila mengosongkan sendiri. Tapi Trisila menolak,” ungkapnya.

Terkait kenapa Trisila bisa menempati lahan yang sekarang dikosongkan, Anton menjelaskan, awalnya lahan ini adalah lahan rampasan negara yang kemudian oleh negara diserahkan pengelolaanya kepada RNI.

Pada saat itu tutur Anton, RNI sudah menempati disini. Namun karena chaos tahun di 1967, lahan itu dipinjam sementara oleh KKO sebagai penampungan sementara atau relokasi untuk Trisila. Padahal Trisila sebenarnya sudah ada lahan di Jalan Gembong Cantikan.

“Jadi, selama ini Trisila hanya menempati tanpa ada pemasukan kepada Negara. Karena ada Permeneg BUMN dan Permenkeu bahwa aset negara harus ada pemasukanya, maka kita suratilah Trisila sampai akhirnya ada gugatan perdata. Gugatan itu kita ajukan karena ada ketentuan dari BPKP bahwa aset negara bila digunakan oleh pihak ke tiga harus ada pemasukanya untuk negara,” jelasnya.

RNI sebetulnya sudah menyurati Trisila untuk melakukan sewa menyewa atau untuk pinjam pakai. Kita menggugat Trisila karena Trisila tidak mau melakukan sewa menyewa atau pinjam pakai. Perbuatan melawan hukum baru terjadi setelah kita jelaskan tidak hanya pinjam pakai, tapi harus ada dasar hukumnya kalau Trisila mau menempati,” imbuh Anton Arifullah. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait