SURABAYA – beritalima.com, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Ni Made Purnami menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada Ardi Pratama, terdakwa pada kasus salah transfer Rp 51 juta dari BCA KCP Gateway Junction Citraland.
Ardi Pratama yang kesehariannya berprofesi sebagai makelar mobil ini dinilai hakim terbukti bersalah sesuai dakwaan pertama Jaksa Penuntut yakni Pasal 85 UU No 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Ardi Pratama terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer Jaksa. Menjatuhkan pidana selama 1 tahun. Menyatakan terdakwa Ardi Pratama tetap ditahan,” kata Hakim Ni Made Purnami saat membacakan putusan virtualnya di ruang sidang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kamis (15/4/2021).
Vonis setahun tersebut diambil Hakim setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi, memeriksa alat-alat bukti dan mendengarkan keterangan terdakwa yang mengaku bersalah.
“Terdakwa menyadari akibat dari perbuatannya yang mana seolah-olah sebagai pemilik dan langsung saat itu juga uang tersebut dipakai oleh terdakwa untuk membeli barang secara online dan untuk membayar hutang-hutangnya,” kata hakim Ni Made Purnami dalam pertimbangannya.
Terkait unsur diketahui dan patut diketahui sambung Made Purnami, tanpa konfirmasi lebih dulu kepada pihak yang melakukan transfer dan pada hari yang sama telah melakukan penarukan tunai secara bertahap dan melakukan transfer ke pihak lain, padahal terdakwa tahu betul tidak mendapatkan komisi dari penjualan mobil.
“Lebih dari itu selama ini direkening terdakwa Ardi Pratama tidak pernah ada pemasukan transfer sebanyak itu,” sambungnya.
Sementara hal yang memberatkan, terdalwa telah menikmati hasil kejahatannya dan terdakwa berbelit-belit selama masa persidangan
“Hal yang meringankan terdakwa masih muda dan belum pernah dihukum,” lanjut Hakim Ni Made Purnami lagi.
Menanggapi vonis ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Willy Gde yang pernah menuntut terdakwa Ardi Pratama dengan pidana dua tahun penjara menyatakan pikir-pikir. Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh terdakwa ArdI Pratama.
“Kami pikir-pikir Yang Mulia,” kata Ardi Pratama melalui ketua tim penasehat hukumnya Hendrik Kurniawan.
Diketahui, pada 17 Maret 2020 terdakwa Ardi Pratama mendapatkan transfer masuk uang sebesar Rp 51 juta ke rekeningnya. Ardi menyangka uang itu adalah hasil komisinya sebagai makelar mobil mewah.
Berselang 10 hari kemudian, rumah Ardi di Jalan Manukan Lor Gang 1a No 10 Surabaya didatangai oleh dua orang pegawai BCA yaitu Catur Ida dan Nur Chuzaimah. Mereka mengatakan bahwa uang senilai Rp 51 juta itu telah salah transfer dan masuk ke rekening Ardi Pratama.
Sayangnya uang itu terlanjur terpakai Ardi Pratama. Seorang pegawai BCA, Nur Chuzaimah kemudian melaporkan Ardi Pratama pada Agustus 2020. Lalu pada November 2020, Ardi Pratama ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dengan tuduhan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011.
Usai persidangan, penasehat hukum terdakwa, yang diwakili Hendrik Kurniawan mengatakan menghargai putusan majelis hakim tersebut, kendati dirasa Hengki banyak fakta-fakta dipersidangan yang tidak dipakai hakim dalam memutus perkara ini.
“Kalau menerapkan Pasal 85 harusnya Pasal 87 dilihat dulu. Aturannya seperti itu, tidak boleh dipatas begitu saja Pasal 85 saja. Apa ibu Nur Chuzaimah ini penyelenggara dana,? Karena di BAP dia mengaku rugi dan menggantikan uang itu ke BCA. Namun faktanya ketika di persidangan dia tidak bisa menunjukkan buktinya,” ucapnya kepada awak media.
Untuk itu lanjut Hendrik, meski pihaknya mengapresiasi putusan majelis hakim namun untuk langka hukum selanjutnya dia akan berkonsultasi lebih dulu dengan keluarga terdakwa.
“Kalau unsurnya saja yang dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim, ya seperti ini hasilnya,” pungkasnya. (Han)