JAKARTA, Beritalima.com– Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI menerima audiensi dan pengaduan dari Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Majene, Sulawesi Barat dengan agenda konsultasi terkait Peraturan Presiden No. 33/2020 tentang Standar Harga Satuan Regional di Kantor DPD RI Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (17/3).
Ketua Bapemperda, Abdul Wahab menyampaikan aspirasi persoalan yang dialami anggota DPRD Kabupaten Majene terkait keberadaan Perpres No. 33/2020. Menurut dia, ketentuan terkait satuan harga dalam Perpres itu tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan, sehingga menyulitkan anggota DPRD menjalankan tugas.
Wahab memberi contoh saat dia sampai di Makassar setelah melakukan perjalanan dinas pukul 02.00 tetapi tidak bisa menyewa penginapan di Makassar karena menurut Perpres itu, dia diharuskan sudah dihitung sampai di Majene sehingga sudah tidak ditanggung biayanya.
“Pada posisi itu, ketika pukul 02.00 kita tiba ke Makassar dan dipaksa untuk kembali ke daerah, tidak ada transportasi yang siap pada posisi jam itu. Secara otomatis kita pasti menunggu, sangat repot sekali. Mau menginap tidak ditanggung, sudah lewat hari,” ucap Wahab.
Terkait ketidaksesuaian ketentuan Perpres No: 33/2020 dengan kondisi di lapangan, Anggota Bapemperda DPRD Majene, Basri Mallilingang berharap agar disempurnakan melalui Peraturan Daerah, baik itu peraturan bupati ataupun peraturan gubernur untuk menyesuaikan kondisi di setiap daerah.
Wakil Ketua PPUU DPD RI, Ajbar mengatakan, jika Perpres No: 33/2020 ini dibentuk dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51 ayat (3) PP No: 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Terkait kondisi di daerah yang berbeda-beda, Ajbar menjelaskan, Kepala Daerah dapat menetapkan standar harga satuan selain sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Kepala daerah dapat menetapkan Peraturan Kepala Daerah untuk standar harga satuan dengan cara memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran sesuai dengan amanat dari Perpres tersebut,” kata Senator dari Sulawesi Barat ini.
Dikatakan, persoalan yang muncul terkait Perpres adalah ketidaksesuaian substansi. Norma Perpres tentang Standar Harga Satuan Regional ini tidak sesuai dengan amanat pembentukannya dalam ketentuan Pasal 49 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) PP No: 12/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Nomor 5).
Perpres ini juga bertentangan dengan konsep otonomi daerah. Itu dilandasi pemikiran, desentralisasi dan otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan di daerah.
Khusus bidang keuangan, setiap daerah harus punya hak dan kewajiban untuk mengatur dan melaksanakan sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dengan menyesuaikan kemampuan keuangan daerah yang bersangkutan.
“Efektivitas standar biaya dalam menghasilkan kualitas kinerja yang lebih baik bagi peningkatan standar pelayanan harusnya bisa dipertimbangkan tidak hanya dari standasisasi biaya,” jelasnya.
Ketua PPUU DPD RI, Badikenita Br Sitepu mengatakan, permasalahan terkait standar harga satuan di daerah juga dialami daerah lain. Karena itu, dirinya menggagas adanya sebuah pembahasan dengan DPRD-DPRD di seluruh Indonesia guna menyelesaikan persoalan ini sehingga kedepan setiap anggota DPRD tetap bisa menjalankan tugasnya dalam memberikan pelanyanan kepada masyarakat dengan baik.
“Mungkin perlu diagendakan bagaimana PPUU mengundang beberapa Bapemperda di provinsi, atau bisa lewat webinar. Dan itu bisa dilakukan per regional. Semangatnya adalah mengurangi tumpang tindih beberapa regulasi dan mengharmonisasikan beberapa regulasi pemerintah pusat dengan daerah,” demikian Badikenita Br Sitepu. (akhir)