SURABAYA – beritalima.com, Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya mengajukan tuntutan 6 tahun penjara dan membebani kewajiban membayar denda Rp 100 juta kepada direktur utama PT Corpus Prima Mandiri (CPM) dan PT Corpus Asa Mandiri (CAM), Khristiono Gunarso dalam kasus gagal bayar Promissory Note (PN) dan Medium Term Note.
Menuntut, supaya majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Khristiono Gunarso terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Perbankan sebagaimana dimaksud dalam dakwaan ketiga yaitu Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana dengan pidana penjara selama 6 tahun. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” kata Jaksa Kejari Surabaya Hariwiadi di PN. Surabaya. Kamis (21/7/2023).
Menyikapi tuntutan tersebut, terdakwa Khristiono Gunarso melalui kuasa hukumnya Sabon Taka menyatakan tidak sepakat dengan tuntutan JPU dan akan mengajukan nota pembelaan.
“Terdakwa sudah sepantasnya dibebaskan dari tahanan,” katanya.
Diketahui, Kristhiono Gunarso sebelumnya diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KUHP dan Pasal 16 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, karena merugikan Oon Suhendi Widjaya sebesar Rp. 25 miliar, Lina Yahya sebesar Rp. 11 miliar, Bernaditha Alamsyah ahli waris dari Alm. Drs. Bambang Alamsyah sebesar Rp. 13,5 Miliar.
Kerugian yang diderita Oon Suhendi Widjaya Lina Yahya dan Bernaditha Alamsyah ahli waris dari Alm. Drs. Bambang Alamsyah akibat gagal bayar Promissory Note (PN) dan Medium Term Note (MTN).
Dr. Rouli Anita Valentina SH,.LLM dari fakultas hukum Universitas Indonesia saat menjadi saksi ahli berpendapat, Surat Sanggup atau Promissory Note (PN) berdasarkan Pasal 174 KUHD harus berisikan kesanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pembawa.
Dan ketika klausula tersebut tidak tercantum secara tegas di dalam produk dimaksud, maka produk tersebut tidak dapat diklasifikasikan sebagai suatu surat sanggup sebagaimana diatur dalam Pasal 174 KUHD, terlepas pihak yang menerbitkan menamai produk tersebut sebagai surat sanggup.
Ditanya oleh hakim anggota Khusaini, Promissory Note itu termasuk produk apa,? Apakah itu termasuk deposito, sebab ciri deposito yang paling mendasar adalah proses pencairannya yang tidak bisa dilakukan sewaktu-waktu, selain itu bunga yang diberikan juga lebih tinggi dibandingkan dengan tabungan.
“Surat sanggup itu mempunyai karakteristik seperti deposito,” jawabnya.
Ditanya lagi, bentuk produk seperti itu apakah termasuk kategori yang mendapatkan Ijin dari OJK,?
“Kalau menurut penelaan saya, produk yang dapat dipersamakan sebagai simpanan dan mempunyai karakteristik seperti yang menyerupai deposito, sehingga ketika pihak yang menawarkan produk tersebut melibatkan dana masyarakat, maka harus memperoleh ijin,” jawabnya. (Han)