JAKARTA, Beritalima.com– Legislator Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H Johan Rosihan mengatakan, rencana impor beras yang dilakukan para pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kabinet Indonesia Maju (KIM) telah berdampak luas seperti anjloknya harga gabah yang sangat merugikan petani dalam negeri.
Hal tersebut dijelaskan anggota Komisi IV DPR RI membidangi Pertanian, Perkebunan dan Lingkungan Hidup (LH) ini guna menanggapi pernyataan Jokowi yang memastikan tidak akan mengimpor beras sampai Juni 2021 dan meminta perdebatan mengenai impor beras dihentikan.
Menurut politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Pemerintah yang telah merencanakan impor beras pada saat petani sedang panen raya dan Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data potensi produksi beras Januari-April 2021 sekitar 14 juta ton atau naik 26 persen dibanding tahun lalu.
“Jadi, rencana impor itu datang dari Pemerintah yang berdampak luas ke masyarakat khususnya petani seperti anjloknya harga gabah yang sangat merugikan petani dalam negeri,” kata Johan dalam keterangan pers yang diterima Beritalima.com, Sabtu (27/3) petang.
Mestinya, lanjut Johan, Jokowi harus mengevalusi para pembantunya yang terkait dengan impor beras ini termasuk model perencanaan kerja terkait tata kelola beras sebagai pangan pokok rakyat Indonesia.
Dinilai, perdebatan impor beras dari berbagai kalangan muncul sebagai respon atas rencana Pemerintahan Jokowi yang membuat rencana impor beras tanpa berdasar analisa data yang akurat dimana stok beras nasional cukup dan proyeksi produksi beras meningkat. “Jadi, hal itu menunjukkan respon masyarakat kritis terhadap rencana Pemerintah yang menciderai kedaulatan pangan nasional.”
Selain hal itu, perdebatan impor beras muncul karena rencana Pemerintah telah merugikan petani secara nyata. “Jadi, bukan perdebatannya yang dihentikan tapi rencana impor berasnya yang harus dihentikan,” papar pria kelahiran Pulau Sumbawa tersebut.
Karena itu, Johan berharap Presiden Jokowi dapat segera menyelesaikan carut-marutnya tata kelola perberasan nasional sebagai komoditi pangan strategis dengan cara segera membentuk Badan Pangan Nasional sesuai amanat UU No: 18/2012 tentang Pangan.
Pasal 126 UU itu menyatakan perlu segera dibentuk lembaga pemerintah menangani bidang pangan dan berada di bawah serta bertanggung jawab langsung kepada presiden.
“Jokowi harusnya memprioritaskan pelaksanaan undang-undang ini agar berbagai kendala kebijakan pangan dapat segera diatasi serta kita akan lebih mandiri dan punya kebijakan yang jelas karena lembaga itu langsung berkoordinasi kepada Presiden,” ujar Johan.
Harusnya, ulang Johan, impor beras jangan dilakukan selama persediaan dalam negeri mencukupi dan mampu dipenuhi dari produksi beras nasional yang berasal dari petani lokal. Selama ini, realisasi pengadaan beras untuk cadangan pemerintah yang bersumber dari dalam negeri selalu mengalami penurunan.
Pada 2017 realisasinya 2.161.225 ton. Namun, terus turun setiap tahunnya sehingga perlu kebijakan tegas Presiden Jokowi untuk membeli gabah dan beras petani pada jumlah tertentu dengan tujuan menjaga kesejahteraan petani pada musim panen raya.
Karena itu, Johan menghimbau Jokowi bersikap tegas guna menghentikan impor pangan khususnya beras umum dan terus memacu peningkatan produksi beras nasional guna meningkatkan kesejahteraan petani dan mencapai kedaulatan pangan nasional.
Berdasarkan data dari Bulog per 14 Maret 2021, dari pengadaan beras impor 2018 tercatat 1.785.450 ton saat ini masih banyak yang belum terealisasi penyalurannya dimana stoknya masih ada di Gudang Bulog sekitar 275.811 ton.
Selain itu, akibat lama disimpan di gudang, kualitas beras juga mengalami penurunan dan jumlah cukup banyak, 106.642 ton. Dengan situsi tersebut, sangat tidak masuk akal jika pemerintah terus berencana impor beras. “Padahal, kita akan surplus produksi beras mencapai 6 juta ton April tahun 2021 ini,” demikian H Johan Rosihan ST. (akhir)