beritalima.com | Kemdikbud RI telah mengeluarkan daftar organisasi masyarakat (ormas) yang lolos dalam Program Organisasi Penggerak (POP) pada 17 Juli 2020. Namun kemudian Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Disdakmen) PP Muhammadiyah memutuskan mundur dari salah satu program andalan Menteri Nadiem Makarim tersebut.
Atas keputusan tersebut, Kemdikbud menyatakan menghormati keputusan peserta POP. Akan tetapi, Kemdikbud akan terus menjalin komunikasi dan koordinasi dengan seluruh pihak sesuai komitmen bersama yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
Sementara itu, sebagaimana diketahui bahwa POP diperuntukkan bagi ormas yang peduli terhadap mutu pendidikan, bukan untuk lembaga yang telah memiliki anggaran tetap dan dibentuk oleh suatu perusahaan.
Menanggapi polemik tersebut, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. selaku anggota Komite III DPD RI yang di antaranya mengurusi bidang pendidikan, menilai bahwa mundurnya kedua ormas tersebut tidak cukup hanya dihormati, melainkan harus menjadi pertimbangan yang serius. Hal ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan program tersebut.
“Keluarnya dua ormas itu merupakan kehilangan besar dan berimbas pada legitimasi program Kemdikbud tersebut. Oleh sebab itu, suara mereka perlu diperhatikan. Konsen mereka terhadap pendidikan juga luar biasa hingga hari ini, bahkan mengisi ruang-ruang yang tidak mampu diisi oleh Kementerian Pendidikan. Sumbangsih mereka yang sedemikian besar ini harusnya diimbangi dengan perhatian yang cukup,” katanya kepada media melalui keterangan tertulis (23/07/2020).
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut mengatakan bahwa jika tetap tidak diikutsertakan, maka Kemdikbud dinilai lupa sejarah dan kehilangan disorientasi terhadap peran kedua organisasi tersebut. Sementara kalau kriterianya adalah organisasi penggerak, terbukti NU dan Muhammadiyah yang selama ini dapat menggerakkan masyarakat.