SURABAYA – beritalima.com, Achmad Rizal Shahab, dokter Rumah Sakit Islam di Surabaya, sekakigus terdakwa penelantaran anak dan istri. Dituntut hukuman 7 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sri Lujeng, di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu, (2/4/2018).
Dalam catatan jaksa Lujeng, hal yang memberatkan adalah perbuatan penelantaran tersebut mengakibatkan
anak laki-laki sulung mereka yang masih balita mengalami trauma psikis.
“Terbukti melanggar pasal 49 ayat 1 UU RI No 23 Tahin 2004 twntang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Menuntut terhadap terdakwa Achmad Rizal Shahab dengan hukuman penjara selama 7 bulan,” kata JPU Sri Lujeng saat membacakan surat tuntutan diruang sidang Tirta 2.
Terhadap tuntutan itu Haryoko selaku kuasa hukum terdakwa mengaku sedang mempersiapkan nota pembelaan yang akan dia bacakan 2 minggu lagi. “Kendati tuntutan jaksa cukup berat, kami yakin semua dakwaan yang ditujukan kepada klien kami semua tidak benar, selanjutnya kami aka ajukan pledoi,” ujar Haryoko, kuasa hukum dokter Rizal seusai sidang.
Biduk rumah tangga pasangan dokter Ahmad Rizal Shihab dengan dokter Ratri Prasetyaningrum yang dibangun sejak tahun 2011 lalu, berakhir di Pengadilan.
Jika dulu dokter Ahmad Rizal mendadak menceraikan dokter Ratri di Pengadilan Agama karena punya selingkuhan, kini giliran dokter Rizal yang diadili di PN Surabaya karena diduga melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap dokter Ratri.
Tak hanya KDRT saja, dokter Rizal duduk di kursi pesakitan juga akibat melakukan chatting mesra dengan Wanita Idaman Lain (WIL) bernama Jamrud. “Peristiwa itu terjadi pada 2016 silam. Suami saya menjalin hubungan perselingkuhan dengan Jamrud. Mereka berkomunikasi melalui sambungan WhatsApp (WA),” ucap Ratri saat diperiksa sebagai saksi di ruang Tirta 1 PN Surabaya. Senin (26/3/2018).
Semenjak suaminya berselingkuh, dokter Ratri Prasetyaningrum mengaku sering mendapatkan perlakuan kasar, ia sering diumpat dengan perkataan kotor.
Bahkan anak laki-laki sulung mereka yang masih balita mengalami trauma psikis dengan kerap berdandan seperti perempuan, dan berdiri di pintu rumah menunggu kedatangan papanya, “Dia kerap merias diri, memakai gincu dan berjilbab, lantas berdiri didepan pintu sambil bertanya kapan papa pulang,? Saya juga dicaci-maki dan dikatai pelacur, saya tidak dianiaya secara fisik, tapi psikis,” jawab dokter Ratri menjawab pertanyaan hakim anggota Unggul Warsomukti perihal ada tidaknya penganiayaan fisik. (Han)