MADIUN, beritalima.com- Warga Negara Asing (WNA) asal Ridderkerk, Belanda, Petrus Wilhelmus Snoren (76), melalui kuasa hukumnya, Usman Baraja, mengajukan gugatan kepada mantan istrinya terkait harta gono-gini ke Pengadilan Negeri Madiun, Jawa Timur, Senin 6 Pebruari 2017.
Munculnya gugatan ini berawal dari perceraian antara penggugat dengan istrinya, Tri Wahyu Hidayat, di Pengadilan Nederlandse, 29 Mei 2015, lalu. Karena telah bercerai, kemudian penggugat bermadsud menanyakan hak harta gono-gini berupa sebidang tanah seluas 4000 meter persegi yang terletak di Jalan Terate, Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun, kepada mantan istrinya.
Menurut kuasa hukum penggugat, Usman Baraja, tanah tersebut bukan atas nama keduanya. Tapi diatasnamakan tergugat dan saudara tergugat, Agung Iman Sugandi. “Karena diajak bicara secara kekeluargaan tidak bisa, ya kita ajukan gugatan,” kata Usman Baraja, kepada wartawan.
Memang, lanjutnya, tanah itu dulu dibeli dari orang tua tergugat (mertua penggugat) seharga Rp.900 juta tanpa kwitansi. Alasannya, tidak etis seorang menantu membeli tanah mertua kemudian minta kwitansi.
“Tapi dalam proses selanjutnya, tanpa sepengetahuan klien saya, tanah itu sudah atas nama mantan istri klien saya dan saudaranya (Agung Imam Sugandi) dengan sertifikat nomor 1239. Tapi bahasanya bukan akta jual-beli. Namun bahasanya, hibah dari orang tua ke anak. Jelas klien saya dirugikan,” lanjutnya.
Bahkan, tambah Usman, ketika tanah itu disewakan kepada pihak lain untuk ditanami tebu, kliennya tidak pernah diberi uang hasil sewa sepeserpun. “Padahal jelas-jelas disini klien saya punya hak. Karena itu memang harta bersama-sama (gono-gini),” pungkasnya.
Sementara itu, dalam sidang perdana gugatan ini, pengacara yang ditunjuk oleh tergugat, yakni Handoko Setijo Yuwono, belum mengantongi surat kuasa dari tergugat. Alasannya, tergugat bermukim di Belanda dan harus melalui Kedutaan Besar RI di Belanda untuk mendapatkan surat kuasa. “Mohon ijin Yang Mulia, minta waktu dua bulan. Soalnya harus melalui Kedutaan RI di Belanda,” pinta Handoko, kepada majelis hakim.
Namun permintaan waktu selama dua bulan itu, ‘diprotes’ oleh kuasa hukum penggugat dengan alasan terlalu lama. Kemudian ketua majelis hakim, Catur Bayu Sulistiyo, memberikan waktu selama satu bulan. “Saya kasih waktu satu bulan,” kata ketua majelis hakim, Catur Bayu Prasetiyo, sebelum mengetuk palu. (Rohman/Dibyo).
Foto: Dibyo/beritalima.com