JAKARTA, Beritalima.com– Kasus kekerasan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan ilegal berbendera China seperti dalam tayangan youtube yang ramai diperbincangan belakangan ini merupakan terkutuk dan perbudakan.
“Ini adalah tindakan sangat di luar batas kemanusiaan. Tindakan tersebut sangat bertentangan dengan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) atau Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik),” kata anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan pers yang diterima awak media, Sabtu (9/5) malam.
Dalam pasal 7 dan 8 ICCPR, kata legislator dari Dapil II Provinsi Sumatera Utara itu, tegas dijelaskan, tidak ada seorang pun yang boleh mengalami penyiksaan, perlakuan keji, tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Selain itu, tidak boleh ada seorang pun yang diperbudak dalam segala bentuk dan kerja paksa.
Dikatakan, ICCPR adalah panduan dasar warga dunia dalam memajukan penghormatan universal dan pentaatan atas hak asasi dan kebebasan manusia. Kovenan ini telah ditandatangani 74 negara. “Tindakan keji yang dilakukan tentu telah merusak prinsip dasar penegakan HAM. Tindakan itu tak boleh dibiarkan. Sudah sepatutnya, para pelaku dituntut di Mahkamah HAM internasional,” kata Saleh.
Dalam konteks ini, kata Saleh, Pemerintah Indonesia diminta melakukan tindakan diperlukan dalam mengusut tuntas kasus ini. Adalah kewajiban negara untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia. Termasuk puluhan ribu WNI yang saat ini bekerja sebagai ABK di banyak negara.
“Di Indonesia, kita selalu memperlakulan orang asing dengan baik. Kita menghormati mereka. Tidak pernah mengganggu mereka. Mestinya, WNI yang bekerja di luar negeri harus diberi penghormatan. Sungguh sangat tidak adil. TKA China kita perlakukan dengan baik. Mengapa WNI tidak dilindungi ketika bekerja di sana? Jangan sampai, bangsa kita selalu inferior jika berhadapan dengan negara lain”.
Dalam Raoat Kerja virtual, Kamis (7/5), Komisi IX telah meminta agar Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) melakukan investigasi terhadap hal ini. Tentu mereka tidak bisa sendiri. Karena itu, kementerian luar negeri juga diminta untuk ikut terlibat aktif. “Semua upaya harus dilakukan dalam membela dan melindungi WNI yang bekerja di luar negeri,” demikian Saleh Partaonan Daulay. (akhir)