JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Dr H Mumammad Nizar Dahlan tidak rela partai yang didirkan serta dibesarkan para ulama dengan susah payah ini hancur hanya karena ulah segelintir orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Karena itu, setelah melaporkan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikhwal carter pesawat jet pribadi dalam kegiatan kedinasan yang bersangkutan selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas ke Medan dan Provinsi Aceh beberapa waktu lalu, Nizar melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam surat tertanggal 24 Nopember 2020 itu, Nizar meminta Presiden menegur Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia (Menkum HAM) Yasona Laoly karena tidak memeriksa, meninjau ulang dan membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara terkait dengan Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH01.AH.11.01 Tahun 2019 tentang Pengesahan Pengukuhan PLT Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan tertanggal 22 Mei 2019.
Isi surat kepada Presiden itu, Nizar menyebutkan, sehubungan dengan dikeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara berupa Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2019 Tentang Pengesahan Pengukuhan Plt Ketua Umum Partai Persatuan yang ditandatangani Yasonna H Laoly.
Nizar melalui kuasa hukumnya, Willy Hanafi 5 November 2020 mengajukan keberatan kepada Menterikum HAM untuk memeriksa dan meninjau ulang serta membatalkan Keputusan TUN berupa Keputusan Menkum HAM No: M.HH01.AH.11.01 Tahun 2019 Tentang Pengesahan Pengukuhan Plt Ketua Umum PPP tertanggal 22 Mei 2019, yang tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga(AD/ART) PPP pasal 13 AD/ART). Namun, sampai 24 November 2020 kami tidak memperoleh tanggapan.
Dengan surat ini, kata Nizar, saya mengajukan permohoman kepada Presiden Jokowi untuk
memberi terguran serta memerintahkan Menkum HAM untuk memeriksa dan meninjau ulang serta membatalkan Keputusan TUN berupa Kepmenkum HAM Nomor: M.HH01.AH.11.01 Tahun 2019 Tentang Pengesahan Pengukuhan Plt Ketua Umum
PPP tertanggal 22 Mei 2019.
“Saya melakukan semua ini, karena kecintaan saya pada partai. Ini Amar Ma’ruf Nahi Munkar, saya tak rela PPP yang didirikan dan dibesarkan para ulama hancur karena ulah orang-orang yang tidak bertanggungjawab,” tegas anggota DPR RI 2004-2009 ini kepada Beritalima.com, Selasa (1/12) siang.
Nizar mengungkapkan, pengangkatan Suharso sebagai Plt Ketum PPP melalui Keputusan Tata Usaha Negara (TUN) berupa Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-10.AH.11.01 tahun 2019 tentang Pengesahan Pengukuhan Plt Ketum PPP tertanggal 29 Mei 2019 yang ditandatangani Menkumham Yasonna H. Laoly adalah tidak sah atau cacat hukum.
Karena, lanjut Nizar, keputusan itu melanggar Anggaran Rumah Tangga (ART) PPP khususnya Pasal 13 ayat 1 yang menyatakan apabila Ketum berhalangan tetap, maka yang dapat menggantikannya adalah Wakil Ketua Umum PPP.
Adapun Pasal 13 Ayat 1 ART PPP berbunyi “Dalam hal terjadi lowongan jabatan Ketua Umum, karena ketentuan pasal 11 ayat 1, jabatan tersebut hanya dapat diisi oleh Wakil Ketua umum yang dipilih dalam rapat yang dihadiri Pengurus Harian DPP, Ketua Majelis Syari’ah DPP, Ketua Majelis Pertimbangan DPP,
“Pengangkatan Pak Suharso sebagai Plt Ketum PPP melalui Keputusan TUN berupa Keputusan Menkumham yang ditandatangani Yasonna Laoly itu tidak sah atau cacat hukum. Karena melanggar ART PPP bahwa yang berhak menggantikan Ketum jika berhalangan adalah Waketum. Ingat, ART itu hasil Muktamar VIII PPP,” jelas mantan anggota Komisi VII DPR RI ini.
Sebelumnya, Nizar juga telah melaporkan Suharso ke KPK terkait bantuan carter pesawat jet pribadi dalam kegiatan kunjungan ke Medan, Aceh, Jambi, dan Surabaya. Nizar mengadukan Harso ke lembaga anti-rasuah, Jumat (6/11). Untuk itu, KPK telah meminta penjelasan Nizar. (akhir)