Pantauan koran ini pertemuan yang berlangsung kamis kemarin dipimpin langsung oleh ketua komisi A Melki Frans, serta Anggota, dan para pemilik Lahan. Manajemen PT. (Persero) PLN Maluku-Maluku Utara, Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maluku, serta Biro Hukum Setda Provinsi Maluku.
Dalam pertemuan itu pemilik lahan, Haris Kotta mengatakan kehadiran mereka selaku pemilik lahan, untuk menyampaikan kronologis pembebasan lahan yang akan mau dijadikan sebagai pembangunan PLTPB, dengan luas 11,3 hektar, dan yang nantinya terpakai seluas 4,8 hektar. Dimana lokasi tersebut dari tahun 2014 sudah dilakukan kegiatan yang berupa survei lokasi, dengan dibentuk dua tim.
Dari kedua tim itu kata dia, dimana untuk tim A bertugas mengukur luas lahan yang ada, sementara untuk tim B termasuk dia sendiri didalamnya, bertugas untuk mencatat hasil pegukuran yang dilaksanakan oleh tim A.
“Jadi proses ini memang sudah dilakukan dari tahun 2014 dengan melakukan survey, serta dilangsungkan dengan penataan lapangan. Dan juga sampai pada penentuan siapa-siapa saja, dari pemilik lahan yang sebanyak tuju belas orang yang terdiri dari warga Tulehu sendiri, oleh pihak BPN Provinsi Maluku. Dan kronologis ini perlu dijelaskan agar diketahui, terkait persoalan lahan yang ada didusun Talanghaha Desa Tulehu Kecamatan Salahutu ini,” ujar Kotta
Menurutnya dengan adanya pendataan nama-nama pemilik lahan oleh BPN Provinsi, sehingga dari situlah keluarkan daftar nominatif tujuh belas warga pemilik lahan, kemudian ditambah dua pemilik lainya yang tidak sempat diukur lahannya pada saat itu, tepatnya pada 10 Desember 2014.
Kemudian daftar nominatif itu, diserahkan kepada Camat Salahutu, Raja Negeri Tulehu, serta Raja Negeri Suli, dengan tujuan untuk memberikan peluang selama 14 hari kepada para pihak-pihak yang merasa keberatan atas lahan itu dan dapat mengajukan gugatan atau komplen, terhadap daftar normativ itu.
Tetapi setelah melewati batas waktu yang ditentukan selama 14 hari, tidak satupun yang mengajukan keberatan, sehingga proses pembebasan lahan tahap pertama telah dilakukan.
Namun, setelah pembebasan lahan sudah dilakukan, ada dua warga Negeri Suli atas nama Max Sitanala dan Markus Pattirane mengajukan keberatan ke BPN provinsi. Dengan menyatakan lahan tersebut, milik keduanya. Dengan membawa bukti-bukti, padahal lahan itu sama sekali bukan milik warga Suli. Bahkan dengan bukti yang tidak jelas itu, sehingga BPN sendiri hampir mengklaim bahwa lahan tersebut, milik kedua warga Suli ini.
“Jadi sudah lewat waktu 14 hari, baru kedua ini ajukan keberatan. Dimana Max Sitanala membawa bukti surat keputusan pengadilan ke BPN dengan objek lahan, yang sebenarnya itu berbeda. Sedangkan Markus Pattirane membawa kopian surat register dati dari tahun 1814 katany sebagai bukti, padahal tidak benar. Sehingga dengan adanya pengajuan keberatan ini, membuat proses pembebasan lahan itu terhambat,” jelasnya.
Ditempat yang sama pemilik lahan lainnya, Ali Lestaluhu mengatakan, dusun Talanghaha wilayahnya sangat luas hingga masuk sampai ke lokasi pemandian air panas Tulehu. Sehingga persoalan sengeketa itu menurut dia, terkesan ada oknum yang ingin mencari keuntungan dari masuknya proyek PLTPB dari PLN di daerah itu.
“Kami warga Tulehu sendiri, juga menyayangkan sikap BPN Provinsi Maluku yang dinilai tidak konsisten dengan kesepakatan awal, pasca pembuatan daftar nominatif selama 14 hari itu,” paparnya .
Sementara Anggota komisi A DPRD Maluku, Luthfi Sanaky menambahkan, persoalan tersebut harus dilihat dari dua sisi penting, yang harus dipertimbangkan dalam persoalan lahan ini, pertama menyangkut kepentingan umum, dan kedua adalah hak-hak masyarakat.
” Ini jika kita lihat pihak panitia, sudah terlalu cepat untuk mengambil langkah, sehingga persoalan ini perlu ada pengusulan solusi yang baik, sehingga semua kegaiatan bisa berjalan dengan lancar,” bebernya.
Selain itu, Ketua komisi A, Melkias Frans mengatakan pertemuan tersebut belum bisa dikelurakan putusan secara final. Karena pihaknya akan mengundang kedua warga Negeri Suli itu, untuk mendengarkan penjelasan keduanya lebih lanjut. Bahkan dengan persoalan ini sehingga
pihak PLN melalui BPN provinsi Maluku telah menitipkan dana pembebasan lahan senilai Rp 4 miliar ke pengadilan.
“jadi belum bisa diadakan putusan secara fainal, karena komisi nantinya akan mengundang kedua warga Suli, Yakni Max Sitanala dan Markus Pattirane, yang mengklaim bahwa lahan itu juga milik mereka. Tujuan pemanggilan ini, untuk mendengarkan penjelasan lebih lanjut dari keduanya seperti apa, baru bisa dikeluarkan pustusan,” pungkasnya (L.Mukaddar)