JAKARTA, Beritalima.com– Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama dan sosial heran dengan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait Fist Travel yang merugikan ribuan calon jemaah umroh Indonesia.
Soalnya, kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Tubagus (TB)
Ace Hasan Sadzily, MA dalam putusannya menyatakan bahwa barang sitaan yang dari Fist Travel disita negara, padahal uang itu adalah milik para calon jemaah umroh yang ditipu pengelola biro perjalanan umroh tersebut.
“Kenapa uang itu disita dan diambil oleh negara. Dalam kasus Fist Travel tersebut, kan tak ada negara dirugikan. Harusnya uang tersebut dikembalikan kepada calon jemaah umroh yang telah menyetorkan dananya kepadaFist Travel,” kata politisi Partai Golkar dari Dapil I Provinsi Banten ini.
Hal tersebut diungkakpkan pria kelahiran Pandeglang, Banten, 19 September 1976 ini dalam acara mingguan dialetika demokrasi dengan tema ‘Ideal Aset Fist Travel Disita Negara’ yang digelar di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/11).
Selain TB Ace Hasan juga tampil sebagai pembicara anggota Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka, Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih serta Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi.
“Saya menilai putusan MA itu aneh dan janggal karena dalam kasus Fist Travel ini tidak satu sen juga negara dirugikan tetapi aset travel umroh itu disita negara,” kata bapak dua anak tersebut.
Malah, kata politisi muda partai berlambang Pohon Beringin ini, dalam kasus Fist Travel yang ada justru negara lalai terhadap praktek penyelenggaraan umroh. Padahal, seharusnya nehara hadir dan memberikan proteksi terhadap calon jemaah umroh yang ingin menunaikan ibadah ke tanah suci.
“Jadi, negara lalai terhadap dalam proses pengawasan dan pemantauan terhadap penyelenggara ibadah umroh. Saya lihat, negara sepertinya cuci tangan dalam kasus ini, apalagi itu terjadi sudah cukup lama,”
Sebenarnya, kata TB Ace Hasan, kasus Fist Travel ini akibat dari ketidakmampuan negara, memantau, mengawasi, melakukan upaya untuk memberikan perlindungan terhadap para warga negara Indonesia yang ingin melaksanakan ibadah umroh.
“Kami dari Komisi VIII DPR RI sudah beberapa kali memanggil Kementerian Agama. Bahkan waktu belum ada aturan secara khusus terkait dengan penyelenggaraan ibadah Umroh, termasuk Fist Travel atua travel-travel yang menyelenggarakan ibadah umroh yang pada saat itu sebagian besar penyelenggara ibadah umroh menarik dana dari masyarakat tanpa ada kontrol dari pemerintah.”
Hal serupa juga dikatakan Diah Pitaloka. Bahkan menurut politisi PDIP ini, dirinya mendampingi kasus ini dua tahun. “Saya bukan hanya sedih, orang juga bertanya-tanya. Saya nilai, ini merupakan kasus penipuan dan pencucian uang. Jadi, semata bukan hanya tugas Komisi VIII DPR RI,” kata dia.
Diah juga melihat ada lubang yang membuat secara sistem terjadi penipuan semacam ini. “Sejak dulu kan sudah banyak kasus semacam ini terjadi, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di berbagai daerah. Ini berarti pengawasannya dari pemerintah yang kurang,” kata dia. (akhir)