JAKARTA, Beritalima.com | Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dikeluarkan dengan niat awal yaitu untuk memberikan perlindungan kepada warga untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Namun saat ini ironisnya, UU ITE justru terus mengancam kebebasan berekspresi yang telah diperjuangkan pada era reformasi 1998.
Namun, dalam pelaksanaannya, pemerintah dan aparat justru menyalahgunakan UU tersebut untuk membungkam para pihak yang mengkritik negara. Hal ini tentu saja mencederai kebebasan berekspresi masyarakat yang terus merosot.
Pakar Digital dan Media Sosial, Anthony Leong mengatakan penyalahganuaan UU ITE bisa disebabkan oleh beberapa alasan. Salah satunya karena pengaturannya yang terlalu luas dan tidak terdefinisikan baik.
“Keberadaan UU ITE yang rancu dan pasal karet membuat UU ini rentan disalahgunakan.
Memang kadang diskusi di media sosial perlu disikapi dengan dewasa, karena jika tidak makin banyaknya masyarakat yang akan saling melapor ke polisi. Kami mendukung revisi UU ITE bisa segera dieksekusi karena bisa berdampak pada indeks demokrasi kita,” ujar Anthony di Jakarta (16/02).
Anthony juga mengapresiasi pemikiran Kapolri Jenderal Listyo Sigit dalam mengedepankan edukasi, mengedepankan sifat persuasi dan kemudian upayakan untuk langkah-langkah yang bersifat restorative justice.
“Kami mengapresiasi pemikiran Pak Kapolri juga dalam mengedepankan edukasi, mengedepankan sifat persuasi dan kemudian upayakan untuk langkah-langkah yang bersifat restorative justice. Ini sangat baik dalam kehidupan demokrasi kita. Menurut saya, memang perlu sekali adanya dewan etik hingga pedoman yang jelas sebelum permasalah berpendapat ini dibawa ke ranah hukum. Karena saat ini dunia digital sudah sangat berkembang, masyarakat sudah semakin meningkat dalam menggunakan media sosial untuk berkomunikasi,” kata Anthony.
Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia itu menilai mungkin perlu adanya review hingga revisi dalam UU ITE ini, kerana terlalu luasnya aturan ini bisa sangat membahayakan dalam proses demokrasi. Hal ini bisa membuat proses demokrasi di negara Indonesia tidak berjalan dengan baik.
“Semoga cepat direvisi karena The Economist Intelligence Unit (EIU) baru saja merilis Laporan Indeks Demokrasi 2020. Penurunan indeks ini harus dicermati dengan baik,” ujar Anthony yang juga Ketua Hubungan Media Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI).
Terakhir Anthony juga mengatakan sangat mengapresiasi langkah baik Presiden kepada Polri khususnya untuk menegakkan aturan yang ada untuk bisa menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, agar sehat, agar beretika, dan agar bisa dimanfaatkan secara produktif tetapi implementasinya tetap sesuai aturan.