Jakarta, beritalima.com| – Curah hujan tinggi yang dampaknya terjadi banjir di sejumlah daerah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) beberapa hari lalu, mendorong Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) gelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk meminimalisir risiko bencana hidrometeorologi.
Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto mengatakan, OMC kali ini dilakukan selama 24 jam nonstop sejak 7 Juli 2025 dari Pos Komando Operasi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. OMC merupakan bagian dari upaya strategis pemerintah dalam membangun kapasitas nasional modifikasi cuaca, melalui sinergi lintas lembaga serta pelibatan sektor swasta.
“Operasi ini bukan hanya bertujuan mencegah bencana, tapi juga menekan eskalasi dampaknya dan mempercepat proses penanganan di lapangan. Kolaborasi adalah kunci keberhasilan,” ujar Seto di Jakarta (10/7).
Hingga 10 Juli 2025, telah dilakukan 18 sorti penerbangan oleh dua operator, yaitu PT Alkonost dan PT Makson. Operasi tersebut berhasil menyemai 12,4 ton Natrium Klorida (NaCl) dan 3,6 ton Kalsium Oksida (CaO) ke dalam sistem awan yang berpotensi memicu hujan ekstrem.
Saat OMC dimulai hari pertama, sempat terkendala cuaca buruk di sekitar bandara. Namun dapat segera diatasi melalui penambahan armada pesawat oleh BNPB. Sejak 8 Juli, operasi berjalan optimal dan mulai menunjukkan penurunan intensitas hujan di beberapa wilayah target, khususnya Jabodetabek.
“Modifikasi cuaca adalah upaya ilmiah berbasis data untuk meredam dampak cuaca ekstrem. Ini bukan lagi kegiatan eksperimental, tetapi bagian dari strategi nasional mitigasi bencana,” tambahnya.
Di sisi lain, OMC dilakukan berdasarkan pemodelan cuaca numerik dan prediksi atmosfer real-time yang diperbarui secara berkala oleh BMKG. Evaluasi harian dilakukan untuk menentukan efektivitas operasi, serta memberikan masukan teknis kepada BNPB dalam merumuskan kebutuhan lanjutan.
BMKG menekankan pentingnya pemahaman karakteristik wilayah dalam mengantisipasi dampak hujan. Di daerah dengan sistem drainase dan resapan baik, hujan dengan intensitas tinggi dapat tertangani. Namun di wilayah urban seperti Jabodetabek, intensitas serupa dapat memicu banjir dalam waktu singkat.
Sementara Direktur Operasi Modifikasi Cuaca BMKG Budi Harsoyo mencatat pertumbuhan awan konvektif masih aktif terjadi, terutama pada sore hari, akibat kondisi atmosfer basah dan penguapan tinggi. Jadi, tim terus memantau secara visual maupun dengan radar pergerakan awan-awan tersebut, khususnya di wilayah utara Jawa seperti Jakarta, Karawang, dan Bekasi.
“Jika awan-awan berpotensi hujan terbentuk di atas laut dan terdeteksi bergerak ke daratan, penyemaian akan dilakukan di laut terlebih dahulu agar hujan turun sebelum mencapai wilayah padat penduduk,” terangnya.
BMKG mencatat mulai 12 Juli 2025 diprediksi akan terjadi peningkatan kembali potensi hujan, setelah tren penurunan dalam beberapa hari terakhir. Biaya operasi ini ditanggung BNPB, sementara BMKG bertanggung jawab atas pemberian rekomendasi teknis, pendampingan ilmiah, serta pengawasan operasional di lapangan, guna memastikan pelaksanaan berjalan akurat dan efektif.
Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat BNPB Agus Riyanto menambahkan, untuk mendukung proses OMC, BNPB memberikan dukungan dua unit pesawat. Kedua pesawat ini digunakan untuk menyemai awan oleh kru yang bertugas.
Jurnalis: Rendy/Abri

