Tidak Hormati Hukum, Trentwood Dianggap Berbisnis Tanpa Etika

  • Whatsapp

GRESIK, beritalima.com | Kerjasama PT Buana Triarta, perusahaan pengelolaan kayu asal Semarang, dengan Trentwood, perusahaan asal Belanda, awalnya berjalan baik. Namun kemudian, ini yang terjadi.

 

Buana Triarta konsisten kirim barang sesuai kesepakatan dengan menggunakan sistem Free On Board (FOB). Dalam sistem yang umum berlaku dalam perdagangan internasional ini, tanggung jawab dan risiko atas barang berpindah dari penjual ke pembeli saat barang telah dimuat di kapal.

 

Dan, untuk memastikan kualitas barang dari Buana Triarta, pihak Trentwood menunjuk jasa pemeriksa lokal independent bernama Al Hadi Yusoef.

 

Namun, kerjasama itu ‘kisruh’ ketika Trentwood kemudian menolak melakukan pembayaran termin berikutnya. Alasannya, barang yang dikirim Buana Triarta tidak sesuai spesifikasi yang diminta.

 

Padahal, barang tersebut mustinya sudah diperiksa oleh jasa pemeriksa yang ditunjuk Trentwood, Al Hadi Yusoef.

 

Usut punya usut, Al Hadi selaku checker atau pemeriksa barang akhirnya mengaku tidak melakukan pemeriksaan karena barang sudah terbungkus rapi.

 

Atas kejadian itu, Buana Triarta menggandeng ASP Law Office sebagai kuasa hukum resmi dan menggugat Trentwood beserta Al Hadi ke Pengadilan Negeri (PN) Gresik.

 

Proses hukum pun berjalan. Di persidangan perdana, pihak Trentwood tidak hadir, bahkan tidak mengirimkan perwakilan ataupun menunjuk kuasa hukum yang berwenang mewakili.

 

Pemanggilan oleh pengadilan pun tertunda hingga menyebabkan pihak Buana Triarta yang diwakili Tim ASP Lae Office harus kembali menunggu selama 6 bulan untuk pemanggilan pihak Trentwood.

 

Anthonius Adhi S SH, M.Hum, C.Med, CLTP, CMLE, CCLA selaku Managing Partner dari ASP Law Office mengatakan, ketidakhadiran Trentwood adalah bentuk nyata dari perilaku dan itikad tidak baik yang sering terjadi dalam perdagangan Internasional, dimana hal ini merupakan suatu bentuk wanprestasi dan ketiadaan itikad baik.

 

“Mereka (Trentwood) ingin menikmati manfaat bisnis di Indonesia, tapi menolak tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia ketika timbul sengketa,” ujar Anthonius.

 

Ketidakhadiran Trentwood tidak hanya merugikan pihak Buana Triarta secara materiil dan reputasi, tetapi juga memberikan preseden buruk bagi perdagangan Internasional di Indonesia khususnya di sektor pengelolaan kayu.

 

“Kasus ini mencerminkan kelemahan struktural sistem penegakkan hukum di Indonesia, dimana ketika perusahaan asing tidak memiliki perwakilan hukum tetap, proses penyelesaian sengketa menjadi lambat, mahal dan tidak efektif,” kata Anthonius.

 

Menurutnya, ke depan harus ada regulasi tegas yang mewajibkan setiap entitas asing yang ingin rutin bertransaksi memiliki perwakilan hukum resmi di Indonesia.

 

“Tanpa itu, pelaku usaha lokal akan selalu berada dalam posisi lemah saat sengketa terjadi,” tambah founder dan ex-Managing Partner ANSUGI tersebut.

 

Pihak Buana Triarta melalui ASP Law Office tetap berkomitmen menuntaskan perkara ini melalui jalur hukum, demi prinsip dan keadilan.

 

Pihak Buana Triarta melihat bahwa ini bukan hanya soal nominal dan sebagainya, melainkan tentang suatu aksi nyata dalam penegakkan hukum, kedaulatan, dan perlindungan terhadap eksportir lokal yang beritikad baik.

 

Kasus ini menjadi Pelajaran penting bagi setiap pelaku usaha di tanah air, dimana hal-hal serupa sering terjadi, bahkan akan mungkin terjadi, dan bisa jadi lebih parah dari yang dialami oleh Buana Triarta.

 

Untuk mencegah hal tersebut, harus dipastikan kontrak dagang mencantumkan kewajiban perwakilan hukum dari mitra asing, dan jangan ragu untuk meminta nasehat atau pendampingan hukum dari ahli hukum dalam proses pembuatan kontraknya. gan

 

Teks Foto: Sidang perdana perkara gugatan PT Buana Triarta di PN Gresik, tidak dihadiri pihak tergugat.

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait