JAKARTA, beritalima.com – Sebuah kemajuan dalam perlindungan buruh ditorehkan. Payung hukum baru dalam wujud UU No. 18/2017 merupakan wujud komitmen pemerintah dalam menaungi para pahlawan devisa.
Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) mengapresiasi pemerintah dan DPR ikhwal terbitnya UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Undang-undang ini dirasa lebih baik dari UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan & Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Penilaian itu mengemuka setelah Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo menerima 10 perwakilan yang tergabung dalam Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) yang membawahi 28 organisasi yang peduli pada isu buruh migran di Bina Graha, Jakarta, Kamis, 13 September 2018.
Savitri Wisnuwardani dari Seknas Jaringan Buruh Migran memberi masukan agar UU tersebut segera dilengkapi dengan peraturan turunan, sehingga UU tersebut bisa dioperasionalkan di lapangan. Menurutnya, dalam UU ini ada mandat yang harus dikerjakan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat. “Cukup banyak pemerintah daerah yang belum menjalankan undang-undang tersebut, karena guideline-nya belum ada,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan berbagai persoalan tenaga kerja di luar negeri sebagian besar atau tujuh puluh persen ada di dalam negeri, sisanya yang tiga puluh persen ada di hilir (luar negeri). Lantaran itu penguatan perusahaan pengerah tenaga kerja, persiapan, dan pembekalan jadi kunci keberhasilan.
Sementara Oki Wiratama dari LBH Jakarta berharap agar turunan peraturan yang menyangkut bantuan hukum dalam PP atau Perpres jangan digabungkan dengan yang lain. Ia juga berharap ada aturan yang menampung soal ganti rugi dan pentingnya memaksimalkan peran atase tenaga kerja di luar negeri agar mereka lebih mengedepankan prepektif HAM dalam penanganan TKI.
Wakil dari Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia menyoroti soal perlindungan jaminan sosial yang diberikan pekerja migran. “Dari 13 item perlindungan yang dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan, ternyata hanya 6 yang mengcover pekerja migran, kami ingin dikembalikan ke 13 item tersebut,” tandas perwakilannya.
Menanggapi masukan tersebut, Jurist Tan, Tenaga Ahli Madya KSP, memaparkan beberapa hal yang sudah dijalankan pemerintah untuk melengkapi undang-undang ini.
“Kami dari KSP ikut mengawasi, bagaimana peraturan turunan dari UU PPMI tersebut di tingkat makro. Misalnya, apakah peraturan itu sudah dirancang, sejauh mana, dan waktu penyelesaiannya. Di Kemenaker, pada direktorat yang menangani sedang fokus ke badan dulu. Posisi sekarang sedang menunggu dari Kemenpan RB,” jelasnya.
Eko Sulistyo sepakat dengan Jaringan Buruh Migran, bahwa undang-undang No. 18/2017 tersebut lebih maju dibandingkan dengan regulasi terdahulu. Yang pasti regulasi turunan sedang dilakukan. “Saya berharap, komunikasi antara jaringan buruh migran dan KSP ditingkatkan, sehingga kita bisa saling meng-update informasi dan saling memberikan input dan payung hukum tersebut bisa segera dioperasionalkan” ungkapnya.
Menurut Eko, Presiden Jokowi pun sangat peduli dan akomodatif terhadap perlindungan buruh migran. “Negara harus terus hadir untuk melindungi buruh migran Indonesia,” tulis Jokowi lewat akun twitternya yang dicuitkan pada Hari Buruh Migran Sedunia pada Senin, 18 Desember 2017.
(rr)