Tanpa Ijin Atasan, Bagian Forensik RSUD dr. Soetomo Ijinkan Jenazah Nabila Diambil

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Peran Joko Wiyono, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bagian forensik RSUD dr. Soetomo dalam kasus pemalsuan surat pernyataan pengambilan jenazah, terungkap dalam sidang lanjutan perkara tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. 

Dalam kesaksian di bawah sumpah, Joko Wiyono mengaku mengijinkan terdakwa Doni mengambil jenazah Nabila meski dia belum mendapatkan persetujuan dari atasannya. 
“Pengeluaran jenazah itu tidak saya ijinkan dulu keatasan. Jenazah itu dibawah pulang untuk dimakamkan. Tapi sampai  dirumah keluarganya menolak dan tidak mau menerima, ada kecurigaan kematian Nabila tidak wajar. Lalu jenazah itu dikembalikan ke rumah sakit,” katanya dalam persidangan secara teleconfrence di PN Surabaya. Rabu (21/10/2020).

Menurut Joko, jenazah Nabila dikirim dengan menggunakan ambulan dari excelen. Setelah itu petugas polsek Sawahan datang dan melakukan visum karena ada permohonan otopsi. Tujuan polisi datang untuk mengetahui penyebab kematian. 
“Saat saya periksa, jenazah itu tidak ada tanda-tanda kekerasan, kondisinya utuh. Meski kematiannya dicurigai tidak wajar,” sambung Joko.

Sementara saksi Supartri Wiyana, penyidik polsek Sawahan mengatakan kalau jenazah itu tidak langsung dilakukan otopsi sebab menunggu keluarga terlebih dulu. Tak berapa lama kemudian datang pamannya mengaku bernama Doni. Dia menyampaikan pesan bahwa keluarga tidak mau mayatnya diotopsi. 
“Malam harinya datang lagi tiga orang, mereka menyatakan keluarga tidak menginginkan jenazahnya di otopsi. Lalu saya buatkan surat pernyataan tidak bersedia di otopsi yang ditandatangani oleh Doni dengan tiga orang saksi. Sementara saksi dari RT dan RW tanda tangannya dikosongkan lebih dulu. Doni janji bersedia melengkapinya,” kata Supartri.

Dalam persidangan, saksi Supartri memaparkan Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan jenazah di Polsek Sawahan. Setiap ada kasus kematian harus dilakukan otopsi dan harus ada visum luar dan visum dalam.
“Sesuai SOP petugas harusnya melakukan otopsi. Semua kasus kematian harus diotopsi. Sekarang semua kerabat yang mengambil jenazah Nabila diperiksa semua,” paparnya.

Diketahui, pada 8 September 2018 pukul 08.30 WIB, Nabila Dwi Lestari (18) meninggal dunia di kamar rumah orang tuanya di Jalan Simolangit Gang III No. 15 Surabaya dengan kondisi mulut mengeluarkan cairan kuning.

Kemudian kematian Nabila tersebut  dilaporkan ke Polsek Sawahan. Setelah dilakukan pemeriksaan lalu jenazah dibawa ke kamar mayat RS. Dr. Soetomo sekitar pukul 13.50 WIB. 

Setelah jenazah Nabila di kamar mayat RS. Dr. Soetomo, saksi Triniati menghubungi saksi Gini untuk memberitahukan meninggalnya Nabila.

Sekitar pukul 19.30 WIB, terdakwa Doni Sofan Rahmad Fauzi, saksi Gini, saksi H. Jemaludin dan Wawan datang ke kamar mayat RS. Dr. Soetomo dan bertemu dengan saksi Joko Wiyono, PNS di bagian Forensik dan Medikolegal RS. Dr. Soetomo. 

Saat itu terdakwa Doni mengaku sebagai paman dari jenazah Nabila dan meminta agar tidak dilakukan autopsi dengan alasan terdakwa sudah mengetahui jika keponakannya tersebut mati karena sakit karena sebelumnya telah mengaku sakit. 

Padahal kenyataannya terdakwa Doni bukanlah paman dari Nabila, dia hanyalah tetangga satu dusun dengan Nabila. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait