BANYUWANGI, beritalima.com – Pemberhentian 332 orang THL ditengah keterpurukan ekonomi masa pandemi oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, berbuntut panjang. Selain banjir penolakan, Fraksi Demokrat DPRD Banyuwangi, juga mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus).
“Semua pimpinan (Pimpinan DPRD Banyuwangi) kompak meminta supaya keputusan pemutusan kontrak kerja tidak dilakukan. Tetapi ternyata masih dilakukan. Kami dari Partai Demokrat, akan memdorong membuat Pansus,” tegasnya, Jumat (12/3/2021).
Kebijakan pemberhentian THL dimasa pandemi, dinilai kurang tepat dan sangat tidak manusiawi. Disisi lain juga bertentangan dengan program pemerintah pusat dalam meringankan beban hidup masyarakat ditengah keterpurukan ekonomi.
Dimasa pandemi Covid-19, masyarakat sangat membutuhkan penghasilan. Dan kebijakan pemberhentian THL, sama saja dengan memangkas sumber pendapatan. Yang tentu saja bakal menjadi awal kesengsaraan. Sementara untuk mencari pekerjaan lain dimasa pandemi tidaklah mudah. Mengingat banyak perusahaan yang pendapatannya menurun.
“Saya minta dengan hormat kepada Bupati Banyuwangi, untuk meninjau ulang keputusan dalam memutus kontrak kerja THL,” ungkap Michael.
Pimpinan dewan sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Banyuwangi ini juga meminta Bupati Banyuwangi, untuk lebih mengedepankan hati nurani. Karena THL yang diputus kontrak ada yang sudah mengabdi selama 15 tahun.
“Mereka sudah mengabdi 8 tahun, 10 tahun, bahkan 15 tahun. Tanpa ada kesalahan tiba – tiba diputus kontrak. Ada yang istrinya sedang hamil, ada yang menghidupi orang tua dan lainnya,” ulasnya.
Sebagai wakil rakyat, pemilik tempat wisata Alam Indah Lestari (AIL) Desa Karangbendo, Kecamatan Rogojampi, mengaku tak mungkin diam melihat persoalan ini. Apalagi seluruh Pimpinan dan anggota DPRD Banyuwangi, sepakat meminta agar tidak ada pemberhentian THL dimasa pandemi Covid-19.
Namun sepertinya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, memang tidak mau mendengar aspirasi dari wakil rakyat. Terbukti, dengan berbagai alasan kebijakan pemberhentian THL tetap dilakukan.
“Pimpinan DPRD Banyuwangi, telah menggelar hearing dengan Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah). Semua pimpinan hadir saat itu. Semua pimpinan kompak meminta supaya keputusan pemutusan kontrak kerja tidak di lakukan, tetapi masih di lakukan,” ungkap Michael.
Wakil Ketua DPRD Banyuwangi ini menduga, perekrutan THL oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dilakukan secara sepihak. Diluar sepengetahuan Sekretaris Daerah (Sekda) dan tanpa melalui proses Analisis Jabatan (Anjab) dan Analisis Beban Kerja (ABK).
Dengan kondisi tersebut, maka menurut Michael, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, tidak bisa serta merta memberhentikan para THL. Tapi juga harus melakukan evaluasi terhadap OPD pelaku perekrutan. Karena sebagai pejabat pemerintah, mereka telah membuat kebijakan yang kini merugikan para THL.
“Termasuk juga harus ditelusuri, dari anggaran apa honor para THL tersebut dibayar oleh masing – masing instansi,” ujarnya.
Penolakan terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, atas pemberhentian 332 orang THL, dilakukan bukan sebagai bentuk anti pati. Namun sebagai respon wakil rakyat terhadap keluhan dan aspirasi masyarakat. Sekaligus wujud rasa kemanusiaan.
“Saat ini masyarakat termasuk para THL sedang susah, ekonomi sulit, tidak mudah mencari pekerjaan. Itulah alasan kami akan mendorong pembentukan Pansus, karena pemberhentian THL dimasa pandemi ini sungguh tidak manusiawi,” ulas Wakil Ketua DPRD Banyuwangi sekaligus Ketua DPC Partai Demokrat Banyuwangi ini. (bi)