Tarik Ulur DPR Dengan Pemerintah, RUU PDP Belum Disahkan Jadi UU

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– DPR RI dan Pemerintah tampaknya masih tarik ulur dalam membahas status kelembagaan otoritas pengawas pengelolaan data dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Soalnya, sudah beberapa tahun tetapi sampai saat ini pembahasan RUU PDP itu belum juga dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU. RUU yang dinilai sangat penting karena sudah berkali-kiali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Proleknas) tersebut masih dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja).

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menginginkan otoritas kelembagaan pengawas pengelolaan data berada di bawah Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika), sedangkan Fraksi menginginkan agar otoritas bersifat independen.

“Kenapa independen, iya jelas lha. Wong Pemerintah juga jadi salah satu prosesor atau pengendali data. Sulit membayangkan kita akan fair (adil) dengan diri sendiri, karena pasti subjektifitas itu ada,” ucap Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘Urgensi RUU Perlindungan Data Pribadi’ di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta,Selasa (8/6).

Apalagi, sambung politisi muda Partai Golkar ini, otoritas pengawasan hanya diserahkan pejabat setingkat Dirjen di Kementerian, yang diawasi adalah Kementerian, jabatannya lebih tinggi dibandingkan pihak mengawasi.

Dikatakan, Komisi I DPR sudah paham banyaknya potensial problem dari RUU PDP ini. Karena itu, tidak mungkin dewan akan meloloskannya meski pemerintah masih ‘kekeh’ ingin tetap menjadi pengendali data sekaligus bertindak sebagai pengawas pengelolaan data karena beralasan sifatanya yang operasional.

“Dua pihak boleh dibilang masih pada kekeh, dan temen-temen (media massa) bisa dibantu nih agar pemerintah juga bisa memahami. Kami ingin kepentingan rakyat adalah yang utama dan kami melihat ini akan jadi potensial problem, sebab kalau kami loloskan maka kami yang salah,” kata dia.

Direktur Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi mengakui, data pribadi sangat penting sehingga tidak salah kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutnya sebagai kekayaan baru (data is the new oil, 2019).

Dikatakan, Heru mengatakan sangat sulit dibayangkan kalau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Induk Kependudukan (NIK) bocor dan tentunya sangat berbahaya. Seperti kasus bocornya 50 juta data pribadi pengguna Facebook beberapa tahun lalu. Terakhir bocornya data pribadi 279 juta peserta BPJS Kesehatan.

Menurut Heru, ada UU ITE No: 12/2008 lalu direvisi 2016. Namun, sanksi belum kuat, sehingga pihaknya mendorong DPR segera menyelesaikan RUU PDP dan harus menjawab persoalan yang ada saat ini. “Kebocoran data itu jangan sampai terulang. Apalagi data itu bukan saja umum, tapi juga data antar kementerian.”

Ketua Umum Orbital Kesejahteraan Rakyat, Poempida Hidayatulloh mengatakan, tidak mempersoalkan perdebatan dari pemegang otoritas pengawasan data apakah dari pemerintah dalam hal ini Kominfo RI atau dipercayakan kepada otoritas independen seperti yang diingini kalangan DPR RI. “Yang penting memberikan efek jera bagi penyalahguna data. Baik pengelola, pengendali, dan lain-lain,” kata dia,

Mantan anggota Dewas Pengawas Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ini menilai, masalah data sesungguhnya musuhnya hanya satu, yaitu keamanan data. “Jadi, PDP ini sangat penting. Data penduduk wajib dilindungi berdasarkan pasal 28 UUD NRI 1945. Hanya sanksinya yang belum diatur dan RUU PDP harus harus dengan sanksi yang sangat berat agar ada efek jera.”

Menurut Poempida, pencurian data itu lebih kejam dari korupsi. Karena itu, sanksinya harus berat. “Kita jangan hanya jadi pemadam kebakaran, dan apalagi kultur kita selalu anggap remeh masalah data,” tegas dia. (akhir)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait