JAKARTA – Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menerima kunjungan Wali Kota Bogor Bima Arya di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jumat (3/7). Dalam pertemuan itu, Doni mendengar kiat-kiat yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor dalam melakukan penanganan COVID-19 pada fase Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).
Menurut Bima Arya, Kota Bogor sudah siap untuk menerapkan langkah-langkah penanganan COVID-19 untuk fase AKB, setelah sebelumnya telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama satu bulan dan masuk dalam masa transisi.
“Kemarin masa PSBB selesai. Kemarin kita masa PSBB satu bulan,” jelas Wali Kota Bima Arya di Graha BNPB, Jumat (3/7).
Adapun hasil dari penerapan PSBB tersebut, Bima Arya mengatakan bahwa hal itu telah mampu mengendalikan penyebaran COVID-19 di wilayahnya dengan angka _transmisi rate_ sebesar 0,33 dan terus melandai. Bahkan apabila ada kenaikan, hanya berkisar di antara 1 atau 2 saja.
“Angka penularan relatif sudah lebih baik, bahkan Kota Bogor itu dari angka kemarin itu terendah se-Bodetabek, 0,33 terendah,” ungkap Bima Arya.
Menyinggung terkait penerapan masa peralihan dan transisi ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebelumnya juga memberikan arahan mengenai AKB Kota Bogor.
Dalam hal ini Gubernur Ridwan Kamil mengarahkan agar penerapannya, Pemkot Bogor dapat menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah daerah DKI Jakarta, termasuk Depok, Tangerang, Bekasi.
“Bodebek harus mengacu ke Jakarta,” ujar Bima Arya.
Terkait penerapan Pra-AKB yang mulai dilaksanakan pada Jumat (3/6), Bima Arya mengatakan bahwa hal tersebut juga difokuskan untuk memulihkan gairah ekonomi yang sempat tergerus akibat COVID-19, dengan tetap mengutamakan prinsip protokol kesehatan.
Sebagai wujud implementasinya, Bima Arya mencontohkan bagaimana dia memberlakukan kebijakan ketat bagi para pengemudi ojek online di Kota Bogor untuk selalu membawa _hand sanitizer_, menggunakan penyekat dan mewajibkan penumpang untuk membawa helm sendiri.
“Ojol ini kita izinkan dengan catatan,” kata Bima Arya.
Bagi aktivitas para _commuter_ menggunakan Kereta Rel Listrik (KRL), Pemkot Bogor telah menerapkan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya penularan dengan memberlakukan jaga jarak, menyediakan tempat cuci tangan dan informasi lainnya terkait pencegahan COVID-19.
Kemudian Kota Bogor juga telah menerjunkan para “Detektif” tim lacak COVID-19 yang bekerja 2×24 jam untuk melakukan pelacakan Pasien Dalam Perawatan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) melalui kerja sama dengan para relawan termasuk kolaborasi dengan Rukun Warga (RW) SIAGA.
Selain itu, pihaknya juga melakukan tes kesehatan secara massal dan memberlakukan denda sebesar 50 ribu bagi siapa saja yang tidak mentaati protokol kesehatan yang berlaku, seperti memakai masker, menjaga jarak aman dan mencuci tangan menggunakan sabun.
Merespon dari penjelasan Wali Kota Bima Arya, Ketua Gugus Tugas Nasional Doni Monardo menyambut baik upaya-upaya yang telah dilakukan Pemkot Bogor dalam rangka menangani dan menanggulangi pandemi COVID-19.
Kota Bogor sebagai salah satu wilayah penyangga Ibu Kota DKI Jakarta memang perlu menerapkan protokol kesehatan secara ketat, mengingat warga Kota Bogor juga sebagian besar merupakan para pelaju atau _commuter_ dan mencari nafkah di Jakarta.
Dalam hal ini, Doni menyoroti beberapa hal. Pertama, Balitbang Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih melakukan penelitian terhadap permasalah yang masih terlihat, khususnya bagi aktivitas sehari-hari warga Kota Bogor ke Jakarta. Menurut Doni, masih adanya penumpukan warga seperti di stasiun KRL bukan karena kesalahan sistem shift kerja, melainkan kebijakan pemerintahnya.
“Kesalahan itu bukan di shift, tapi kebijakan di tingkat pemerintah,” ujar Doni.
Dalam hal ini Gugus Tugas Nasional juga telah meminta agar Pemkot Bogor membicarakan mengenai hal tersebut dengan Kementerian PANRB dengan adanya perubahan pencatatan jam kerja. Kemudian untuk swasta, Doni menyarankan agar himbauan mengenai aturan protokol kesehatan terus dilakukan.
Kemudian yang kedua, Doni juga menganjurkan untuk kegiatan wisata alam dan taman nasional dengan risiko rendah COVID-19 dapat dibuka dengan aturan yang ketat. Tak terkecuali dengan kegiatan perhotelan, konser dan pernikahan dengan pesta.
Akan tetapi, menyinggung mengenai pernikahan, Doni meminta agar Pemkot Bogor harus berhati-hati dan melihat dari munculnya kasus COVID-19 “klaster pernikahan” seperti yang terjadi di Semarang. Oleh sebab itu, kegiatan yang sifatnya berkumpul harus diperketat.
“Menjaga jarak adalah hal yang paling sulit dilaksanakan,” ungkap Doni.
Selain itu, Doni juga meminta agar Pemkot Bogor apat melihat keadaan wilayah tertentu dari zonasi warnanya, yang dalam hal ini dibagi menjadi 3 kriteria kesehatan dan diharapkan menjadi standar sesuai warna kebencanaan.
Dalam upaya pemulihan ekonomi dan kesehatan, Doni juga meminta agar hal itu dapat diatasi bersama-sama dan seimbang. Apabila dalam kegiatan ekonomi kemudian memunculkan kasus baru, maka supaya dihentikan kegiatannya.
“Gas dan rem harus seimbang, antara ekonomi dan kesehatan,” ujar Doni.
Doni juga meyakinkan Wali Kota Bogor untuk lebih meningkatkan konsep kreatif seperti pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui sektor kuliner dan paduan dengan potensi alam, sehingga dapat menumbuhkan pundi-pundi pemasukan warga di daerah pinggiran.