(Oleh: Ferdinandus Naibobe)
Mahasiswa Fakultas Filsafat Agama Katolik Widya Mandira Kupang
Teknologi sangat bermanfaat untuk membantu keberlangsungan hidup manusia khususnya dalam situasi pandemi ini. Semua aplikasi yang tersedia dalam teknologi modern ini dapat melancarkan kebutuhan kita secara online dan yang paling penting dari internet adalah berkontribusi dalam bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, bisnis dan perbankan. Teknologi juga dapat digunakan untuk menambah keterampilan bagi semua orang. Salah satu dampak negatif dari teknologi sekarang bagi generasi muda adalah semua yang berbau “tradisional” mulai tergeser. Generasi sekarang yang sudah terbiasa dengan teknologi modern menganggap yang berbau tradisional ketinggalan jaman dan kuno. Banyak diantara kaum muda yang gengsi saat menggunakan pakaian adat tradisionalnya. Akibatnya, mereka tidak mengetahui dan mencintai budayanya sendiri. Hal ini seperti pepatah mengatakan ‘kacang lupa kulitnya’. Inilah tantangan zaman khususnya salah satu dampak negatif dari teknologi modern pada sekarang untuk generasi muda.
Budaya yang sudah di hidupi oleh para pendahulu pun semakin hari di kikis perlahan hingga saat ini mulai memudar warna dan suasana dalam acara adat. Salah satu momen yang penting seperti tahap-tahap dalam perkawinan adat pun semakin memudar nuansa dan warnanya. Tahapan pernikahan adat merupakan tahap yang resmi dan langkah awal untuk mensahkan kedua mempelai dalam budaya setempat. Tahap awal dalam budaya ini harus selesai dengan baik dan tahap selanjutnya dalam agama pun harus demikian. Setiap tahap dalam perkawinan khususnya adat Dawan harus memenuhi syarat dan kriteria yang sudah berlaku dalam masyarakat setempat. Namun ditengah kemajuan teknologi modern saat ini, menggerogoti acara adat yang sudah ada sejak dahulu. Tahap yang harus dijalankan oleh setiap orang muda dalam perkawinan dan acara adat, tidak lagi diperhatikan dan dilupakan. Ini menjadi tugas kita bersama untuk menata kembali dan memupuk minat para generasi sekarang untuk kembali ke akar budaya. Akar budaya ini akan menjadi kuat dan kokoh ketika diteruskan dan dihidupi oleh setiap generasi muda sekarang.
Dalam situasi sekarang tantangan zaman semakin mengikis budaya khususnya tahap dalam acara adat perkawinan Dawan, maka penulis hadir disini untuk menunjukkan kepada semua generasi muda bahwa masih ada adat kita yang berlaku walau diantara kaum mudah yang tidak lagi mengetahui dengan jelas dan melupakannya. Disini penulis akan menguraikan tahap perkawinan yang berlaku dalam adat Dawan. Sistem perkawinan yang berlaku menurut Adat Dawan Timor Barat menganut sistem perkawinan patriarkat dan tidak mengenal sistem belis karena perkawinan dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan suci yang tidak bisa diperjualbelikan. Inilah tahap-tahap dalam perkawinan Adat Dawan Timor Barat:
1. Perkenalan awal dan prosesnya
Bagi orang Dawan khususnya di Timor Barat, umumnya seorang pemuda dikatakan “dewasa” dan siap menikah adalah bila mereka sudah mampu memiliki kebun sendiri. Hal utama bagi mereka adalah belajar dari orang tua sendiri tentang bagaimana bekerja yang baik. Hal yang sama juga dengan seorang wanita. Mereka dikatakan sudah “dewasa” bila ia telah mampu menenun, memasak, menanam dan dapat melakukan pekerjaan wanita pada umumnya. Namun realitas yang ada, ada para pemuda tertentu yang tidak tahu untuk bekerja karena terlena dengan teknologi yang ada. Waktu luang yang mereka punya digunakan hanya untuk urusan yang menghibur diri sendiri saja. Hal ini mematikan potensi yang ada dalam diri pemuda-pemudi sekarang.
Seorang pemuda kampung yang sudah dewasa dapat menentukan pilihan pasangan hidupnya pada wanita idaman di kampung. Ia akan menyampaikan kepada saudari perempuannya tentang maksud hatinya. Saudarinya ini berperan sebagai jembatan (amneik nete’tali-lalan). Saudari perempua akan melakukan pendekatan untuk menyampaikan maksud dari saudara laki-lakinya kepada si pemudi idaman. Jika diterima oleh si pemudi niat hati dari si pemuda, maka kedua bela pihak akan menyampaikan keinginan mereka kepada orang tua (ahonit) dan paman (atoin amaf) masing-masing. Keinginan mereka jika disetujui oleh orang tua, maka mereka akan mencari kesempatan untuk bertemu. Ahonit dan atoin amaf akan datang ke rumah perempuan untuk menyampaikan maksud anak mereka kepada orang tua dan keluarga si pemudi tentang niat baik si pemuda. Niat baik ini telah dahulu disampaikan oleh amneik nete’tali-lalan. Kebiasaan yang telah dilakukan oleh para pendahulu tentang tahap mengenal pasangan dalam budaya, di zaman sekarang sudah dilupakan. Peranan teknologi menggeser kebiasaan dahulu yang lebih berbobot dan bermartabat. Kaum muda perlahan menggantikan peranan perantara orang ketiga dengan teknologi modern. Hal ini mengikis kebiasaan adat Dawan dan mulai terlupakan. Kaum muda sekarang dipermudah menemukan idaman hati melalu teknologi yang ada. Niat dan relasi pun mereka pupuk melalui tentologi.
2. Masuk minta (tam het’toit bifel)
Daerah Dawan Timor Barat lain, menyebut tahap ini dengan sebutan not eno (ketuk pintu). Tahap ini ahonit dan atoin amaf mendatangi rumah si pemudi membawa sebotol sopi (tua botel mese) dan sirih pinang yang disimpan pada tempat sirih pria (ti’o – tiba) semacam cangkir terbuat dari bambu. Bawaan ini disebut ok totes. Namun sebelumnya atoin amaf harus sudah menginformasikan agar ahonit dan atoin amaf si pemudi menanti di rumah. Setibanya di rumah, mereka akan menyapa dengan bahasa adat: neon mabe i hai emam poinkit (pada kesempatan ini kami datang untuk berkunjung ke rumah ini). Ahonit dan atoin amaf dari pemudi yang ada di dalam rumah akan menjawab: koenoktem teohit ume ma bale (mari, silahkan masuk kedalam rumah sebagai tempat kita bersama). Tahap sakral ini di zaman sekarang dilanggar oleh kaum muda yang tidak lagi mengenal adat dan tahap perkawinan adat ini. Dengan adanya teknologi modern dan semua aplikasi yang memadai, mereka menentukan waktu sendiri untuk bertemu dan menjalin relasi tanpa melewati tahap ini. Dampak dari kebiasaan ini bagi kedua adalah hamil di luar nikah. Hal ini jika bagi keduanya belum siap dengan matang untuk membangun sebuah rumah tangga, maka kehidupan selanjutnya mereka tidak teratur dan mudah untuk bercerai.
Selesai penyambutan dan persilahkan masuk rumah serta basa-basi, atoin amaf dari pemuda akan mulai bicara dengan bahasa adat untuk menyampaikan maksud kedatangan dari mereka. Pada tahap ini, dari pihak pemuda membawa uang logam satu Golden, koin mata uang Belanda (balun, patak, koban) yang disimpan dalam sebuah kabi (tempat siri wanita) disertai sebotol sopi (tua botel mese). Sesudah tahap ini, pihak pemuda bisa kembali ke rumah sambil menanti jawaban dari pihak wanita. Bila jawaban positif dari pihak wanita, maka pihak laki-laki bersiap melakukan tahap berikutnya. Para kaum muda sekarang tidak melalui tahap seperti ini. Ada yang memberanikan diri untuk datang mengunjungi rumah pemudi. Bahkan belum melalui tahap not eno ini, ada kaum muda yang sudah hidup bersama layaknya suami istri. Hal ini terjadi ketika mereka hidup jauh dari orang tua. Misalnya melanjutkan studi di tempat lain dan jauh. Kaum muda ini akan saling mengunjungi karena mereka sudah tinggal sendiri dan tidak ada yang langsung mengontrolnya. Demikian bagi mereka dalam penggunaan teknologi modern. Mereka sendiri yang mengatur dan mengontrol diri sendiri.
3. Pertunangan (ta’bake – bunuk hauno’o)
Pada tahap ini, kedua calon pasangan baru ini akan diperkenalkan kepada keluarga besar dari keduanya dan pemuda pemudi lain bahwa telah terjadi pertunangan diantara mereka. Acara ini ditandai dengan pemasangan tanda peringatan dengan fungsi larangan. Untuk acara ini berlangsung, atoin amaf harus terdahulu mengumpulkan semua keluarga dan dalam kebersamaan mereka, pemuda mengambil tua botel mese untuk menyampaikan secara resmi dan jelas bahwa ia telah memilih seorang pemudi untuk menjadi pendamping hidupnya. Atoin amaf akan bicara, mengajak semua anggota keluarga besar untuk mendukung pemuda sebagai anak mereka. Karena kemauan dan pilihan wanita dari pemuda tersebut merupakan pilihan bersama dalam keluarga pemuda. Sebagai seia sekata mereka bersama menghabiskan tua botel mese tersebut. Saat ini kaum muda terlebih dahulu memperkenalkan diri kepada orang tua masing-masing. Hal ini secara langsung atau melalui perantara media misalnya video call, dll. Mereka tidak lagi mengikuti tahap acara adat. Bahkan tanpa beban mereka membuat keputusan sendiri tanpa persetujuan orang tua.
Kedatangan pihak pemuda di rumah pemudi akan duduk bersama sambil bercerita dan mengunyah sirih pinang tanpa menyinggung sedikit pun maksud kedatangan keluarga si pemuda. Si pemudi dengan sendirinya tahu maksud kedatangan keluarga pemuda. Pemudi bersama keluarga akan sibuk memasak dan melayani mereka. Ini diadakan makan malam bersama. Setelah makan kedua bela pihak makan sirih pinang bersama (mamat sab) sambil lanjut bercerita. Selang beberapa saat, atoin amaf pemuda akan meletakkan tua botel mese dan uang Belanda (balun, patak, koban) pada ti’o – tiba di hadapan atoin amaf dari pihak pemudi. Uang yang ada di dalam tiba tersebut disebut puah-maun matotis (tanda permintaan resmi dari keluarga pemuda). Atoin amaf pemuda akan menyampaikan bahwa sopi sebotol dan uang tersebut mempunyai tujuan tertentu. Atoin amaf pemudi akan menjawab, “Boleh katakanlah sekarang, apa maksud semuanya ini jangan sampai kami bisa membantu”. Atoin amaf pemuda akan menyambung dengan bahasa simbol dari kedatangan mereka “Kami sedang melihat sekuntum bunga yang mekar di halaman rumah bapak dan mama; jadi, kami bermaksud untuk memetiknya, seandainya diizinkan”. Atoin amaf dilanjutkan dengan bahasa adat yang sesuai dengan konteks. Inilah kehendak dan tujuan kedatangan keluarga pemuda. Kedatangan ini menjadi tanda resmi serta diakui hukum adat masyarakat setempat bahwa pemudi telah menjadi sah calon pemuda tersebut. Atoin amaf pemudi menjawab bahwa pihak orang tua tidak ada halangan tetapi bersangkutan harus ditanya untuk mendapat jawaban yang pasti. Tanya jawab kepada pemudi bersifat formalitas saja karena pemudi sudah bersedia dan tahap awal sudah dilalui. Kedua bela pihak bersama akan minum sopi yang sudah dibawa dan diletakkan di tengah sebagai tanda kesepakatan.
Dalam budaya Dawan Timor barat, bahan ta’bake – bunuk hauno’o berupa selendang kecil (bet ana), kain sarung wanita (tais) dan bahan dari toko lainnya seperti cincin, gelang dan anting-anting. Atoin amaf akan menyerahkan kain sebagai tanda larangan (bunuk) sebagai tanda bahwa pemudi telah diikat dengan pemuda secara resmi dalam adat. Tanda ini harus diikuti dengan baik oleh pemudi dan tidak diizinkan untuk memilih serta menerima pemuda lain lagi. Selanjutnya atoin amaf berpesan agar setiap acara dalam keluarga pemuda harus hadir. Misalnya saat musim tanam, panen dan acara kenduri. Pemudi akan pergi jika dijemput oleh seorang saudari pemuda dirumahnya. Jika karena ada alasan tertentu dan pemudi harus menginap di rumah pemuda, dia harus tetap ditemani saudari pemuda dan pemuda harus mencari rumah lain untuk tidur. Demikian pemudi hendak kembali ke rumahnya, ia harus diantar oleh saudari pemuda. Pada tahap ini hampir tidak ada lagi dalam kalangan masyarakat dawan Timor. Hal ini karena yang berbau tradisional dan kebiasaan orang tua sudah tidak diperhatikan lagi oleh kaum muda. Soal antar jemput, keduanya tentu tidak menggunakan pola tradisional yang harus saudari pemuda menjemput dan menemani pemudi. Realitas yang terjadi, pemuda akan menjemput dan mengantar kembali pemudi. Atau bahkan pemudi akan datang sendirinya ke rumah pemudi. Jika ada acara di rumah pemuda, pemudi akan di undang datang sendiri melalui teknologi modern yang sudah menjadi sarana komunikasi untuk mereka. Apabila ada halangan yang membuat pemudi tidak bisa kembali ke rumah, mereka akan bersama tinggal dalam satu rumah. Ini sudah melanggar ketentuan dalam adat dawan Timor. Untuk memupuk adat dan tahap-tahapnya bagi kaum muda sekarang harus kembali ke akar. Tempat untuk belajar tentang budaya sendiri adalah dari dalam keluarga besar. Disini peran orang tua dan para pemuka tokoh masyarakat harus membuka diri untuk mengarahkan dan mengajarkan para kaum muda tentang berbudaya yang baik dan benar. Selain keluarga, peran setiap lembaga pendidikan juga harus memberi motivasi dan pengajaran yang memadai tentang budaya. Hal ini agar setiap orang tidak melupakan budayanya.
Untuk melanjutkan tahap berikutnya sangat bergantung dari kesepakatan pemuda dan keluarga besarnya. Hal pertama adalah atoin amaf akan mengumpulkan keluarga, menyepakati waktu dan mempersiapkan segala sesuatu guna meresmikan perkawinan anak mereka secara adat.
4. Persiapan perkawinan (tatam puah-manus mnasi)
Tahap tatam puah-manus mnasi dengan kata lain disebut oe maputu ai malala. Dalam tahap ini adalah acara pemberian penghargaan atau sebagai tanda terima kasih kepada orang tua wanita. Acara ini merupakan tahap terakhir proses perkawinan adat. Acara ini, keluarga pemuda harus sudah mempersiapkan perlengkapan pakaian untuk pemudi pada sebuah dulang yang sudah ada. Pemuda dan semua anggota keluarga besarnya bergegas menuju rumah pemudi dan saat itu pemuda sudah berpakaian adat lengkap. Pemuda akan diapiti oleh dua orang saudarinya sepanjang perjalanan menuju rumah pemudi. Dalam perjalanan akan diiringi musik bijol atau juk (alat musik sejenis gitar yang memiliki empat tali) dan he’o (biola) serta tarian yang meriah sepanjang jalan. Pihak pemudi juga telah menanti di rumah sesuai waktu yang telah disepakati bersama.
Ketika tiba di depan pintu rumah, atoin amaf pemuda akan menyapa tiga kali dalam bahasa adat kepada semua kaum keluarga pemudi yang telah menunggu didalam rumah. Sapaan atoin amaf pemuda seperti berikut: “nbi leku ma tabu ija, haim emampoinkit nbi hit bale ma sonaf” (pada saat ini kami datang untuk mengunjungi kita sebagai keluarga dan di tempat kita ini). Saat itu posisi pintu rumah dari pemudi dalam keadaan tertutup. Pada sapaan ketiga dari atoin amaf pemuda, atoin amaf pemudi akan menjawab dari dalam rumah: “Tkoenok ma tamtem teohit sonaf ma bale” (Silahkan masuk kedalam rumah kita). Pintu rumah akan dibuka. Pemuda tetap diapit dua saudarinya dipersilahkan untuk mencari dan menemukan sendiri pemudi di dalam rumah yang telah menunggu di sebuah kamar. Para pemusik tetap memainkan alat musik dan para penari tetap menari di depan halaman rumah. Mereka akan berhenti ketika pemuda sudah menemukan pemudi di dalam rumah dan membawanya keluar. Saat pemudi sudah ditemukan dan dibawa keluar, para pengiring bersama pembawa barang-barang perlengkapan perkawinan dipersilahkan masuk dan menyimpan semua pada tempat yang sudah disiapkan. Dari pihak perempuan juga akan menyiapkan sehelai kain selendang (bet’ana) dan kain sarung untuk pria (bete). Ini ditempatkan bersamaan dengan barang bawaan pemuda. Semua barang yang dibawa keluarga pemuda akan diperiksa oleh atoin amaf pemudi. Setelah pemeriksaan barang bawaan, atoin amaf pemuda akan menyuruh saudari-saudarinya pemuda untuk mengenakan semua perlengkapan kepada pemudi seperti anting-anting, dll. Atoin amaf perempuan pun menyuruh salah satu saudara dari pemudi untuk mengenakan kepada pemuda semua perlengkapan yang telah disediakan oleh keluarga pemudi. Setelah pemudi dan pemuda menggunakan perlengkapan yang harus digunakan, mereka dipersilahkan duduk pada tempat yang sudah disiapkan.
Selanjutnya akan ada dialog adat antara kedua atoin amaf. Setelah dialog, Atoin amaf pemudi akan menyerahkan kain sarung pria (bete) kepada pemuda dan ia harus diterima dengan pinang satu buah (simbol seekor sapi) sebagai tanda terima kasih kepada atoin amaf pemudi yang berperan sebagai atukus ma anonot (penjaga dan penuntun). Atoin amaf pemudi akan memberkati keduanya dalam bahasa adat agar memperoleh keturunan dan rukun dalam rumah tangga baru mereka. Dengan demikian selesailah acara peresmian perkawinan secara adat Dawan. Langkah selanjutnya adalah kedua mempelai harus mengikuti tahap persiapan perkawinan secara agama.