Banyuwangi – “Demo lagi, demo lagi!” ucap banyak orang yang melihat segerombolan lelaki dan perempuan bersepeda motor berkumpul di pertigaan jalan Desa Kandangan. Desa Kandangan ini berada di Kecamatan Pesanggaran. Kecamatan dibagian ujung selatan Kabupaten Banyuwangi. Kabupaten yang berjuluk The Sunrise of Java.
Tidak banyak jumlah mereka, tidak lebih dari tiga puluh orang. Mereka membentangkan selembar kain spanduk di atas jalan masuk desa yang memuat tulisan ‘menolak gunung Salakan ditambang’.
Semua orang tahu, orang-orang itu warga Desa Sumberagung. Desa tetangga yang masih berada diwilayah administrasi Kecamatan Pesanggaran. Mereka adalah kelompok orang ‘Tolak Tambang’ pimpinan Kusdi (Nama samaran) dan komplotannya. Kabarnya sih, dia warga Pancer, salah satu dusun di Desa Sumberagung.
Kelompok ini juga dikenal giat melakukan aksi-aksi demo di kawasan Desa Sumberagung. Selama bulan Juli 2022, tidak kurang dari lima kali demo mereka lakukan di kantor Desa Sumberagung dan di Kantor Camat Pesanggaran dalam rangka memprotes kebijakan Kepala Desa Sumberagung yang memutasi jabatan kerja Kepala Dusun Pancer menjadi staf di Kantor desa.
Mereka menolak keputusan Kepala Desa Sumberagung itu dan menuntut Bu Vivin Agustin selaku Kepala Desa untuk mengembalikan Fitri menjabat kembali menjadi Kepala Dusun Pancer. Untuk memaksa tuntutan itu dipenuhi, mereka mendirikan tenda biru di halaman parkir kantor desa selama seminggu.
Bu Vivin Agustin selaku pemangku desa, teguh dengan kebijakannya. Ia menolak tuntutan itu dan tidak lagi mau menanggapi tuntutan para pendemo yang dianggap tidak berdasar dan mengada-ada. Kecewa dengan sikap teguh Bu Vivin, para pendemo bersikap arogan. Mereka menyeret paksa salah seorang aparat desa untuk dicemooh dan dicaci-maki di depan umum. Perlakuan itu membuat aparatur desa pingsan dan traumatis.
Akibat kejadian itu, aparat desa yang lain menjadi takut masuk kerja. Pelayanan Desa atas masyarakat pun terganggu selama beberapa hari.
Peristiwa itu mendorong Aparatur Pemerintah Daerah Banyuwangi turun tangan dengan mempertemukan mereka pada acara “Musyawarah Desa” di Kantor Camat Pesanggaran. Hasil dari musyawarah itu menegaskan bahwa keputusan Bu Vivin Agustin sebagai Pejabat Kepala Desa Sumberagung telah bertindak tepat dan benar serta bijaksana memutuskan persoalan sesuai dengan Peraturan Pemerintahan Desa yang berlaku.
Sebelumnya, tepatnya selama bulan Mei 2022, Kelompok Tolak Tambang ini telah pula melakukan aksi demo berkali-kali ke Kantor Desa Sumberagung menuntut ditutupnya sebuah ruang kerja di kantor desa yang digunakan oleh staf sebuah perusahan tambang yang melayani proposal kerja pembangunan desa yang diajukan oleh masyarakat Desa Sumberagung. Untuk menghilangkan ‘kesalah-pahaman’, Bu Vivin Agustin mengabulkan tuntutan itu.
Merasa aksi demo itu berhasil, gerombolan Kusdi cs langsung ‘menggeruduk’ pula kantor yang berada di Dusun Pancer. Mereka menggelandang dan mengusir para pegawai yang ada untuk pergi meninggalkan Dusun Pancer.
Sungguh itu bentuk tindakan sewenang-wenang: liar ‘ala premanisme’. Tindakan yang sunguh tidak beradab: menyimpang dari budaya dan kepribadian masyarakat Indonesia yang berfalsafah Pancasila.
Sebagian besar masyarakat Desa Sumberagung merasa marah dan kecewa dengan kejadian itu. Mereka menilai itu tindakan yang bodoh dan tidak bertanggung-jawab. Seharusnya peristiwa itu tidak boleh terjadi. Harusnya kehadiran mereka disambut gembira oleh seluruh lapisan masyarakat Desa Sumberagung. Adanya kantor pelayanan itu di Dusun Pancer adalah bentuk komitmen kerja pembangunan masyarakat sekitar tambang.
Belum genap enam bulan kehadiran team kerja tersebut di Dusun Pancer, mereka telah mampu melakukan banyak pekerjaan dan perubahan di tengah kehidupan masyarakat seperti: membangun penerangan jalan raya, memperbaiki jalan yang rusak berat di Topengreges, memasang paving blok yang rusak parah di jalan wisata Pulau Merah, menggali drainase yang tertutup lumpur di Roworejo, merehabilitasi gedung Taman Pengajian Qur’an (TPQ). Membangun kembali mushola Roworejo, mendirikan lima belas warung wisata di Pandan Arum dan ada bermacam-macam bantuan lain yang diberikan untuk kegiatan masyarakat. Baik dalam bentuk barang atau dana segar.
Metode kerja ‘dari bawah ke atas’ (masyarakat mengajukan rencana kerja) yang diterapkan oleh team yang ada di Dusun Pancer, dirasakan sangat efektif karena menyentuh langsung pada kebutuhan pembangunan yang diinginkan oleh masyarakat. Masyarakat langsung bisa menikmati apa yang ingin dinikmati.
Selain itu, masyarakat pun merasa dibangun potensi dirinya karena setiap kegiatan kerja harus dikerjakan oleh masyarakan yang mengajukan pekerjaan.
Jika hubungan kerja yang sedemikian rupa terus berlanjut, sangat mungkin dalam waktu yang tidak lama masyarakat Pesanggaran akan bangkit menjadi masyarakat yang unggul dan makmur dengan kemajuan kehidupan desa yang gemilang. Sayangnya, harapan masa depan itu terganjal oleh ulah sekelompok orang yang tidak bertanggung-jawab. Ulahnya orang-orang yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya tanpa peduli dengan kepentingan orang banyak dan masa depan masyarakatnya.
Sekarang, gerombolan Orang Tolak Tambang itu mengangkangi jalan masuk desa tetangganya. Rencananya, mereka akan ‘menggeruduk’ rumah tinggal Kepala Desa Kandangan dan berdemo di sana.
“Mereka berlagak pahlawan, padahal sebaliknya. Mereka tikus-tikus. Tujuan mereka berdemo bukan gunung, tapi uang!”bisik seorang lelaki ke telinga saya.
“Rusdi itu telah menerima banyak uang dari orang BSI. Kerjanya cuma berjudi di galangan adu ayam. Tapi bisa kaya karna berdemo. Dia sudah banyak menerima uang dari orang BSI, … ”ucap lelaki yang duduk di sebelah kanan saya.
Ini info menarik yang perlu saya gali. (*)
Ditulis oleh: Ki Gede Bagus Gawene.