Tidak Berpihak Dalam Program Rehabilitasi, Kemensos Digeruduk Aliansi IPWL se- Indonesia

  • Whatsapp

JAKARTA – beritalima.com, Aliansi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) se- Indonesia melakukan aksi demo di depan gedung Kementrian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI), Selasa (10/01/2023).

Membawa ratusan massa sambil membentangkan spanduk, Aliansi IPWL menuntut ketidak berpihakan Kemensos RI dalam program rehabilitasi.

“Kita semua dan warga dunia mengakui bahwa saat ini secara global menghadapi tantangan besar dalam masalah penyalahgunaan narkotika dengan segala dampak multi efeknya. Dan Presiden Joko Widodo pernah menyatakan “Indonesia Dalam Keadaan Darurat Narkoba,” ucap Ade Hermawan, salah satu kordinator aksi Aliansi IPWL di atas mobil komando.

Sambung Ade, meningkatnya prevalensi penyalahgunaan napza serta terbatasnya akses layanan rehabilitasi ditengah krisis kesehatan dan kemanusiaan menjadikan tidak sedikit para pecandu dan korban penyalahgunaan napza yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya.

Masih dalam orasinya, Ade memastikan UUD 1945 mengamanatkan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan sosial yang layak (Pasal 34). Dan setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2).

Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia khususnya yang tertuang dalam pasal 5(3) menyatakan bahwa setiap orang termasuk kelompok rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan ke khususannya.

“Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada pasal 54 menyatakan bahwa Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial,” jelasnya.

Sisi lain Ade menyebut, Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2011 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor Pecandu dalam Pasal 2nya lebih tegas menyatakan bahwa para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika mempunyai hak memperoleh pengobatan/perawatan pemulihan melalui layanan rehabilitasi medis dan sosial.

Di sektor Kesejahteraan Sosial, Undang Undang No.11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan sosial dan Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sosial menjadikan masalah penyalahgunaan napza ini menjadi prioritas dalam penyelenggaraan kesejahtetaan sosial.

“Sehubungan dengan pelaksanaan hak-hak tersebut Komunitas Institusi Penerima Wajib Lapor Pecandu dan Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza berkolaborasi membangun gerakan sosial Aliansi IPWL Sosial Indonesia,” sebut Ade.

Aliansi ini sambung Ade, berupaya mengokohkan komunikasi, koordinasi, konsolidasi dan aksi penyampaian aspirasi seluruh komponen pemangku kepentingan layanan rehabilitasi sosial dalam memperjuangkan hak pecandu dan korban penyalahgunaan napza.

Secara berkeadilan, Gerakan Aliansi ini melalui berbagai strategi melakukan advokasi mewujudkan kebijakan yang signifikan dan kondusif bagi pemenuhan hak hak pecandu khususnya dalam memperoleh layanan rehabilitasi sosial.

Mengawali tahun 2023 ini, Aliansi setelah mencermati dinamika yang terjadi dalam beberapa tahun ini dalam konteks penyelenggaraan layanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza dan kondisi yang.menyertainya akan mengadakan penyampaian aspirasi dan unjuk rasa damai dengan tema “TANTANGAN INDONESIA DARURAT NARKOBA : Ketidak Hadiran Kemensos RI Dalam Pemenuhan Hak-Hak Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Napza serta Kelalaiannya Menjaga dan Menjalankan Amanat Undang Undang.

Dengan ini kami memberitahukan tuntutan kami kepada Kemensos sebagai berikut :

1. Mendorong Kementerian Sosial untuk mengeluarkan regulasi terkait dengan tata kelola IPWL sesuai dengan amanat dalam Permensos No 6 Tahun 2020 tentang Rencana strategis Kementerian Sosial Tahun 2020-Tahun 2024 .

2. Segera menyusun peraturan yang mengatur pendanaan rehabilitasi sosial KPN yang tidak mampu sesuai dengan PP No. 25 Tahun 2011 (Pasal 22 ayat 2) tentang Institusi Penerima Wajib Lapor.

3. Mengingat pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza yang bersifat khusus maka dibutuhkan sumber daya manusia yang terampil (pekerja sosial Adiksi & Konselor Adiksi) yang fokus memberikan pelayanan didalam lembaga, karena saat ini dirubah menjadi pendamping rehabilitasi sosial yang yang multi fungsi sehingga pelayanan kelembagaan di IPWL menjadi terhambat dengan adanya penugasan yang bersifat intimidasi (ancaman dipecat/tidak diperpanjang kontraknya jika tidak melaksanakannya) untuk melaksanakan tugas tugas diluar lembaga.

4. Pentingnya melibatkan Pekerja Sosial Adiksi Napza dan Konselor Adiksi Napza dalam Tim Asesmen Terpadu (TAT) pada amandemen UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang saat ini sedang direvisi oleh BNN dan Komisi III DPR RI.

5. Agar dibuka komunikasi yang terbuka dan baik dengan stake holder/pelaksana rehabilitasi sosial dalam merumuskan kebijakan dan program ATENSI bagi korban penyalagguna napza karena terjadi pola kebijakan yang tidak baku dan berbeda beda dalam pelaksanaan ATENSI yang dilakukan oleh Sentra Kementerian Sosial yang ada di wilayah masing-masing.

Sementara Linda Theresia dari Yayasan Rumah Rehabilitasi Sosial SADO, menjelaskan bahwa dirinya bersama rekan-rekannya datang untuk ikut serta juga dalam Aksi Damai di Kemensos RI.

“Pada aksi hari ini, Selasa tanggal 10 Januari 2023 Mensos tidak hadir dan diduga tidak mau datang menemui Aliansi. Maka dugaan kami mengenai Kemensos tidak mau hadir dalam Rehabilitasi Sosial korban atau Pecandu Narkoba,” ucap Linda.

Karena tidak mau menemui kami, Linda menyeruhkan rencananya akan buatkan aksi lagi.kepada Presiden RI Bapak Jokowi,

“Selain itu kami juga sudah kirim surat pelaporan pada Ombudsman dan Kantor Sekretariat Presiden (KSP), tinggal menunggu follow up. Kami berjuang disemua lini sampai akhir,” seru Linda.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait