SURABAYA – beritalima.com, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, akhirnya mengeluarkan penetapan pembantaran terhadap terdakwa dugaan pemalsuan surat, Linda Leo Darmosuwito. Kamis (4/11/2021).
Mantan istri dari Bos Minyak Kayu Putih itu dibantarkan karena masih mengalami gangguan kesehatan dan memerlukan perawatan medis yang intens di rumah sakit mempunyai fasilitas lengkap akibat penyakit Auto Imun yang dideritanya.
Sempat terjadi perdebatan antara jaksa penuntut dengan majelis hakim terkait jangka waktu pembantaran. Awalnya, sebagai hakim Anggota di perkara ini Erentua Damanik memutuskan memberikan waktu dua minggu pembantaran bagi terdakwa Linda Leo. Namun jaksa penuntut Kejari Surabaya, Suwarti tidak siap jika diberikan tenggat waktu dua pekan untuk pembantaran tersebut. Jaksa Suwarti berdalih keamanan.
“Kalau begitu sepakat kita berikan satu minggu untuk pembantaran. Untuk keamanan dan keselamatan terdakwa Leo Linda menjadi tanggung jawabnya jaksa, sedangkan biaya pembantaran ditanggung terdakwa,” papar hakim anggota Erentua Damanik.
Setelah sepakat, ketua majelis hakim Suparno pun langsung mengeluarkan penetapan pembantaran sampai terdakwa Linda Leo sehat kembali dan bisa hadir dalam persidangan.
“Untuk sementara kita beri waktu dari tanggal 9 sampai tanggal 12 Oktober 2021 sambil menunggu perkembangan dari dokter yang ditunjuk jaksa maupun yang ditunjuk terdakwa melalui tim penasehat hukumnya. Sidang ditunda sampai terdakwa sehat kembali,” kata Ketua Majelis Hakim Suparno di ruang sidang Garuda 2 PN Surabaya.
Ditandaskan Hakim Suparno, pembantaran tersebut dikeluarkan setelah majelis hakim mendapat second opinion dari Doktor dr Yuliasih, salah satu spesialis penyakit Auto Imun di Surabaya.
“Disebutkan, Linda Leo Darmosuwito harus dirawat di kliniknya,” tandas ketua majelis hakim Suparno.
Dimintai tanggapan oleh awak media terkait pembantaran terdakwa Linda Leo, Bos Minyak Kayu Putih Sugianto Sutiono yang saat itu hadir di persidangan sebagai saksi, enggan berkomentar. Bahkan Sugianto Sutiono bersama dengan beberapa anggota keluarganya langsung meninggalkan PN Surabaya.
Sementara Salawati Taher selaku penasehat hukum terdakwa Linda Leo meyakini pembantaran tersebut berdampak baik untuk kliennya, meski sudah sangat berlarut-larut.
“Kita seperti disekat dalam segala hal. Second Opinion itu seharusnya yang mengajukan kan majelis. Tapi apa mau dikata, demi kepentingan klien kita tidak bisa menundah lagi,” kata Salawati selepas sidang.
Senada dengan Salawati, Yohanes Dipa menilai penahanan terhadap kliennya selama ini terkesan dipaksakan. Sebab kata Yohanes Dipa sebelumnya sudah ada dua rekomendasi secara lisan dari doktor dan profesor, bahkan dari Komnas Perempuan.
“Mau lari kemana sih klien kami. Sejak dari penyidikan sampai dilimpah tahap dua di kejaksaan tidak ditahan. Penahanan itu kan tidak harus di rutan. Penahanan rumah kan bisa, penahanan kota juga bisa,” katanya.
Harusnya lanjut Yohanes Dipa, kalau pihak PN Surabaya melihat secara jeli penyakit yang diderita terdakwa Linda Leo, mestinya Pengadilan bisa melakukan penahanan rumah atau penahanan kota.
“Kenapa hal itu tidak bisa dilakukan. Kalau alasannya khawatir melarikan diri, kan ada pengamanan dari kepolisian. Kenapa itu tidak dilakukan, kenapa klien kami harus dilakukan penahanan di rutan,” lanjutnya.
Yohanes Dipa sangat menyayangkan semangat PN Surabaya untuk melakukan penahanan di rutan terhadap kliennya.
“Ini ada apa,?” tandasnya. (Han)