Beritalima.com《 Banda Aceh – Gerakan Peduli Rakyat Aceh (Gepra) menghimbau segenap elemen rakyat Aceh untuk tidak terprovokasi dengan seruan segelintir elit politik nasional terkait people power yang dapat merusak perdamaian Aceh yang sudah lama terbina.
Seruan people power itu didengungkan oleh ketua majelis syura Partai Ummat Amien Rais dan Ketua Dewan pembina LSM Mega Bintang Mudrick Setiawan MS untuk memakzulkan presiden dinilai tak lebih hanyalah upaya inkonstitusional dan makar serta sangat sarat kepentingan politik segelintir elit belaka.
“Perdamaian Aceh terlalu mahal harganya, masyarakat sudah lama hidup dengan aman dan nyaman dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Jangan sampai semua rahmat perdamaian yang telah dianugrahkan Allah SWT itu justru dirusak oleh hegemoni segelintir elit nasional yang memiliki ambisi politik tertentu menjelang pemilu,” ungkap ketua Gepra, Refan Kumbara, Selasa 4 Juli 2023.
Menurut Refan, Gerakan people power yang diwacanakan tersebut adalah gerakan yang sifatnya tidak konstruktif, inkonstitusional dan memiliki konsekuensi negatif bagi stabilitas sosial dan bahkan kerap menimbulkan korban jiwa. “Ketika ada korban nantinya dari masyarakat segelintir elit itu justru biasanya buang badan dan cuci tangan, justru lagi-lagi rakyat yang menjadi korban,” kata Refan yang juga jubir Kaukus Peduli Aceh (KPA) itu.
Dia menegaskan, bahwa hegemoni politik dengan mengatasnamakan jihad yang diserukan oleh segelintir elit nasional tersebut bukanlah jihad yang dianjurkan oleh agama namun justru skema politik yang dapat merusak tatanan kehidupan sosial masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.
“Masyarakat wabil khusus di Aceh tentunya sudah berpengalaman pada setiap pemilunya dengungan jihad berlapis kemunafikan kerap menjadikan rakyat sebagai alat untuk memuluskan hasratnya.
Mereka kerap menggunakan empati rakyat, memoles ambisi politik akan kekuasaan dengan kebenaran lalu membangun bergaining politik demi kekuasaan, tentunya masyarakat sudah belajar banyak tentang hal seperti ini yang digemakan di setiap pesta demokrasi,” sebutnya.
Dia juga mengatakan, satu catatan penting yang perlu kita bahwa pada pilpres 2019 lalu masyarakat Aceh sempat dikelabui dengan isu politik identitas yang justru merusak hubungan harmonis antar sesama masyarakat, merusak silaturrahim antar sesama padahal silaturrahim itulah sebenarnya menjadi anjuran di dalam agama.
“Pada pilpres 2019 lalu di Aceh masyarakat sempat terhegomoni oleh sekelompok elit ini hingga hanya memberikan suara belasan persen kepada presiden jokowi yang akhirnya terpilih sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Namun fakta yang tak dapat kita pungkiri bahwa walaupun suaranya sangat kecil waktu itu di Aceh tapi ternyata dengan lapang dada presiden Jokowi tetap memberikan perhatian khusus kepada Aceh yang merupakan kampung halaman keduanya.
Bayangkan saja saat itu Jokowi dicaci maki tidak dipilih bahkan dihina di Aceh, tapi Jokowi tetap menganggap Aceh adalah bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan hidupnya hingga memberikan perhatian khusus dan berulang kali ke Aceh bahkan baru-baru ini Jokowi juga secara gamblang menunjukkan perhatiannya dengan menjadikan Aceh sebagai titik awal pelaksanaan kick off penyelesaian dan pemulihan hak korban pelanggaran ham berat masa lalu secara nasional,” paparnya.
Untuk itu, KPA mengajak rakyat Aceh untuk tak lagi terprovokasi oleh hegemoni politik tidak sehat yang didengungkan oleh segelintir elit nasional.
Biarkan waktu yang menjawab, kita kawal presiden kita menyelesaikan tugas mulianya hingga akhir. “Jangan sampai mereka berebut kue kekuasaan malah rakyat yang dimanfaatkan sebagai alat untuk dikorbankan, sungguh sesuatu yang sangat memilukan.
Maka mari sama-sama kita selamatkan Aceh dari provokasi dan ajakan sesat segelintir elit nasional yang dapat merusak perdamaian dan kedamaian di Aceh. Jangan gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga, jangan sampai gara-gara hegemoni segelintir elit politik, tapi akibatnya rakyat yang jadi korban dan rusak bangsa ini,” pungkasnya.”( A79)