TULUNGAGUNG, beritalima.com- Menindaklanjuti polemik yang sedang terjadi antara Lurah dan Ketua RW di Kelurahan Kutoanyar, Kecamatan/Kabupaten Tulungagung, Jatim, Lurah memberikan statement.
Dikatakann Lurah Kutoanyar Yulianto, pertama di proposal itu tertulis paguyuban RW se- Kelurahan Kutoanyar atau ada 10 RW. Kemudian setelah di cek disitu ditujukan kepada Bupati, Lurah meminta diganti atas nama Pj. Bupati karena yang sekarang penjabat.
Kedua, belum ada susunan pengurusnya seperti Ketua, Sekretaris, bendahara dan anggotanya. Ketiga, disitu ada Rencana Anggaran Biaya (RAB) satu unit motor Viar dengan nilai sekitar 33 juta, dan belum ditandatangani.
Lurah mensyaratkan membuat berita acara pembentukan paguyuban. Diantaranya dimana tempat berkumpul, daftar hadir, foto waktu pelaksanaan kegiatan dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) nya.
Menurutnya, kenapa harus dilengkapi seluruh persyaratan karena resikonya cukup tinggi, kalau Lurah asal tanda tangan tanpa kelengkapan administrasi.
“Dalam proposal tertera nominal yang kemungkinan dibelanjakan oleh paguyuban. Secara pribadi saya menginginkan agar OPD yang membelanjakan melalui LPSE dengan sistem E- Katalog, itu relatif sulit untuk diselewengkan,” ucap Yulianto, Jum’at (17/11/2023).
Lanjutnya, jadi nanti jika terealisasi bantuan hibah paguyuban menerima dalam bentuk barang atau motor Viar roda tiga itu. Kemudian serah terima barang dari OPD yang bersangkutan kepada paguyuban dan biasanya Lurah mengetahui.
“Bukan terbalik, paguyuban menerima bantuan keuangan kemudian membelanjakan itu sangat beresiko bagi Lurah,” lanjutnya.
Disinggung terkait membentak MM saat di kantornya, ia menjelaskan, itu mungkin hanya mis komunikasi dan lagi banyak masalah pribadi, sehingga timbul kata-kata yang kurang enak.
“Sebenarnya, itu banyak kutipan dari seseorang yang mempunyai jabatan di atas saya. Intinya, kondisi keuangan saat ini di Kelurahan Kutoanyar itu berat dan menjadi beban selama 4 tahun menjabat sebagai Lurah Kutoanyar, tapi ini tugas karena ada sumpah dan janji,” terangnya.
Ketika dikonfirmasi mengapa masyarakat tidak diajak dalam Musrenbang Kelurahan,menurutnya, sebenarnya tidak begitu mekanismenya, terkait pengelolaan anggaran baik APBD 1, APBD 2 dan APBN, kalau dulu dari atas ke bawah, kemudian setelah era reformasi dirasa kurang bagus atau efektif. Jadi sekarang dipakai sistem bottom up dengan maksud aspirasi dari bawah.
“Paling ideal itu, musyawarah Dusun, musyawarah Kelurahan dan Musrenbang tingkat Kelurahan itu kan mengumpulkan orang, tetapi baru tahun kemarin ada anggaran, sebelumnya tidak ada anggarannya,” ujarnya.
“Selama saya menjabat 4 tahun sebagai Lurah Kutoanyar, baru ada anggaran untuk Musrenbang di tahun 2022 dan 2023 dengan nominal 1,5 juta dan harus nalangi dulu. Sebenarnya Musrenbang itu harus ada, namun anggaran untuk Mamin dulunya tidak ada,” imbuhnya.
Diterangkan, setelah ada anggaran untuk makan dan minum, Musrenbang Kelurahan Kutoanyar dari Tahun 2022 selalu diadakan.
“Sebenarnya masalah seperti ini tidak perlu diperpanjang, masalah yang diperpanjang itu budaya yang tidak produktif, hanya buang-buang energi yang tidak ada untungnya,” dalihnya.
Namun berbeda dengan apa yang disampaikan oleh ST salah satu warga Kutoanyar, ia menuturkan, selama ini bahkan sampai hari ini belum pernah sama sekali diajak untuk rapat Musrenbang Kelurahan.
Bahkan terakhir, dalam pengadaan gapura dan billboard, masyarakat juga tidak pernah sama sekali diundang untuk musyawarah dan mengambil keputusan bersama.
“Pengadaan gapura di beberapa titik lokasi dan billboard di depan kantor kelurahan Kutoanyar yang bersumber dari ADK tahun 2023, tidak pernah ada musyawarah, atau dirapatkan dengan para Ketua RT/RT dan tokoh masyarakat setempat, sehingga terkesan ada dugaan manipulasi terkait dengan anggaran pengadaan gapura dan billboard tersebut,” kata ST. (Dst).