Tidak Ada Pemalsuan Jual Beli Saham PT Hosion Sejati, Akta Notarisnya Belum Dilbatalkan

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Kubu terdakwa Ariel Topan Subagus menghadirkan saksi ahli hukum pidana Profesor Doktor Nur Basuki SH, MH dari Universitas Airlangga (Unair) dalam sidang dugaan pemalsuan Jual Beli Saham PT Hosion Sejati.

Diketahui, terdakwa Ariel Topan Subagus dipolisikan Kang Hoke Wijaya karena menjalankan PT. Hosion Sejati berdasarkan Akta No 18 tanggal 15 April 2016, Notaris Suyatno SH. MH di Sidoarjo dan Notulen RUPS-LB tanggal 28 Januari 2016 yang tidak pernah diikuti Kang Hoke Wijaya dan tidak pernah ditandatangani dokumen RUPS-LBnya. Terdakwa Ariel Topan Subagus menjalankan PT. Hosion Sejati setelah orang tua kandungnya yang bernama Susiana meninggal dunia pada 25 Juli 2015.

Profesor Nur Basuki dihadapan majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya berpendapat, dugaan pemalsuan ini tidak terjadi jika para pihak yang terlibat pada perkara ini menganut asas praduga sah atau Presumptio lustae causa atas terbitnya sebuah akta Notaris.

“Sepanjang akta Notaris itu belum dilakukan pembatalan, maka akta itu sah adanya,” ungkapnya di ruang sidang Candra, PN Surabaya. Rabu (10/3/2021).

Terkait surat palsu, penasehat Hukum (PH) terdakwa Ariel Topan Subagus, Fahmi Bachmid sempat menanyakan kepada saksi ahli, bagaimana jika saya yang melaporkan adanya surat palsu tersebut, padahal surat palsu itu pernah saya ajukan ke Bank dan mendapatkan kredit dan saya mendapatkan keuntungan dari kredit tersebut, tanya Fahmi,?

“Jika seperti itu berarti sebetulnya secara tersirat atau secara tidak langsung, dia mengakui bahwa surat itu sebetulnya tidak palsu atau tidak ada yang dipalsukan,” jawab Prof Nur Basuki.

Ditanya lagi apakah pernyataan non identik dalam Laboratorium forensik (Labfor) sama dengan palsu, tanya Fahmi lagi,?

“Non identik tidak ekuivalen atau tidak serta merta sama dengan palsu. Tapi harus dibuktikan dengan alat bukti lain,” jawab Nur Basuki.

Dalam perkara ini, profesor Nur Basuki sempat mengilustrasikan jika A sebagai almarhum Susiana, B sebagai Kang Hoke Wijaya dan C sebagai terdakwa Ariel Topan Subagus.

“Bahwa si C ini dalam posisi tidak tahu apa-apa. Si A sebagai orang tua kandung dari si C yang ada kesepakatan dengan si B untuk jual beli sahamnya dari si B ke C. Jadi kalau ditanya siapa yang yang dapat dimintai tanggung jawab pidananya kalau perkara ini nantinya benar-benar ada pemalsuan. Maka jawabnya adalah si A,” tandasnya.

Ditemui selesai sidang, Fahmi Bachmid, selaku kuasa hukum terdakwa Ariel Topan Subagus mengatakan, bahwa kasus ini murni diakibatkan adanya sakit hati semata. Kata Fahmi, kalau pasal sakit hati ini diadili dipersidangan maka, rusaklah negara ini,

“Jadi jelas bahwa kasus ini murni pemalsuan yang tidak bisa dibuktikan. Sebab yang menggunakan justru yang melaporkan, yang melaporkan justru diuntungkan karena dengan dokumen tersebut dia mengambil kredit di Bank dan mengambil uangnya,” katanya selesai sidang.

Yang terpenting lanjut Fahmi, dari semua keterangan ahli tadi adalah unsur dari kerugiannya. Ternyata dalam persoalan ini pelapor sendiri diuntungkan, karena dia menggunakan dukomen-dukomen tersebut untuk mengambil kredit dan sebagainya.

“Artinya pelapor membenarkan bahwa dukomen tersebut itu adalah asli dan yang melapor justru diuntungkan. Apalagi kejadian itu adalah sebelum orang tuanya (Ariel Topan) meninggal, jadi kasus akte jual beli jaman orang tuanya hidup, terus diberikan kepada anaknya. Anak ini tidak tahu-menahu,” pungkasnya. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait