SURABAYA, beritalima.com| Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Pujo Saksono, memberikan tambahan waktu kepada Jaksa Kejati Jatim, Sri Rahayu untuk bisa membuktikan dakwaannya terhadap kasus peredaran 14 gram narkotika jenis sabu-sabu dengan terdakwa Sipudin alias Siput Bin.
“Sidang pemeriksaan terdakwa dilanjutkan lagi pada Kamis (9/1/2020). Jaksa saya berikan kesempatan membuktikan adanya hubungan antara terdakwa Sipudin dengan Sobirin (DPO), sebab masa tahanan pada terdakwa hampir habis,” kata hakim Pujo Saksono. Senin (6/1/2020).
Tambahan waktu ini diberikan akibat, Jaksa tidak mampu membuktikan siapa pemilik sebenarnya 14 gram sabu tersebut. Setelah terdakwa Sipudin mengelak dan tidak mengakui isi BAP polisi.
“Jadi anda tidak mengakui isi BAP ini, padahal BAP ini sudah anda sudah tanda tangani. Anda siap saya konfrontir dengan penyidiknya,?” tanya hakim Pujo Saksono kepada terdakwa Sipudin, Senin (6/1/2020).
“Saya dipaksa sama polisi. Saya disuruh polisi menanda tangani BAP itu, disuruh mengakui kalau bungkusan hitam itu milik saya. Padahal itu miliknya Nanang. Sewaktu Nanang datang kerumah saya, saya keluar menemui dia dan langsung ditangkap karena ada benda hitam diatas meja rumah saya. Nanang itu teman baik saya,” jawab terdakwa Sipudin.
Dalam pengamatan majelis hakim, selama persidangan, jaksa juga tidak dapat membuktikan adanya alat bukti berupa percakapan antara Sipudin dengan Sobirin yang bisa memberatkan Sipudin.
“Jaksa semakin kesulitan mengetahui siapa pemilik sebenarnya dari 14 gram sabu saat itu, ujungnya terdakwa Sipudin, terstigma begitu saja sebagai pemiliknya. Meski di Surabaya banyak dikenal istilah ranjau pada peredaran narkoba jenis sabu,” jelas hakim anggota Rohani Efendi.
Sebelumnya, Dr. Eliyas dari BNN Cirebon yang dihadirkan Sipudin sebagai saksi ahli menandaskan, bahwa perbedaan pasal 112 dan 114 dalam konteks peredaran gelap narkotika jenis sabu dilihat dari banyaknya barang bukti semata. Namun, yang menjadi persoalan sekarang ini, ternyata banyak orang yang didakwa dengan pasal tersebut, meski hanya dengan barang bukti dibawah 1,2 atau 3 gram saja.
“Dan itu tidak masuk dalam pasal-pasal itu. Apalagi MA sudah menerbitkan Sema 04/2010 yang harus dijadikan panduan bagi PN dan PT. Maka hakim harus berani menyatakan dia sebagai victim atau korban,” katanya.
Kata Eliyas, ketika hakim menemukan dakwaan jaksa pasal 112 dan 114, tetapi sesungguhya terdakwa hanyalah sebagai pengguna saja. Maka hakim dibolehkan keluar dari dakwaan jaksa,
“Hakim harus menggunakan dengan caranya sendiri,” tandas Eliyas yang pernah menjadi saksi ahli atas terdakwa Ridho Rhoma Irama dan Nunung Srimulat. [Han]